Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Hari Santo Yoseph (19 Maret)

Santo%2BYoseph.jpg

Paus Francis: "Saya sangat mengasihi Santo Yoseph karena dia adalah seorang yang kuat dan pendiam"

Di tahun 2013, pada Hari Raya Santo Yoseph, Paus Fransiskus mempersembahkan misa dalam peresmian pengangkatannya sebagai seorang penerus tahta kepausan. Dia secara khusus memilih 19 Maret karena pada pribadi Santo Yoseph dia selalu melihat kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan.

Paus Fransiskus dalam kata-katanya sendiri tentang Santo Yoseph:

19 Maret 2013: Homili saat Misa peresmian pengangkatannya sebagai penerus tahta kepausan:

Yoseph adalah "pelindung" karena dia mampu mendengarkan suara Tuhan dan dibimbing oleh kehendak Tuhan; dan karena alasan ini dia menjadi lebih peka terhadap orang-orang yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga. Dia dapat melihat berbagai hal secara realistis, dia berhubungan dengan lingkungannya, dia sungguh dapat membuat keputusan yang benar-benar bijak. Dalam dirinya, teman-teman terkasih, kita belajar bagaimana menanggapi panggilan Tuhan, dengan suka hati dan rela.

Di sini saya ingin menambahkan satu hal lagi: sikap peduli dan melindungi, semua itu menuntut kebaikan, dan membutuhkan kelembutan tertentu. Dalam Injil, Santo Yoseph tampil sebagai orang yang kuat dan berani, seorang pekerja, namun di dalam hatinya kita juga melihat kelembutan yang besar, yang hendaklah tidak diartikan sebagai kelemahan tetapi lebih sebagai tanda kekuatan roh dan kapasitas untuk perhatian, untuk kasih sayang, untuk keterbukaan yang tulus kepada orang lain, untuk cinta kasih. Kita tidak boleh takut akan kebaikan, akan kelembutan !


16 Januari 2015: Ceramah kepada keluarga-keluarga di Manila

Saya memiliki kasih yang besar untuk Santo Yoseph, karena dia adalah seorang yang pendiam dan kuat. Di meja saya, saya memiliki gambar Santo Yoseph yang sedang tidur. Bahkan ketika dia sedang tertidur, dia menjaga Gereja! Iya! Kita tahu dia bisa melakukan itu. Jadi ketika saya memiliki masalah, kesulitan, saya menulis catatan kecil dan meletakkannya di bawah Santo Yoseph, sehingga dia dapat memimpikannya! Dengan kata lain saya hendak mengatakan padanya: berdoalah untuk masalah ini!

Lili.png

Selanjutnya, bangkit bersama Yesus dan Maria. Saat-saat istirahat yang amat berharga itu, saat beristirahat bersama Tuhan dalam doa, adalah saat-saat yang mungkin membuat kita selalu ingin berlama-lama. Tetapi seperti Santo Yoseph, begitu kita mendengar suara Tuhan, kita harus bangkit dari tidur kita; kita harus bangun dan bertindak (lih. Rom 13:11). Dalam keluarga kita, kita harus bangun dan bertindak! Iman tidak menyingkirkan kita dari dunia, tetapi menarik kita lebih dalam lagi ke dalamnya.

Sebagaimana karunia Keluarga Kudus dipercayakan kepada Santo Yoseph, demikian pula karunia keluarga dan posisinya dalam rencana Tuhan dipercayakan kepada kita. Seperti Santo Yoseph. Karunia Keluarga Kudus dipercayakan kepada Santo Yoseph agar dia bisa merawatnya. Masing-masing dari anda, kita masing-masing - karena saya juga bagian dari sebuah keluarga - ditugasi untuk mengurus rencana Tuhan. Malaikat Tuhan mengungkapkan kepada Yoseph bahaya yang mengancam Yesus dan Maria, memaksa mereka untuk melarikan diri ke Mesir dan kemudian menetap di Nazareth. Begitu juga, di zaman kita, Tuhan memanggil kita untuk mengenali bahaya yang mengancam keluarga kita sendiri dan untuk melindungi keluarga kita dari bahaya.


20 Maret 2017: Homili pagi, Casa Santa Marta

“Hari ini saya ingin meminta agar Santo Yoseph memberi kita semua kemampuan untuk bermimpi karena ketika kita memimpikan hal-hal yang hebat, hal-hal yang baik, kita semakin dekat dengan mimpi Tuhan, apa yang Tuhan impikan tentang kita. Semoga dia memberikan kepada mereka yang masih muda - karena dia sendiri masih muda - kemampuan untuk bermimpi, mengambil risiko dan untuk mengambil tugas-tugas sulit yang mereka lihat dalam mimpi mereka. Dan semoga dia memberikan segala nilai kesetiaan yang umumnya matang dalam perilaku lurus, karena dia adil, yang tumbuh dalam keheningan — dalam tidak banyak kata - dan tumbuh dalam kelembutan yang mampu menjaga kelemahan dirinya sendiri dan kelemahan orang lain.



Artikel diterjemahkan dari vaticannews.va: Pope Francis: “I love St Joseph …. ”

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Hari St.Patrick (17 Maret)

Bagaimana Awal Mula Hari St. Patrick di Amerika

Setiap tanggal 17 Maret, seluruh wilayah Amerika Serikat akan berwarna ‘sehijau zamrud’ seharian. Itu karena orang Amerika akan mengenakan pakaian hijau dan meminum bir hijau. Milkshake hijau, bagel, dan bubur jagung juga akan muncul di menu. Bahkan ada kalangan tertentu di Chicago yang bahkan mewarnai sungainya menjadi hijau.

sungai hijau.jpg
st patrik perayaan.jpg

Orang-orang bersuka ria dari pantai ke pantai merayakan semua hal yang berbau Irlandia dengan mengangkat pint Guinness, dan para bagpiper akan bersorak, penari tiri, bersama dengan marching band yang berparade di jalan-jalan kota. Namun, tradisi tahunan yang sudah lama dikenal ini sebetulnya tidak diimpor dari Irlandia. Tradisi ini justru lahir di Amerika.

Hari St. Patrick, sekitar tahun 1860-an.
Berbeda dengan pesta pora di Amerika Serikat, 17 Maret lebih merupakan hari suci daripada hari libur di Irlandia. Sejak 1631, Hari St. Patrick telah menjadi hari raya keagamaan untuk memperingati peringatan abad ke-5 kematian misionaris yang jasanya dikenang karena penyebaran agama Kristen ke Irlandia. Selama beberapa abad, 17 Maret adalah hari khusuk di Irlandia dengan umat Katolik menghadiri gereja di pagi hari dan mengambil bagian dalam pesta sederhana di sore hari. Tidak ada parade dan tentu saja tidak ada produk makanan berwarna zamrud, terutama karena biru, bukan hijau, adalah warna tradisional yang diasosiasikan dengan santo pelindung Irlandia sebelum Pemberontakan Irlandia 1798.


Mitos Hari St. Patrick
Boston telah lama mengklaim sebagai kota pertama yang merayakan Hari St. Patrick pertama di Amerika. Pada 17 Maret 1737, lebih dari dua lusin Presbiterian yang beremigrasi dari utara Irlandia berkumpul untuk menghormati St. Patrick dan membentuk Charitable Irish Society untuk membantu orang-orang Irlandia yang tertekan di kota itu. Organisasi Irlandia tertua di Amerika Utara ini masih mengadakan makan malam tahunan setiap Hari St. Patrick.

Namun, sejarawan Michael Francis menemukan bukti bahwa kota St. Augustine, Florida, mungkin telah menjadi tuan rumah pertama perayaan Hari St. Patrick di Amerika. Saat meneliti catatan pengeluaran mesiu Spanyol, Francis menemukan catatan yang menunjukkan ledakan meriam atau tembakan digunakan untuk menghormati santo pada tahun 1600 dan bahwa penduduk kota garnisun Spanyol diproses melalui jalan-jalan untuk menghormati St. Patrick pada tahun berikutnya, mungkin atas perintah dari seorang pendeta Irlandia yang tinggal di sana.

Ironisnya, sekelompok Redcoats (British Soldier) lah yang memulai tradisi hijau dari parade Hari St. Patrick terbesar dan terpanjang di Amerika pada tahun 1762 ketika tentara kelahiran Irlandia yang bertugas di Angkatan Darat Inggris berbaris melalui Manhattan ke bawah untuk menikmati sarapan Hari St. Patrick di sebuah warung lokal. Parade 17 Maret oleh orang Irlandia melalui jalan-jalan di Kota New York menimbulkan kemarahan para nativis, (massa anti-Katolik) yang memulai tradisi mereka sendiri dengan membuat “padi" pada malam Hari St. Patrick dengan mendirikan patung orang-orang Irlandia yang mengenakan kain lap dan kalung kentang dengan botol wiski di tangan mereka, sampai praktik itu dilarang pada 1803.

St. Patrick

St. Patrick


Krisis Pengungsi Abad ke-19
Setelah umat Katolik Irlandia membanjiri negara itu dalam dekade setelah kegagalan panen kentang Irlandia pada tahun 1845, mereka berpegang teguh pada identitas Irlandia mereka dan turun ke jalan dalam parade Hari St. Patrick untuk menunjukkan kekuatan dalam jumlah sebagai jawaban politik kepada nativis.

“Banyak orang yang terpaksa meninggalkan Irlandia selama Kelaparan Besar membawa banyak kenangan, tetapi mereka tidak memiliki negaranya, jadi itu adalah perayaan menjadi orang Irlandia,” kata Mike McCormack, sejarawan nasional untuk Ordo Kuno Hibernian. “Tapi ada juga sedikit pembangkangan karena sifat kefanatikan yang berlebihan”

McCormack mengatakan sikap terhadap orang Irlandia mulai melunak setelah puluhan ribu dari mereka bertugas dalam Perang Saudara. “Mereka keluar sebagai warga negara kelas dua tetapi kembali sebagai pahlawan,” katanya. Saat orang Irlandia perlahan berasimilasi dengan budaya Amerika, mereka yang tidak memiliki darah Celtic mulai bergabung dalam perayaan Hari St. Patrick.

Makanan yang menjadi makanan pokok Hari St. Patrick di seluruh negeri — daging kornet dan kubis — juga merupakan inovasi Amerika. Sementara ham dan kubis dimakan di Irlandia, daging kornet terbukti menjadi pengganti yang lebih murah bagi imigran miskin. McCormack mengatakan daging kornet menjadi makanan pokok orang Irlandia-Amerika yang tinggal di daerah kumuh Manhattan yang membeli sisa perbekalan dari kapal-kapal yang kembali dari perdagangan teh di China.

"Ketika kapal datang ke Pelabuhan South Street, banyak wanita akan lari ke pelabuhan berharap ada sisa daging asin yang bisa mereka dapatkan dari juru masak kapal dengan harga satu sen per pon," kata McCormack. “Itu adalah daging termurah yang bisa mereka temukan.” Orang Irlandia akan merebus daging tiga kali — terakhir kali dengan kubis — untuk menghilangkan sebagian air garamnya.


Disunting dan diterjemahkan dari tulisan:
CHRISTOPHER KLEIN - https://www.history.com/news/st-patricks-day-origins-america

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Message from Pope Francis

The One who “humbled himself and became obedient unto death, even death on a cross” - Phil 2:8

2021popemsg2.jpg

Dear Brothers and Sisters,

Jesus revealed to his disciples the deepest meaning of his mission when he told them of his passion, death and resurrection, in fulfilment of the Father’s will. He then called the disciples to share in this mission for the salvation of the world.

In our Lenten journey towards Easter, let us remember the One who “humbled himself and became obedient unto death, even death on a cross” (Phil 2:8).

During this season of conversion, let us renew our faith, draw from the “living water” of hope, and receive with open hearts the love of God, who makes us brothers and sisters in Christ.

At the Easter vigil, we will renew our baptismal promises and experience rebirth as new men and women by the working of the Holy Spirit.

This Lenten journey, like the entire pilgrimage of the Christian life, is even now illumined by the light of the resurrection, which inspires the thoughts, attitudes and decisions of the followers of Christ.

Fasting, prayer and almsgiving, as preached by Jesus (cf. Mt 6:1-18), enable and express our conversion. The path of poverty and self-denial (fasting), concern and loving care for the poor (almsgiving), and childlike dialogue with the Father (prayer) make it possible for us to live lives of sincere faith, living hope and effective charity.

2021popemsg3.jpg


Rome, Saint John Lateran, 11 November 2020, the Memorial of Saint Martin of Tours

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Rabu Abu (17 February 2021)

Rabu Abu tahun ini jatuh pada tanggal 17 February.
Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28), demikian pula Nabi Elia (lih. 1 raj 19:8). Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya (lih. Mat 4:2).

Ash Wednesday.jpg

Mengapa hari Rabu?
Gereja Katolik menetapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu).

Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.

Mengapa Rabu “Abu”?
Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6). Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Lih. Kej 2:7), dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Romo, “Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil” atau, “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu” (you are dust, and to dust you shall return).”

Mengapa kita berpantang dan berpuasa?
1.
Tanda pertobatan
2. Silih atas dosa
3. Turut ambil bagian dalam sengsara Yesus Kristus
4. Berdoa bagi perdamaian dunia


Kapan harus puasa dan pantang?
Puasa wajib dilakukan saat Rabu Abu dan Jumat Agung.
Sedangkan pantang juga dilakukan saat Rabu Abu, Jumat Agung.
Kemudian, setiap hari Jumat selama masa Prapaskah hingga Jumat Agung.


Siapa yang harus berpantang dan berpuasa? 
Wajib puasa dilakukan oleh orang Katolik yang berusia 17 tahun sampai 60 tahun. Selanjutnya, wajib pantang dilakukan seorang Katolik yang sudah berusia 14 tahun ke atas.

Adapun cara pantang puasa Katolik sebagai berikut:
- Makan kenyang hanya 1 kali. Artinya dari tiga kali makan (makan pagi, makan siang, makan malam) pilih satu kali untuk makan kenyang. Ketika waktu makan lainnya, hendaklah mengurangi porsi makan.
- Bedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Satu kali makan kenyang bukan berarti kamu bisa ngemil atau makan asal tidak kenyang.
- Aturan pantang dalam Katolik adalah menghindari konsumsi daging dan ikan.
- Umat Katolik juga dianjurkan melakukan pantang dari segala yang disenangi, misalnya pantang main handphone, pantang jajan, pantang ngopi dan lainnya.

Mari kita memasuki Masa Prapaska dengan hati yang selalu tertuju pada keabadian hidup bersama Tuhan. Amin.

—- Sebagian tulisan disunting dari https://www.katolisitas.org/—

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Februari 14 & 1 Korintus 13

Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Coklat, bunga, nice dining out
Surprise presents, cute doll
Family gets together, lots of smile and laughter
Kartu ucapan yg ditulis kata-2 indah
Looks handsome, looks pretty
Romantic music playing somewhere in the air...
Dan pertokoan pun tampak lebih sibuk dan berwarna lebih pink dari biasanya. 
Valentine’s Day is here...
and some say .. ‘wish you were here’

Begitu kira-2 yang sebagian terlintas di pikiranku setiap kali sudah menjelang St.Valentine’s Day tanggal 14 Februari. Mencoba mewakili bagaimana suasana hari Kasih Sayang, dengan berbagai macam kasih sayang yang orang rayakan.

1korintus13-13.jpg

Apakah Valentine’s Day dirayakan oleh semua orang? 
Itu pasti, bahwa setiap orang tentu punya someone dear in the heart, dan menjadi pula someone dear untuk orang lain, tetapi tampaknya tidak semua orang merayakannya. Tidak semua orang mau atau bisa merayakannya, betapapun sederhananya itu.

Terlepas dari dirayakan atau tidak, mungkin hari Kasih Sayang ini bisa menjadi moment yang baik untuk masing-masing kita merefleksikan diri. Merefleksi apakah saya sudah cukup berusaha untuk menunjukkan kasih sayang itu kepada orang-orang terdekat dengan saya; apakah itu kekasih, pasangan hidup, orang tua atau anak-anak, saudara-saudara atau teman-teman. Pokoknya semua yang punya relasi dengan saya.
Ataukah sebaliknya saya lebih suka menerima dan menunggu orang lain terlebih dahulu untuk menunjukkan itu kepadaku?. Intinya, kalau mereka bersikap manis kepadaku, maka aku akan membalas dengan bersikap manis pula. Kalau mereka menunjukkan sikap sayang dan care kepadaku, maka aku akan berbuat yang sama pula. It’s that simple.

But wait…, wait a minute…. 
tadi saya bilang ‘Pokoknya semua yang punya relasi dengan saya’. Is it really fair ?
Karena sepertinya ada ayat yang berkata ‘Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian’.

. . . . . . . .  hening…., as I am now thinking…

Kalau begitu, pertanyaannya, .. apakah in celebrating hari KS ini,...saya harus menunjukkan kasih sayang juga kepada orang yang tidak related dengan saya juga ?. Seperti....pegawai kantor pos, tukang parkir, kasir supermarket, pelayan toko, dan orang yang saya temui di jalan ?. How much more time and efforts do we have to spend sekiranya kepada semua orang kita harus baik-baikin ??.

No.
Yes, the answer is no.
Terhadap sesama yang tidak kita kenal,.. tentu saja kita tidak harus bersikap sebagaimana layaknya kita mengenal mereka. Nggak juga harus dikasih bunga atau coklat, tidak perlu dikasih kartu atau ditraktir makan, that’s not the point.

Tapi setidaknya ...

lukas6.33.jpg

Ketika seseorang bersikap salah di matamu, atau berbuat suatu kesalahan...
Bisakah kita mencoba sabar dan tidak langsung marah ?

Saat seseorang menderita, sampai harus meminta-minta dan sangat butuh bantuan…
Bisakah kita menunjukkan sebuah kemurahan hati ?

Saat kita merasa dinomor duakan, atau merasa diperlakukan tidak adil. Atau bahkan saat orang lain lebih beruntung dan lebih segalanya…Bisakah kita tepiskan munculnya rasa cemburu ?

Ketika menjadi sukses atau berkecukupan secara materi maupun non materi,..
Bisakah kita tidak menjadi sombong atau memandang rendah orang lain ?.

Atau ketika ada kesempatan untuk meraih kenikmatan sepihak atau kesempatan menguntungkan diri sendiri dengan cara yang tidak baik,.. 
Sanggupkah kita menepis keinginan-keinginan seperti itu?. 

Katakanlah kita benar dan orang lain yang salah, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, dua tahun yang lalu.
Bukankah sangat lebih baik bila kesalahan orang lain tidak kita simpan ?.

Mungkin itulah makna kasih sayang yang lebih mendalam dan tidak memilih-milih, seperti tawaran keselamatan dari Yesus Kristus yang juga universal dan tidak memilih-milih bagi siapa saja yang percaya.
Mungkin dengan begitu kita bisa memaknai hari Kasih Sayang dengan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih terbuka, sehingga kasih sayang itu menjadi universal, ..tertuju kepada siapa saja yang kita temui dalam hidup sehari-hari.
Happy Valentine’s Day. Semoga hati kita senantiasa dipenuhi kasih sayang yang memancar bagi sesama. Amin.

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Bekerja dan Bekerja

“Berkatku selalu cukup untuk semua orang yang percaya dan berserah kepadaku”


bekerja.jpg

Teringat ketika masa menjelang remaja,..dalam beberapa kesempatan saya ingin mengajak teman-teman saya bermain, tetapi mereka tidak bisa. Umumnya karena mereka harus membantu pekerjaan orang tua mereka. Jadi saya terpaksa harus bermain sendiri, sambil berpikir,.. mengapa dalam hidup ini orang harus terpaksa bekerja.

Ketika masa SMP dan SMA,.. sebaliknya saya yang tidak pernah punya waktu bermain dengan teman-teman saya. Itu karena di luar jam sekolah, setiap hari saya harus membantu pekerjaan orang tua. Saya senang membantu pekerjaan orang tua saya, tetapi setelah beberapa kali terpaksa tidak bisa ikut acara bersama teman-teman, saya kembali menjadi sering bertanya dan protes dalam hati, mengapa waktu harus dihabiskan untuk bekerja. Tentu, saat itu saya sudah mulai mengerti bekerja itu untuk menghasilkan income, dan tanpa income maka tidak akan punya uang untuk membeli makanan dan berbagai keperluan hidup keluarga.
Tetapi tetap saja saya bertanya kepada Tuhan, mengapa orang harus bekerja. Atau lebih tepatnya, mengapa pekerjaan menjadi bagian yang begitu menyita waktu dalam kehidupan seseorang.

Saya melihat pagi-pagi orang sudah terburu-buru ke pasar, membuka toko mereka. Mereka juga makan siang di sana, di tempat yang sempit bahkan sambil melayani calon pembeli. Mereka baru kembali ke rumah ketika hari sudah sore menjelang malam. Saya tahu mereka tidak pernah mengeluh, tetapi... tidak adakah yang lebih penting dari income dan pekerjaan dalam hidup ini ?. Apakah tujuan hidup yang terutama dalam hidup ini adalah bekerja ?. Apakah benar, seperti itu yang Tuhan mau ?.


Sekarang setelah dewasa, saya juga menjadi mengerti ada begitu banyak orang yang tidak bahagia dengan pekerjaanya, tetapi tetap bertahan melakukannya karena memang tidak punya pilihan lain.
Yang lebih parah lagi, ada begitu banyak orang yang kehilangan pekerjaan di saat kebutuhan hidup begitu memaksa. Juga tak terhitung banyaknya anak muda yang tidak pernah berkesempatan memiliki sebuah pekerjaan tetap padahal mereka sangat ingin sekali mulai bekerja. Padahal mereka sudah harus bekerja.


Tuhan,.. bagaimana saya harus memandang pekerjaanku di hadapanMu?.

Lembut kudengar ..
Tuhan ingin manusia bersyukur atas pekerjaan yang dijalaninya, atas peran sosial ekonominya masing-masing di dalam keluarga dan masyarakat. Dengan menyadari bahwa semua pekerjaan dan usaha adalah berkat yang datang dari Tuhan, maka selayaknyalah kita membawa pekerjaan dan semua usaha kita itu sebagai bentuk doa dan persembahan kepada Tuhan. Maka ada syukur di dalamnya, ada kedamaian. Rasa syukur dan kedamaian dalam bekerja itu, membuat kita bekerja dengan sepenuh hati. Pekerjaan yang dijalani dengan sepenuh hati sungguh mendatangkan kebahagiaan.


Tetapi Tuhan, ......?! tanyaku lagi
Saya sudah rajin bekerja,.. tetapi income saya tidak pernah cukup, uang saya jauh dari cukup. Saya belum bisa hidup aman dan terbebas dari beban finansial. Engkau juga tahu, ada begitu banyak orang yang ingin saya bantu. Mereka yang ingin bekerja tetapi tidak punya pekerjaan, mereka yang tidak punya rumah untuk berteduh, mereka yang kelaparan dan sakit. Mereka yang mau bekerja apa saja sampai-sampai tidak tahu lagi apa tujuan hidup mereka selain untuk bekerja. Tuhan, mengapa orang harus bekerja baru bisa hidup ?.


Lembut kudengar..
“Berkatku selalu cukup untuk semua orang yang percaya dan berserah kepadaku”

Buanglah angan-angan bahwa kamu patut dan berhak atas hidup yang problem-free. Sebagian darimu masih selalu mengharap mujijat agar semua kesulitan hidup dapat teratasi. Ini adalah harapan yang salah !. Seperti yang kukatakan kepada murid-muridKu, dalam dunia kamu akan mengalami masalah dan kesulitan. Tautkan harapanmu bukan untuk memecahkan permasalahan hidup di dunia, tetapi terlebih kepada janji kehidupan kekal di Sorga. Daripada mencari kesempurnaan dalam dunia yang fana ini, curahkanlah segenap hati dan kekuatanmu dalam pencarian akan daku: Yang Sempurna.

Adalah mungkin bagimu untuk menikmati berkatKu dan memuliakan Aku di tengah keadaan-keadaan yang sulit. Sesungguhnyalah, lewat orang beriman yang percaya kepadaku, sinarku akan memancar terang di tengah-tengah kegelapan. Percaya yang seperti itu sungguh supernatural: buah-buah Roh Kudus yang bekerja dan bersemayam di hati. Saat semuanya tampak tidak beres dan salah, tetaplah percayalah kepadaku. Tidaklah Aku lebih tertarik kepada keadaan yang baik-baik saja, melainkan kepada sikap hati dan tanggapan benar atas apapun yang datang dalam hidupmu.

14-141331_free-microsoft-sticky-note-cliparts-download-clip-post copy.png

Newark, Jan 2021

Read More
Tulisan Romo Eliza Kertayasa Tulisan Romo Eliza Kertayasa

Love in the Time of Covid-19

Kita adalah manusia rapuh, tapi kita adalah anak-anak Allah yang mempunyai kemampuan mencintai sama seperti Yesus mencintai.

Rm. Effendi Kusuma Sunur, SJ

 

lovecovid19.jpg

Siapakah dari Anda yang pernah membaca novel Gabriel García Márquez, pemenang Nobel Sastra di tahun 1982, yang berjudul “Love in the Time of Cholera”, atau, paling tidak menontonnya di film dengan judul yang sama? Singkatnya, dikisahkan dua sejoli Florentino Ariza dan Fermina Daza yang saling jatuh cinta dan mabuk kepayang sehingga dunia ini adalah milik mereka berdua. Namun apa daya, ayah sang gadis tak merestui dan mereka harus berpisah kota. Sang gadis, Fermina pada akhirnya menyadari bahwa cintanya kepada Florentino tidak realistis dan lebih memilih seorang dokter yang mempunyai reputasi tinggi, terhormat dan kaya-raya, Juvenal Urbino. Fermina tahu bahwa ia tak mencintai Juvenal, namun bujukan ayahnya membuatnya menerima orang terhormat itu sebagai suaminya. Juvenal sebagai dokter memunyai komitmen untuk memberantas kolera pada zamannya adalah orang yang terhormat dan tampak sangat disiplin. Walaupun demikian, akhirnya ia mengakui kegagalannya, yakni ia pernah melakukan perselingkuhan dalam perkawinannya. Fermina tetap melanjutkan hidupnya dengan Juvenal lengkap dengan segala jatuh-bangunnya sebuah perkawinan.

Florentino sendiri patah hati namun bersumpah untuk setia kepada Fermina. Walau dia menampakkan diri sebagai seorang “playboy” dengan menjalin relasi dengan ratusan perempuan, Florentino memutuskan untuk menyimpan Fermina di sudut hatinya yang paling dalam, yang tak mungkin diraih oleh siapapun. Ketika Juvenal meninggal, Florentino yang sudah berpisah dari Fermina sekitar lima dekade, mendekati Fermina dan memohon untuk menerimanya sebagai pasangan hidupnya. Walau sempat ragu, Fermina akhirnya menerima Florentino sebagai pasangan dan cinta sejatinya. Terpisah dalam waktu lima dekade dan ditawari begitu banyak kemungkinan serta dihantui ketidakpastian, Florentino tetap berpegang teguh pada apa yang diyakininya: Fermina adalah cinta sejatinya.

Kita yang ada di dalam masa pandemi ini juga melihat karya fiksi ini sebagai sesuatu yang dekat dengan kita. Bukan karena kita mempunyai kesamaan atau kemiripan dengan cerita Florentino atau Fermina, tetapi kita diajak untuk merenungkan cinta yang sejati sekaligus manusiawi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Florentino dalam masa adanya penyakit yang mendesak ditangani. Sejati karena dia memelihara komitmen untuk tetap mencintai Fermina dengan segala kemuraman hidup; dan manusiawi karena segala keinginan luhurnya bercampur dengan segala hasrat kelelakiannya untuk bisa mendapatkan pasangan, walau sementara. Fermina pun tak lepas dari kemanusiaannya. Ia memilih seseorang yang tidak dicintainya demi kemapanan hidup. Dari dua sosok ini, tampak bahwa manusia, kita semua, mampu mencintai dalam berbagai tingkatan. Juga, seberapa mampunya kita mencintai dapat diukur dari cara kita bertindak dan berpikir saat ancaman dan ketidakpastian dalam hidup hadir.

Dalam tradisi kristiani, ada setidaknya 4 macam cinta, yakni eros, storge, filia dan agape. Eros adalah cinta yang sensual dan romantis, yang kalau sudah melekat, mampu membuat “tahi kambing serasa coklat.” Ini adalah jenis cinta yang sering kita lihat ketika seseorang mengalami jatuh cinta kepada lawan jenisnya. Storge adalah cinta yang kepada keluarga, sebuah kecondongan alamiah untuk mencintai mereka yang berkerabat dekat seperti orangtua kepada anak-anaknya.  Filia adalah rasa cinta kepada sahabat dan kerabat dan agape adalah cinta tak bersyarat, yang memberikan diri untuk orang yang dikasihinya.

Pandemi ini juga menguji kadar dan tingkatan cinta kita. Di tengah banyak keadaan yang tak ideal: kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan, bahaya penularan, sakit dan kematian menjadi sesuatu akrab tetapi tetap menakutkan. Kolera, pes hitam, flu spanyol, atau covid adalah sebuah situasi yang mengancam serta membuat kita tak lagi merasa nyaman dan aman. Tepat di sinilah manusia seperti apa kita ditentukan kemampuan kita untuk mencintai, dan tentunya cinta yang tidak biasa-biasa saja. Bukan cinta sensual dan romantis, bukan juga hanya storge yang memang secara alamiah melekat pada kita. Tapi cinta dalam jenis filia dan tentunya cinta yang dalam pengertian agape. Yesus pernah berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Ini adalah cinta yang filia sekaligus agape di mana cinta kepada sahabat bercampur dengan sebuah pemberian diri sampai tuntas, yakni pemberian kehidupan itu.

Kita adalah manusia rapuh, tapi kita adalah anak-anak Allah yang mempunyai kemampuan mencintai sama seperti Yesus mencintai. Pandemi, situasi yang merongrong kerapuhan kita, dan saat ini, cinta kita diuji bukan hanya dengan ancaman bahaya sakit dan kematian tetapi juga ketidakpastian akan bangkitnya ekonomi global kita yang terpuruk. Inilah saatnya cinta kita diukur, bukan oleh orang lain, tetapi oleh diri kita sendiri. Bahaya dan ketidakpastian menantang kita untuk bisa semakin mencintai sebagaimana Yesus melakukannya dalam hidupnya. Bahkan ketika bahaya kematian mendatangiNya, Yesus tidak melarikan diri tetapi menghadapinya dengan pemberian diri seutuhnya. Bahkan ketika ia merasa ditinggalkan oleh murid-murid yang sekaligus sahabat-sahabatNya, Ia tidak menjadikan kekecewaan dan ketakutanNya sebagai alasan untuk membenci mereka. Ia menjawab mereka dengan memikul salibNya sampai ke Golgota dan menyerahkan diriNya, hidupNya di sana yang merupakan lambang aib bagi sebagian besar orang. Kisah cinta manusiawi ditunjukkan oleh Yesus, dan cinta manusiawi kita bisa mencapai apa yang disebut sebagai cinta ilahi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus.

clipart19840.png

Kita akan segera merayakan Imlek, Valentine dan memasuki masa prapaskah di dalam pandemi ini. Valentine sebagai hari merayakan cinta hendaknya tidak dilihat sebagai sebuah perayaan eros, cinta romantis dan sensual belaka. Imlek juga hendaknya tidak dilihat semata perayaan cinta yang disebut storge semata. Justru di masa pandemi ini, ketika bahaya sakit dan kematian serta ketidakpastian menghantui hidup kita, ada sebuah ajakan untuk belajar mencintai melampaui masa-masa normal. Ada berkat terselubung dalam bahaya dan ketidakpastian, yakni kita semakin mengerti kemampuan mencintai kita dan belajar mencintai lebih dari sebelumnya. Kita diajak untuk mencintai lebih dari cinta romantic dan kekeluargaan, tapi juga cinta dalam persahabatan dengan semua orang dan cinta yang sanggup membuat kita mengorbankan diri demi kebaikan dan kebahagiaan yang lain.

Mungkin kita bisa menggunakan masa prapaskah sebagai masa belajar mencintai seperti Yesus. Dengan solidaritas dan berbela rasa kepada mereka yang paling kurang di antara kita, bukan hanya kurang dalam hal material tetapi juga yang immaterial. Bukan kepada orang-orang tertentu saja tetapi kepada siapapun yang paling dipinggirkan, dipojokkan, dan tidak dipedulikan. Dengan demikian, cinta kita menjadi cinta yang semakin universal, yang menembus tembok-tembok dan pembatas yang ada dalam pikiran kita. Cinta universal itu adalah cinta Yesus, dan kita mau mengikutiNya secara lebih dekat dan mencintaiNya secara lebih dalam.

Selamat merayakan Imlek, Valentine dan memasuki masa prapaskah!!

 

 


 

 

Read More
Apa dan Siapa WKICU Admin Apa dan Siapa WKICU Admin

Acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Hendri SJ.

Acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Hendri SJ.

WKICU mengadakan acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Stefanus Hendrianto, SJ yang akan bertugas mengajar di Gregoriana Pontifical University di Roma. Untuk melihat rekaman acara tersebut, umat bisa klik video di bawah ini atau klik link ini ke WKICU YouTube Channel.

Catatan: Jika mau melihat video rekaman dari G-Drive WKICU Events: click link ini.

Read More
Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin

Kisah Petualangan Seorang Anak Dari Tanah Dayak Mengejar Impian Amerika

Hanya satu hal yang penting : hubungan kita dengan Tuhan. Semoga kalian dan keluargamu dapat menghayati keberadaan Tuhan dalam hidupmu sehari-hari.

Kisah Petualangan Seorang Anak Dari Tanah Dayak

Mengejar Impian Amerika 

oleh Hok-Kan Lim 


Desember, 2020
Castro Valley, California USA 

Daftar Isi : 

1.Kata pengantar: Kisah Petualangan … 
2.Samarinda: 1934 – 1948 
3.Bandung 1: 1948 – 1954 
4.Jakarta, FKUI: 1954 – 1960
5.Bandung 2, FK-UNPAD: 1963 – 1966
6.San Francisco, UCSF: 1966 – 1972
7.Kuala Lumpur 1: 1972 – 1974
8.Pacifica: 1974 – 1980
9.Kuala Lumpur 2: 1977 – 1979 
10.Yountville, Veterans Home: 1982 – 1998
11.Castro Valley: 1998 - kini 
12.Meneropong kembali


1. Kata pengantar: Kisah petualangan seorang anak dari Tanah Dayak mengejar impian hidup layak di benua Amerika.
Ola kawan-kawan dan keluarga. Semoga cerita singkat ini menemukan kalian semua dalam keadaan sehat walafiat. Baru-baru ini saya jatuh sakit … dapat stroke ringan. Syukurlah dengan bantuan doa-doa kalian, serta berkat kemurahan hati YME, kesehatan saya berangsur-angsur pulih kembali. Saya sudah dapat mandi sendiri, dan bergerak dalam rumah dengan bantuan tongkat atau walker. Nafsu makan juga mulai kembali, dan fungsi badan lainnya baik. Selama di rumah sakit dan rebah dalam rumah sendiri, banyak kesempatan untuk meneropong sejarah hidup saya. Tuhan membolehkan saya 86 tahun lebih. Ada beberapa pelajaran yang ingin saya bagikan kepada kalian, Yang terpenting adalah : untuk menyadari akan keberadaan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Perkenankan saya menguraikan lebih terperinci. 

IMG_6062_frame.JPG


2. Samarinda: 1934 - 48
 
80 tahun yang lalu, dalam ingatan saya, suatu hari saya rebah celentang dalam parit yang digali sekitar pinggiran sekolah... menonton beberapa pesawat tempur Dai Nippon menukik dan menghamburkan bom pada kota Samarinda. Inilah sebuah kota kecil di Kalimantan Timur. Tapi rupanya ada nilai strategis karena ada batu bara serta sumber listrik. Terdengar juga dentuman meriam di bukit sekitarnya, tanda perlawanan tentara Belanda. Tidak lama lagi pasukan darat Jepang memasuki kota. Sebagian besar penduduk kota mengungsi ke dalam hutan sekitarnya. Keluarga saya bergabung dengan beberapa keluarga lain; menyewa beberapa rumah bambu dari penduduk setempat. Kami belajar bercocok tanam dan beternak ayam dan kambing. Singkong adalah makanan utama. Pohonnya dipotong-potong sepanjang 10 cm, lalu dimasukkan dalam tanah. Tidak lama lagi akarnya dapat dimasak. Daun singkong juga enak, terutama daun mudanya. Dalam sungai di dekat perumahan banyak ikan. Anak-anak sungai mengandung air jernih. Dapat kita lihat pada dasarnya banyak udang dan ikan belut. Hampir tiap hari saya bermain dalam air: mendayung sampan, berenang, memancing, dan mandi di bawah air mancur. Malam hari rebah di lantai di atas rumput kering sambil menghitung bintang-bintang di langit. Paginya dibangunkan oleh kokokan ayam. Inilah salah satu masa terbaik bagi seorang anak kecil. Lebih-lebih lagi tidak adanya PR (Pekerjaan Rumah) dari sekolah. Setelah keamanan kembali dalam kota kami pulang kerumah masing-masing. Saya mulai lagi bermain dengan kawan-kawan sekampung: sepak bola, kasti, berenang. Saya masuk sekolah Jepang. Belajar kanji dan bernyanyi Kimigayo tiap pagi. Serta berteriak “ banzai, banzai, banzai “. Semua anak sekolah harus membantu menanam pohon jarak; bijinya menghasilkan minyak yang dapat membantu usaha perang sang saudara tua. Semua besi dan aluminum juga disita. Untunglah penjajahan Jepang tidak lama. Pasukan Sekutu tiba. Sekolah Belanda dibuka kembali. Sekarang namanya herstel school. Tiap 6 bulan naik kelas. Dan tibalah saat perpisahan.


3. Bandung 1: 1948 - 1954 
Di Samarinda tidak ada sekolah menengah. Jadi saya harus ke Jawa. Ayah menyertai saya ke Balikpapan dengan kapal laut. Dari situ saya terbang sendiri ke Jakarta, kemudian ke Bandung dimana saya akan tinggal dengan sepupu saya yang baru berkeluarga. Saya tinggal di Jalan Windu, dan bersekolah naik sepeda ke Jalan Bahureksa (Christelijke Middelbare School), diteruskan Di SMAK - Jalan Dago. Masa sekolah menengah di Bandung adalah salah satu periode mengesankan bagi saya. Dunia luas terbuka. Saya belajar tentang angka-angka, bintang serta alam, sejarah manusia dan tanah di dunia. Akan bahasa dan agama. Terutama akan persahabatan dan kegembiraan masa remaja. Teman-teman sekelas sangat ramah. Kami sering kumpul-kumpul omong kosong, nonton bioskop di daerah Alun-alun, mundar-mandir di jalan Braga (Bragaderen), nongkrong di pondok sate atau lotek Kalipah-apoh dan berenang serta piknik ramai-ramai. Jangan lupa tiap beberapa bulan sekali tunggang-langgang jatuh cinta monyet. Saya lihat hampir semua film Tarzan, Zorro, Gene Autry. Nyanyian yang saya gemari adalah: White Christmas, South of the Border, Always in my Heart, Beyond the Reef. Down in the Valley. Di Daerah Alun-alun banyak kios buku. Saya sering mampir untuk menculik membaca komik. Juga ada beberapa toko buku yang menyewakan buku-buku silat dekat restoran Queen. Jadi saya sering nongkrong di Queen. Juga berkenalan dengan Winnetou dan Count of Monte Cristo dan banyak cerita koboi. Demikianlah masa sekolah menengah berlalu cepat. Tiba pula waktu perpisahan. Sebelumnya kami sekelas telah mengumpulkan kenang-kenangan dalam sebuah naskah ‘ IIB memoirs 1953 ‘ yang memuat tulisan semua kawan sekelas. Saya pindah ke Jakarta FKUI ; banyak teman ke lain kota , atau bersekolah di ITB. 


4. Jakarta, FKUI : 1954-1960
 
Saya anak pertama keluarga kami yang bersekolah tinggi. Tidak ada tetua yang memberi petunjuk akan kehidupan mahasiswa. Maka saya terombang-ambing dalam kegaduhan hidup mahasiswa. Saya menjadi anggota PMKRI. St Bellarminus; juga giat dalam kepanduan Lo Pa Hong. Di Kongregasi Maria saya terpilih sebagai ketua, memimpin sekitar 250 kawan seiman. Dalam semua kegiatan ini saya berkenalan dengan seorang siswi fakultas psikologi. Sering bertemu pada rapat-rapat. Dia memacu scooter, sedang saya naik sepeda. Saya tawarkan untuk menjadi supirnya. Tidak tersangka saya lalu jadi supirnya seumur hidup. Sementara pelajaran di FKUI jadi terlantar. Di tahun 1957 saya dikeluarkan dari fakultas. Ini berhubung penggantian kurikulum. Biasanya kurikulum warisan Belanda adalah 7 tahun untuk menjadi dokter. Dengan petunjuk Universitas California San Francisco, kurikulum diubah menjadi 6 tahun. Tiap tahun harus naik tingkat. Tapi hanya ada tempat untuk 150 mahasiswa. Waktu itu tingkat I ada sekitar 800 siswa; jadi sekitar 650 dikeluarkan. Dan saya termasuk mayoritas Syukurlah dibuka arah pendidikan baru, untuk melatih pengajar-pengajar dalam bidang preklinik. Saya masuk jurusan parasitologi, di bawah pimpinan Prof. Lie Kian Joe, dan selesai sarjana tahun 1960. Lalu bekerja sebagai asisten di bagian parasitologi. Disinilah mulai pengalaman penyelidikan saya. Segala kesibukan dalam PMKRI dan Lo Pa Hong akhirnya membawa hasil baik : gadis idaman … Grace Khouw. Kami menikah 1962 di kapel sekolah Kanisius, jalan Menteng, dengan upacara dipimpin Romo W. Daniels, Bapak pengakuannya Grace. Kawan dari kepanduan membuat barisan kehormatan. Pesta resepsi di hotel Nirmala, dengan pemain piano ulung, Nick Mamahit serta bandnya untuk meriahkan. Kemudian kami tinggal di kampus FKUI, dalam rumah binatang yang berada di belakang kamar mayat. Gedung ini ada ceritanya sendiri. Waktu itu Prof mendapat grant dari US China Medical Board untuk mendirikan sebuah pusat penelitian parasitologi; pemerintah Indonesia membantu menyediakan gedung. Prof Lie membangun ruang kuliah dan laboratorium untuk 200 siswa; lalu fasilitas penelitian untuk asisten nya. Dibangun juga rumah binatang untuk hewan percobaan. Tapi gedung ini diubah menjadi 4 kamar dengan kamar mandi tersendiri, dapur bersama dan ruang tamu luas. Prof membolehkan asistennya tinggal di situ. Saya berdiam di situ 2 tahun; satu tahun sebelum menikah dan satu lagi bersama Grace. Ayke, anak pertama kami lahir di rumah sakit umum, di sebelah rumah. Saya berkenalan dengan anak sulung ini melalui rambutnya yang hitam menonjol perlahan-lahan. Lalu semuanya gelap …listrik mati. Rumah sakit perlu sedikit waktu untuk menghidupkan generator cadangan. Sementara itu sang bayi tidak sabar…ingin keluar. Maka dokternya minta saya pegang batteri (senter) waktu dia mengerjakan episiotomy. Selamat lahir Ayke. Ayke belajar merangkak di rumah itu. Lalu kami pindah ke jalan Buntu Tiangseng, di daerah kota, dimana kakak saya mempunyai rumah sederhana. Gaji saya kecil; Grace juga bekerja sebagai assisten Fakultas Psikologi. Jadi kami dapat 2 karung beras tiap bulannya. Tunjangan pemerintah. Tidaklah kelaparan. Tapi saya masih penasaran akan sekolah kedokteran. Maka saya menghadap Dekan FK UNPAD, Dr Hasan Sadikin. FK UNPAD baru dibuka dan memerlukan banyak pengajar. Saya menawarkan untuk membantu jurusan parasitologi, tapi setelah 2 tahun saya ingin diterima sebagai mahasiswa kedokteran. Dekan setuju dan tahun 1963 kami pindah ke Bandung. 



5. Bandung 2, FK-UNPAD: 1963 -1966 
Sebagai staf pengajar fakultas maka saya berhak untuk dapat perumahan. Sayangnya UNPAD tidak cukup perumahannya. Maka banyak staf pengajar tinggal di hotel termasuk makan. Tapi gaji ditahan sebagian besar, dan diberi uang saku (cukup untuk seminggu). Untunglah Grace juga bekerja di Fakultas Psikologi. Dia juga membuka klinik untuk anak-anak remaja . Lalu usaha membuat baju anak (konveksi) dengan seorang kawannya. Kami tinggal di hotel Jutimto dekat rumah sakit Borromeus. Robby lahir dirumah sakit itu. Raymond lahir di rumah bersalin Suster Liem di jalan Riau. Saya sibuk mengajar parasitologi. Kemudian menjadi siswa kedokteran. Setahun lagi saya akan selesai. Inikah rencana Yang Maha Esa? Saya menyadari kemampuan saya terbatas. Cita-cita dokter umum tidak serasi. Saya lihat banyak kawan yang bekerja keras mengumpulkan uang, bekerja di rumah sakit dan praktek di rumah. Saya tidak tertarik. Lebih cenderung ke jurusan penelitian ; seperti yang dicontohkan Prof. Lie. Tapi di Indonesia, untuk bekerja di bidang riset perlu biaya besar. Pemerintah RI belum berpikir ke arah itu. Di Eropa atau Amerika lebih banyak kemungkinan. Grace banyak membaca tentang Amerika. Maka kami memutuskan untuk hijrah keluar negeri. Kebetulan Amerika Serikat membuat undang-undang imigrasi baru di tahun 1965. Ditandatangani Presiden Johnson. Undang-undang baru itu membolehkan orang bukan berasal Eropa, untuk imigrasi ke Amerika. Maka kami mengajukan permohonan. Ini diterima tidak terlalu lama lagi. Tapi visa hanya dikeluarkan bila dapat memenuhi satu dari 3 syarat: 1. ada pekerjaan di Amerika, 2. adanya sponsor atau, 3. punya banyak dana sendiri. Kami tidak dapat memenuhi salah satu syarat itu. Harapan terbesar ialah adanya sponsor. Tapi dimana mendapatkannya? Tunggu terjadinya mujizat. Dan Tuhan memberkati kami dengan mukjizat. Kami telah pindah ke Jakarta; siap-siap untuk terbang keluar negeri. Sambil berdoa dan menunggu sponsor. Grace sedang membantu regu kepanduan di Sekolah Internasional. Disana dia bertemu beberapa orang biarawati Amerika dan menanyakan soal sponsor. Tapi mereka tidak dapat membantu. Tiba-tiba ada seorang ibu-ibu Amerika mendekati Grace. “Saya dengar kalian memerlukan sponsor? Bolehkah saya bantu”. Dia menelpon, lalu memberikan Grace sebuah alamat. “Segeralah menjumpai orang ini. Dia sering keluar kota, tapi hari ini ada dirumah”. Grace segera memacu scooternya ke Jalan Gunungsari. Ketemu seorang romo, Father Eugene Lynch dari ordo Montfort. Beliau ditugaskan mengepalai Catholic Charity di Jakarta. Father Lynch mendengarkan kisah Grace, lalu menelpon seorang temannya. “Datanglah ke kedutaan besar Amerika besok siang”. Maka saya dan Grace hadir di Jalan Merdeka Selatan. Tapi dimana Mr Vladimir Gold, yang katanya bersedia membantu. Father Lynch juga datang dan kami menanyakan bagian administrasi. “ Mr Gold sudah datang pagi-pagi dan sudah menanda-tangani semua surat-surat yang diperlukan. Staf kedutaan sekarang sedang mempersiapkan visa kalian”. Hari itu juga kami menerima visa. Sorenya saya ajak keluarga mengunjungi keluarga Gold di kebayoran Baru. Saya tanyakan mereka kenapa membantu kami yang tidak dikenalnya. Ternyata mereka imigran baru dari Hungary. Waktu baru tiba di Amerika banyak orang yang mebantu mereka; juga orang yang tidak dikenal. Inilah caranya untuk membayar kembali. Demikianlah kebaikan seseorang dapat menolong orang lain di kemudian hari. Satu persoalan lain ialah bagaimana membiayai hidup di Amerika nanti? Kami telah mengumpulkan dana untuk karcis kapal terbang dan uang hidup untuk setahun. Maka perlu cepat-cepat bekerja. Saya pelajari majalah-majalah kedokteran Amerika. Rupanya di bidang kesehatan masyarakat lebih banyak kemungkinan mendapatkan pekerjaan. Tapi syarat minimal adalah Master of Public Health. Maka saya melamar kebanyak sekolah public health. Saya diterima di Columbia University School of Public Health di New York City. Tapi saya tidak ingin datang di Amerika dengan visa siswa; nanti sukar mendapat ijin bekerja. Maka harapan tetap mendapatkan sponsor. Dengan memegang visa immigrant, maka saya menabahkan hati untuk melanjutkan petualangan ini. 


6. San Francisco, UCSF: 1966 – 1972
Imigrasi ke Amerika, 1966 - …… Saya tiba di San Francisco 4 Oktober 1966, dan menginap di tempat Prof Lie, lalu meneruskan ke New York City. Disana saya menumpang di apartemen seorang kawan. Waktu menghadap dekan Columbia University School of Public Health, beliau mengatakan kursus itu telah mulai beberapa minggu yang lalu. Tidak dapat disusul, maka diminta kembali semester berikutnya. Berarti nganggur 5 bulan. Lalu saya tilpon Prof Lie. Apakah dapat bekerja dalam lab beliau selama beberapa bulan. Kebetulan dalam grant riset Prof masih ada sedikit uang lebih. Maka saya diterima sebagai lab assistant. Tugas sangat mudah. Tiap hari membantu membersihkan laboratorium dengan beratus-ratus aquarium siput air, mengumpulkan tinja binatang-binatang percobaan. Tugas-tugas ini hanya untuk sementara. Tapi kenyataannya saya bekerja di laboratorium itu sampai 13 tahun lebih. Saya sewa apartemen dekat kampus UCSF, di Ninth Avenue. Dua kamar tidur dengan ruang tamu dan dapur. Jadi perumahan ini jauh lebih baik daripada perumahan kami di Bandung. Gaji saya hanya $ 300,- sebulan, sewa apartement $ 155,- Susu 19 sen satu carton. Roti dan beras sangat murah. Dengan hidup hemat Grace dapat menyisihkan $ 100,- sebulannya. Apartment kami 2 blok dari Golden Gate Park. Waktu weekend saya ajak anak-anak dan Grace ke park. Kami rebah di bawah pohon rindang dan membiarkan anak-anak berlarian mengejar capung dan kupu-kupu. Inikah impian yang dikejar? Mungkin selanjutnya saya akan jadi lab assistant tapi Tuhan punya rencana lain. Saya dapat kabar bahwa UCSF ada graduate program bergabung dengan UC Berkeley. di bidang comparative pathology. Saya diterima, syukurlah UCSF mengizinkan saya bekerja penuh sambil mengikuti kuliah di Berkeley dan San Francisco. Jam kerja saya lunasi dengan bekerja weekend dan malam hari. Kadang-kadang masih teringat waktu pulang dari lab pada tengah malam. Berhenti sebentar pada HSW tingkat 16, melihat kota dan Golden Gate Park dibawah. Dan saya yakin anak-anak aman dalam asuhan ibunya. Juga yang menolong adalah student loan. Di Tahun 1970 saya berhasil mempertahankan tesis saya di hadapan 5 professor dan stafnya. Dan sekarang nama saya masuk dalam grantnya Prof Lie. Pangkat menjadi Assistant Research Parasitologist, gaji juga naik. Inikah tujuan yang diharapkan? Lalu ada godaan lain: International Center for Medical Research and Training. Inilah program yang dimulai pemerintah John Kennedy, untuk memperkenalkan ilmuwan Amerika dengan keadaan ilmu di negara-negara lain. Lima universitas di Amerika ditugaskan memimpin ICMRT untuk daerah masing-masing. UC-ICMRT bekerja sama dengan Institute for Medical Research di Kuala Lumpur. Tiap tahun dipilih 20 ahli-ahli dalam bidang kedokteran dan social dan dibiayai untuk 2 tahun. Staf lokal sekitar 80 orang dan saya ditawari untuk turut program ini. Satu langkah maju lagi. Di tahun 1972 kami sekeluarga pindah ke Kuala Lumpur. 


7. Kuala Lumpur 1: 1972 – 1974 
Saya menyewa rumah di Jalan Kuantan, dekat dengan IMR. Rumah ini ada mesin pendinginnya. Dua wanita Melayu bekerja, satu untuk membersihkan rumah, satu lagi untuk mencuci. Seorang pelayan Tionghoa mengurus dapur dan tukang kebun berasal India. Pekarangan rumah luas. Kami menanam beberapa pohon buah. Juga dibangun lapangan badminton untuk anak-anak. Mereka bersekolah Inggris, dan di antar-jemput dengan bus sekolahan. Saya beli mobil Rover untuk mengangkut keluarga ke toko toko dan kepasar. Grace berlaga sebagai nyonya besar. Dia sering berkumpul dengan ibu-ibu dari berbagai konsulat. Makan tengah hari dan minum teh sorenya. Menjadi anggauta Alliance Francaise dan les bahasa Canton. Juga mulai lagi main piano. Pekerjaan saya menyenangkan. Ini berhubungan dengan keong air, dalam rencana membantu pembasmian penyakit cacing schistosomiasis. Sering saya menjelajah hutan dan kali untuk mempelajari keadaan keong air. Suatu kekuatiran dalam peninjauan itu ialah lintah darat dan air. Mereka menggigit dan menghisap darah tanpa menimbulkan rasa sakit. Tiba-tiba darah merembes keluar pakaian. Menurut cerita staf pernah lintah-lintah kecil masuk kedalam alat kelamin dan perlu dibawa kerumah sakit. Maka sepulangnya dari hutan saya langsung mandi serta memeriksa seluruh badan. Dalam antusiasme penyelidikan, masih ada termasuk ketidak-puasan tentang pelajaran kedokteran. Tiap tahun saya melamar ke banyak fakultas kedokteran. Di Tahun 1974 saya diterima di Fakultas Kedokteran Monash University di Melbourne, Australia. Kami mulai bersiap untuk hidup “down under”. Tapi Tuhan mempunyai rencana lain. Lalu datang telegram dari Prof. John Wellington, associate dean dari UCSF. Beliaulah malaikat penjaga kami. Telegram itu mengabarkan bahwa saya diterima sebagai siswa kedokteran. Grace sangat senang akan kembali tinggal di California Bay Area. 


8. Pacifica: 1974 – 1980
Saya mulai bersekolah lagi. Salah seorang siswa tertua di kelas. Mula-mula agak sulit untuk menyesuaikan diri dengan pelajaran kedokteran Amerika. Pendidikan dasar saya dari Indonesia. Tapi berkat petunjuk Yang Maha Esa akhirnya saya tamat juga jadi MD. Selama bekerja di klinik saya mulai sadar bahwa bakat kedokteran saya sangat terbatas. Saya tidak senang dengan pasien yang banya bicara. Maka setelah dapat MD saya pilih spesialis patologi. Saya ambil residency patologi di Kaiser Hospital San Francisco. Tapi Tuhan tidak mengijinkan jalan saya lancar. Sebelum selesai residency patologi, timbul lagi godaan lain. Waktu itu Resident Coordinator (pimpinan setempat) UCICMRT dipegang Prof Lie. Beliau ingin kembali ke rumahnya di San Francisco. Apakah saya bersedia menggantikan posisinya? Ini berarti kenaikan pangkat dan gajih dan kesempatan untuk meninjau tempat-tempat konperensi ilmiah. Maka setelah berunding dengan keluarga, saya putuskan untuk menerima tugas baru ini. Anak-anak sedang dalam masa genting di sekolah menengah. Kami tidak ingin mengganggu rutine mereka. Maka biarlah mereka tinggal di California dengan Grace dan saya kembali ke Kuala Lumpur. 


9. Kuala Lumpur 2: 1977-1979 
Demikianlah saya kembali ke Kuala Lumpur sebagai Resident Coordinator UC-ICMRT. Dalam golongan ini ada sekitar 20 orang ahli dari berbagai bidang. Ada dokter ahli penyakit dalam, penyakit kusta, virology; ada entomologist, geologist, sociologist, parasitologist. Mereka dibantu oleh staf setempat, kira-kira 80 orang. Tugas saya adalah untuk menyelenggarakan program ini supaya lancar. Saya sendiri ada acara penelitian penyakit cacing, meneruskan penyelidikan Prof. Lie. Saya menyewa apartment dekat IMR. Di Daerah itu banyak restoran dan bilik-bilik jajan. Juga ada bioskop, pasar dan pertokoan. Hari minggu saya pergi ke gereja Katedral, yang berada di dekat Chinatown; kemudian mampir makan bakmi atau babi panggang dan nonton film terbaru dari Shaw Brothers. Hidup berjalan lancar. Saya sering menelpon Grace dan anak-anak, serta menulis surat. Kegiatan riset saya adalah sekitar keong air, meneruskan usaha Prof Lie. Antara lain saya ikut dengan proyek bersama dengan ilmuwan-ilmuwan dan profesor dari Bangkok Institute of Tropical Medicine. Kami menyewa beberapa ladang di daerah Khon Kaen untuk mencoba apakah dapat mempergunakan prinsip antagonisme antara trematode untuk mengatasi schistosomiasis. Dalam ladang itu banyak schistosoma burung. Inilah jadi model kami. Setelah setahun maka kelompok kami menyatakan berhasil. Maka ingin kami melanjutkan penyelidikan ini ke daerah schistosomiasis manusia, misalnya di Mesir. Tapi perlu dana besar. NIH di Washington mempelajari usul riset kami dan menyatakan Setuju. Tapi tidak dapat memberi biaya, karena anggaran belanjanya sedang terbatas. Jadi “ approved, but not funded”. Inilah salah satu kekecewaan saya dalam karier penelitian.. Dan Tuhan memberi saya alasan lain untuk mengubah haluan. Timbul rasa ketidak-puasan. Saya perhatikan ada rekan-rekan yang pulang ke Amerika, akhirnya jadi supir taksi. Mencari nafkah di bidang riset bukan pekerjaan yang stabil. Sebaiknya bekerja di lapangan pelayanan. Maka saya pulang ke California dan menyelesaikan residency patologi. Selesai di tahun 1982, saya dapat pekerjaan sebagai pathology di Veterans Home Yountville, Napa county. Disitu saya bekerja 16 tahun sebagai Chief Pathology Service.


10. Yountville, Veterans Home of California: 1982 – 1998 
Veterans Home of California adalah salah satu penaungan tertua khusus untuk veteran berasal California. Sudah berdiri selama 100 tahun lebih, dan dapat menampung 1200 penghuni. Rumah sakitnya ada sekitar 400 ranjang, dan menampung 5 tingkat pelayanan, termasuk Intensive Care Unit. Beberapa gedung lagi ditinggali veteran yang tidak sakit, termasuk suami-istri. Ruang makan besar, ada ruang berkumpul untuk 1000 orang (belakangan ini disewakan kepada kota Napa untuk pertunjukan-pertunjukkan besar), lapangan olahraga, kolam renang dan lapangan golf. Ada kapela untuk 50 orang, yang siap pakai bergantian oleh macam-macam agama. Laboratorium saya di kelola oleh 10 staf, dan melakukan tes klinik. Juga kami mengerjakan surgical pathology, cytology dan autopsy. Staf kedokteran kira-kira 25 orang; kebanyakan ahli penyakit dalam, tapi ada juga ahli bedah, dokter gigi, dan psikolog. Sebulan sekali saya mengadakan clinical pathological conference untuk membahas kasus penting. Rumah saya 10 menit dari Veterans Home dan saya biasanya pulang makan tengah hari. Yountville mempunyai penduduk sekitar 300 orang, di samping penghuni Veterans Home. Kota ini ditonjolkan sebagai kota wisata di daerah anggur. Banyak anggur berkualitas tinggi disalurkan di sini. Dan ada beberapa kursus untuk pemandu anggur. Grace mengambil salah satu kursus seperti itu. Dengan kesudahan yang hampir mencelakakan. Pada tiap pertemuan kursus itu diharuskan mencicipi 10 macam anggur. Semestinya hanya dikulum, lalu dikeluarkan kedalam tempat tersedia. Tapi Grace menelan semuanya. Maka tidak heran, bila dia pulang saya sudah mendengar suaranya dari jauh. Kursus ini hanya menghasilkan sertifikat. Dalam isengnya Grace mencoba macam-macam usaha: Amway, Mary Kay dan bekerja sebagai loan broker. Kami hidup nyaman. Anak-cucu juga sering menginap. Pagi-pagi menonton balon udara meluncur di atas rumah. Saya berkenalan dengan walikota, kepala kantor pos dan room setempat. Inikah Bab terakhir petualangan kami? Tuhan mempunyai rencana sendiri. Grace didiagnosa kanker kandungan di tahun 1998. Dia mengalami beberapa bedah, radiotherapy, chemotherapy, juga herbal therapy dan acupuncture. Saya memutuskan untuk pensiun dan menemani Grace. Saya temani Grace ke Fuda Hospital di Guangzhou 2 kali. Ini rumah sakit khusus yang melakukan cara pengobatan eksperimental. Dokter-dokter nya di latih di Amerika, Eropa dan Jepang. Mereka mempraktekan cara-cara terbaru dan juga traditional Chinese medicine. Tapi pasien tidak diberi makan. Ada cafetaria besar di tingkat bawah, dan banyak restoran di sekitarnya yang dapat menghantarkan hidangan kekamar. Keluarga di ijinkan tinggal dalam kamar pasien. Kami berada disini 2 kali, sebulan tiap kalinya. Dan ini menyebabkan kami hampir bankrupt. Hospital ini khusus untuk mencari uang dari penduduk daerah Asia. Dan mungkin usaha ini telah dapat memperpanjang usia Grace beberapa bulan.


11. Castro Valley: 1998 - kini
 
Kami kembali ke Castro Valley, dan Grace mulai hospice program. Syukurlah dia diberi kesempatan untuk menyatakan selamat tinggal dengan banyak kawan dan keluarga, melalui telepon dan Internet. Juga banyak kawan menengok di rumah. Sambil membawa makanan dan kami berfoya-foya. Ada teman yang main piano dan kami bernyanyi lagu-lagu zaman dahulu. Grace sangat bersemangat. Kami berterima kasih kepada banyak teman, juga romo-romo, termasuk pastor paroki. Demikianlah perjalanan pulang Grace agak lancar. Di Dalam terakhirnya Grace tidur nyenyak. Anak-cucu mendampingi. Baru pagi hari dia terbangun dan kami bersama mendoakannya. Grace meninggal 27 Februari 2006, setelah berkutat dengan kanker selama 8 tahun Dia sangat merindukan Tuhan dan sekarang kembali keharibaan Yang Maha Esa. Terima kasih Bapa.

IMG_6053.jpg




12. Meneropong kembali
Demikianlah bab mengesankan dalam hidup kami tertutup. Sukar sekali menyesuaikan hidup tanpa Grace. Syukurlah Tuhan Maha Pengasih. Beliau memberi kekuatan dan semangat untuk kami sekeluarga melewati masa sulit ini. Saya curahkan kesedihan saya dalam sebuah buku “Learning to be happy with a partially filled glass” , yang selesai dalam 3 bulan dan dicetak tahun 2006. Kawan-kawan dan keluarga banyak memberi hiburan. Lalu ada macam-macam kegiatan dalam WKICU dan PSI. Dan saya dibolehkan meneruskan pelayanan untuk memuliakan nama Tuhan. Belum lama berselang saya dapat stroke ringan. Maka banyak waktu untuk meneropong jalan hidup saya. Tuhan membolehkan saya 86 tahun lebih, mencicipi kemuliaanNya. Semoga Beliau berkenan akan tingkah laku saya. Segala kegaduhan dan usaha mengumpulkan harta dunia meraih nama , bahkan memupuk hubungan baik dengan keluarga dan sahabat, pada akhirnya hanya memberi kepuasan sementara, dan kesia-siaan. Vanity … all is vanity, seperti dijelaskan Ecclesiastes. Hanya satu hal yang penting : hubungan kita dengan Tuhan. Semoga kalian dan keluargamu dapat menghayati keberadaan Tuhan dalam hidupmu sehari-hari. Semoga kita semua masih diberi waktu tersisa untuk memuliakan Nama Tuhan. 


Dengan salam hangat dalam Kristus, serta doa-doa. 



Hok Kan Lim , Ph.D, MD 

Desember, 2020 

Castro Valley, California 

United States of America 





Read More
Tulisan Romo Redaksi E-Bulletin Tulisan Romo Redaksi E-Bulletin

Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai): Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus

Mengenal Santo Tomas More yang merupakan Santo Pelindung bagi para ahli hukum, saya pun berpikir bahwa masih ada harapan untuk seorang lawyer seperti saya untuk masuk surga.

Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai)

Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus

(My Christmas with the Saints)


S. Hendrianto, SJ


Pengantar

Natal tahun Ini adalah Natal kedua yang saya rayakan sebagai seorang rohaniawan Katolik. Mengingat Natal tahun Ini sangat berbeda dengan Natal - Natal tahun sebelumnya, karena kita semua masih dalam situasi pandemi, maka saya pun mencoba merenungkan dan mengingat kembali pengalaman - pengalaman Natal saya.

Saya tidak besar di keluarga Katolik, meski demikian orang tua saya mengirim saya menempuh pendidikan di SD Katolik. SD tempat saya bersekolah mengambil nama Santa pelindung Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus. Jadi dia adalah orang Kudus pertama yang saya kenal. Sebagai anak yang bersekolah di sekolah Katolik, kita juga harus ikut hadir di misa meski kita tidak mengerti makna misa tersebut. Ketika duduk di kelas V, saya mulai mengenal Santo Fransiskus Xaverius sebagai orang pertama yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, saya mengikuti program katekumen di sekolah dan kemudian di baptis.

Sejak mengikuti program Katekumen dan setelah dibaptis, saya pun mulai merayakan Natal di Gereja tempat saya dibaptis, yaitu Gereja Santo Petrus. Karena di rumah kita tidak merayakan Natal, maka pengalaman saya hanya terbatas di Gereja dan sekolah saja. Meski demikian saya percaya bahwa pengalaman Natal saya tidak kalah meriahnya dengan teman - teman saya yang berasal dari Keluarga Katolik, karena saya merayakan Natal bersama orang - orang kudus, Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo dan Santa Pelindung Kaum Misionaris dan juga Santo Petrus.

Magic-Christmas.jpg

Ketika duduk di bangku SMA, saya tentu sudah lebih sering merayakan Natal. Saya masih ingat dalam salah satu perayaan Natal di SMA, para panitia malah sibuk memutar lagu Black or White dari Michael Jackson yang sedang ngepop saat itu. Dalam hati saya berpikir, apakah saya benar - benar merayakan Natal karena sama sekali tidak terdengar lagu Natal. Meski demikian saya percaya bahwa Santo Yosef, sebagai Santo pelindung SMA saya ikut hadir di tengah - tengah kami dan saya bisa merasakan kehadiran dia dan merayakan bersama ayah duniawi Yesus.

Setelah saya pindah ke Yogya dan duduk di bangku kuliah, saya rutin Ikut misa hari Minggu di Kapel Sanatha Dharma. Meski saya tidak kuliah di Santha Dharma, tapi karena saya tinggal tidak jauh dari kampus Santha Dharma, saya pun sering misa ke Kapel Santo Bellarminus. Selama lima tahun lebih tinggal di Yogya saya mempunyai banyak kenangan indah dalam merayakan perayaan ekaristi di Kapel tersebut, khususnya pada hari Natal. Di Kapel tersebut juga saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pas Misa Natal.

Mengingat kembali pengalaman Natal saya di kapel Sanatha Dharma, saya juga yakin bahwa saya merayakan Natal bersama orang - orang Kudus, khususnya Santo Robertus Bellarminus sebagai penlindung Kapel dan juga orang kudus lainnya dari Serikat Yesus, yaitu Santo Bernardus Realino. Pada awalnya saya tidak tahu bahwa Realino adalah nama seorang Santo. Saya cuma tahu bahwa Asrama Mahasiswa Realino adalah rumah bagi mahasiswa, khusus laki - laki, yang cukup terpandang di Yogyakarta. Asrama Itu sendiri telah ditutup sekitar tahun 1990, dua tahun sebelum saya tiba di Yogja. Ketika saya tiba di Yogya, yang tersisa hanyalah Lembaga Studi Realino. Baru belakangan saya tahu bahwa Santo Bernardus Realino adalah seorang pengacara dan bekerja di pemerintahan kota di Napels sebelum masuk Serikat Yesus pada tanggal 13 October 1564. Ketika Itu saya sedang duduk di bangku Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, dan saya percaya bahwa Santo Bernardus Realino telah berdoa buat saya jauh - jauh hari dan akan terus berdoa buat saya.

Akan tetapi menjelang akhir masa kuliah saya di Yogya, saya pun mulai meninggalkan Gereja, karena berbagai macam alasan yang membuat Iman saya terguncang. Setelah Itu saya pun tidak pernah lagi merayakan Natal sampai pada akirnya setelah saya pindah ke Jakarta, saya kembali ke Gereja pada awalnya hanya karena ajakan mantan pacar saya. Mulai lah saya merayakan Natal di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Di Angkat ke Surga yang kebetulan juga di ampu oleh para Romo Serikat Yesus. Jadi disini saya mendapat kesempatan merayakan Natal bersama Santa Perawan Maria sendiri. Setelah berminggu - minggu ke Gereja, hati saya pun mulai tersentuh kembali dan mulai kembali ke Gereja dengan kemauan saya sendiri dan bukan karena pacar saya.

Di Gereja Katedral juga pertama kali saya mendengar nama Santo Tomas More dari seorang Romo Yesuit yang berkhotbah tentang Santo yang mati demi membela Gereja Katolik karena dia menolak mendukung Raja Henry VIII yang Ingin memisahkan diri dari Gereja Katolik. Mengenal Santo Tomas More yang merupakan Santo Pelindung bagi para ahli hukum, saya pun berpikir bahwa masih ada harapan untuk seorang lawyer seperti saya untuk masuk surga.

feast with the saints.jpg

Setelah saya pindah ke Amerika Serikat, khususnya di Seattle, rumah spiritual saya adalah University of Washington Catholic Newman Center. Di sini lah saya pengalaman spiritual saya mulai tumbuh lebih mendalam dan kemudian akhirnya benih panggilan tumbuh. Selama kurang lebih lima tahun tinggal di Seattle, saya selalu merayakan Natal di Newman Center, yang mana saya percaya bahwa saya merayakan besama Santo John Henry Cardinal Newman sebagai santo pelindung Newman Center.

Pada suatu hari, setelah misa Natal di Newman Center, ada seorang mahasiswa dari South Korea yang mengatakan saya, mengapa kamu datang sendirian ke Gereja malam ini. Mengapa kamu tidak datang bersama keluargamu? Dalam hati saya berpikir aneh juga pertanyaan orang Ini, akan tetapi mungkin dia berpikir bahwa teman - teman dari Mudika Seattle yang sering bersama saya ke Newman adalah anggota keluarga saya. Mungkin malam Itu saya datang sendirian, tapi saya yakin para orang Kudus Ikut hadir dan merayakan Natal bersama saya.

Tahun 2008, saya menyelesaikan studi doktoral saya dan mempertahan disertasi saya pada tanggal 14 November, yang merupakan peringatan Santo Yosef Pignateli, SJ, seorang Santo dari Serikat Yesus. Santo Yosef Pignatelli, adalah pemimpin Serikat Yesus selama masa Serikat Yesus di bubarkan oleh Paus dan para Imam Yesuit harus hidup di pembuangan. Saya juga yakin bahwa dia telah berdoa untuk saya jauh sebelum saya menyelsaikan program doktoral dan akan terus berdoa untuk saya dalam perjalanan hidup saya. Jadi di Natal tahun 2008, saya mendapatkan seorang teman baru dalam merayakan Natal yaitu Santo Yosef Pignatelli, SJ.

Selama tinggal di Seattle, saya pun mulai merenunggkan panggilan menjadi seorang Imam dan puncaknya. Mengapa saya akhirnya memutuskan masuk Serikat Yesus karena saya pun tersadar setelah melihat ke belakang persentuhan saya dengan para Romo Yesuit di Indonesia, baik mulai dari masa saya di Yogya dan kemudian pindah ke Jakarta. Di tambah lagi dengan dukungan para orang - orang Kudus Serikat Yesus yang telah saya kenal selama hidup saya.

Setelah masuk ke Novitatie Serikat Yesus dan menjalani proses formasi, saya terus merasakan kedekatan dengan para orang Kudus. Di Novitiate, tentu saya kembali merayakan Natal bersama Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo Pelindung Novitate. Setelah mengucapkan kaul pertama dan melanjutkan studi Filsafat di Chicago, saya semakin dekat dengan Santo Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus karena saya merasakan pengalaman yang sama dengan beliau. Santo Ignatius harus belajar bahasa Latin bersama para anak - anak, sementara saya harus belajar filsafat bersama para anak - anak undergraduate. Selama dua tahun tinggal di Chicago, saya pun merayakan Natal bersama Santo Ignatius.

Selama Tahun Orientasi Kerasulan di Santa Clara University, saya banyak mengalami kesulitan dan saya harus sering berdoa kepada orang - orang kudus lainnya meminta pertolongan seperti misalnya Santa Clara dari Asisi dan juga Santa Teresia Benedikta Salib, atau yang lebih dikenal dengan nama Santa Edith Stein. Selama Tahun Orientasi Pastoral di Boston, saya tinggal di komunitas Santo Petrus Faber, dan sebagai seorang pendiri Serikat Yesus, saya juga yakin bahwa dia banyak berdoa buat saya di tengah banyaknya kesulitan yang saya hadapi.

Melihat perjalanan hidup saya, banyak orang yang mungkin tidak percaya bahwa orang seperti saya bisa menjadi seorang Romo. Saya sendiri juga terkadang tidak percaya karena begitu banyaknya kesulitan yang saya harus hadapi dalam perjalanan hidup saya, khsusunya dalam masa formasi sebagai seorang Yesuit. Akan tetapi saya pikir saya punya banyak teman yang membantu, yaitu para orang - orang Kudus yang terus mendoakan saya. Melihat ke belakang, bahwa sebenarnya begitu banyak keajaiban - keajaiban Natal dalam hidup saya, khsusnya bagaimana para orang Kudus membantu saya dalam kehidupan saya.

Setelah tahbisan Imamat saya pada tahun 2019, saya kembali ke Indonesia dan merayakan misa syukur di berbagai tempat, dan salah satunya adalah Kapel Santo Bellarminus di Universitas Sanatha Dharma. Terlampir di bawah ini adalah homili saya pada misa syukur di Kapel Santo Bellarminus yang bisa sedikit menggambarkan perjalanan saya bersama orang Kudus.


(Homily Romo Stefanus Hendrianto, SJ pada misa syukur di Kapel Santo Robertus Bellarminus, Universitas Sanatha Dharma, 28 Juli, 2019)

Saudara - saudari yang terkasih dalam Kristus,

Hari ini adalah hari yang berbahagia sekali buat saya karena saya bisa merayakan misa di Kapel yang merupakan tempat awal panggilan saya. Lebih dari 25 tahun yang lalu saya menghabiskan hari - hari saya di Kapel Ini, khsususnya untuk merayakan misa hari Minggu dan hari - hari suci lainnya, mulai Paskah sampai Natal. Di Kapel ini saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pada hari Natal. Saya masih Ingat bagaimana penampilan koor mahasiswa Sanatha Dharma begitu memukau malam itu, sampai - sampai almarhum Romo Giles Gilarso, SJ yang memimpin misa Natal juga tercengang mendengar lagu - lagu Natal yang diperdengarkan malam itu. Di kapel ini lah saya pertama kali bertemu dengan para Romo Yesuit. Meskipun saya tidak mengenal dekat para Romo Yesuit tersebut, mereka meninggalkan kesan mendalam pada saya, yang di kemudian hari tanpa saya sadari mempengaruhi saya untuk menjadi Imam Yesuit.

Di Kapel Ini juga saya mengenal dua orang Santo dari Serikat Yesus, yaitu Santo Robertus Bellarminus dan Santo Bernardus Realino. Saya percaya kedua orang kudus dari Serikat Yesus ini telah mendoakan saya sejak saya mahasiswa miskin dan kere di Yogya dan mereka terus mendoakan saya dalam perjalanan hidup saya ke depan. Saya juga pecaya bahwa kedua orang Kudus ini telah mendoakan saya sehingga saya menjadi seorang Romo Yesuit.

Dalam bacaan Injil, Tuhan berkata kepada Abraham, jika kudapati lima puluh orang benar dalam Kota Sodom, maka aku akan mengampuni seluruh kota tersebut dan tidak membinasakannya. Tuhan dan Abraham mencoba tawar – menawar, sampai akhirnya Tuhan berkata sekiranya ku dapati 10 orang benar di sana, aku takkan memusnahkannya. Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita masing – masing bisa menemukan 10 orang saleh, kudus atau orang benar.

Mungkin sulit bagi kita untuk menemukan orang kudus dari teman – teman kita sendiri atau lingkungan sekitar kita. Akan tetapi sebenarnya ada kontradiksi dalam kehidupan ini. Kita merasa sulit untuk menemukan orang - orang kudus dalam kehidupan kita, akan tetapi kalau kita menemukan sesorang yang hidup saleh atau hidup suci, kita cenderung mentertawakan atau mencemoohkan orang tersebut. Sebagai contoh, ketika saya masih mahasiswa dulu saya tinggal di daerah Demangan Kidul, akan saya sering menghabiskan waktu di daerah Mrican, khususnya di tempat kost saudara sepupu saya yang tinggal di dekat kampus Sanatha Dharma ini. Di rumah kost tersebut ada seorang anak yang saleh dan rajin berdoa; teman ini rajin mengikuti misa harian di Kapel Santo Bellarminus. Ironisnya kita justru mentertawakan atau mencemoohkan teman yang rajin berdoa ini. Yang menarik adalah teman ini kemudian masuk Serikat Yesus dan saya bertemu lagi dengan dia sepuluh tahun kemudian ketika dia sudah hampir ditahbiskan dan saya sendiri baru sedang akan masuk Novisiat Serikat Yesus.

Kalau kita sadar bahwa menjadi orang kudus adalah panggilan kita semua, tentu kita tidak akan kesulitan mencari orang - orang Kudus di sekitar kita. Kita semua dipanggil untuk menjadi orang kudus dan perlu kita sadari bahwa kehidupan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo dan Suster, tapi juga untuk kalian semua.

Salah satu sarana yang bisa kita pergunakan untuk menjadi orang kudus telah diberikan oleh Gereja, yaitu melalui Sakramen pengampunan dosa. Orang Katolik yang rajin mengaku dosa dan menerima komuni bisa memulai proses panjang untuk menjadi orang kudus. Rahmat yang kita terima dari Sakramen pengakuan dosa bisa membuka mata kita untuk melihat bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang disi oleh para pendosa, orang - orang yang lemah dan mudah tergoda, orang - orang yang telah lari jauh dari Tuhan, dan orang - orang yang telah kehilangan arah dan tujuan. Akan tetapi Tuhan selalu menawarkan pengampunan yang tanpa batas. Melalui pengampunan Tuhan tersebut kita semua bisa menjadi orang kudus.

Leon Bloy, seorang pujangga dan penulis dari Perancis pernah menulis, "kesedihan utama, kegagalan utama, dan tragedy utama dalam kehidupan ini adalah tidak menjadi orang Kudus." Dalam hidupnya Bloy mempunyai dua orang anak murid yang dia kasihi yaitu Raïssa Oumançoff and Jacques Maritain. Ketika Itu Raissa dan Jacques adalah mahasiswa di Sorbone University di Paris, dan tempat mereka kuliah tidak lebih dari padang kering dan tandus dalam kehidupan rohani. Karena mereka merasa kering dalam hidupnya, mereka memutuskan untuk memberi tengat waktu satu tahun untuk menemukan arti kehidupan. Kalau mereka gagal menemukan makna kehidupan, maka mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Pada saat yang sama mereka mendengar dari teman - teman tentang sosok Leon Bloy, dan teman - teman mereka menganjurkan Raissa dan Jacques bertemu orang tua yang aneh ini. Mereka pun akhirnya bertemu langsung pada tahun 1905; di sosok Leon Bloy, Raissa dan Jacques menemukan sosok manusia yang belum pernah mereka temui. Bloy adalah sosok yang begitu haus dan lapar akan sang Maha Kuasa. Pada saat yang sama Bloy mendoakan agar kedua anak muda ini bisa menjadi orang Kudus. Sejarah mencatat bahwa Jacques Maritains dengan dukungan Raissa akhirnya berpengaruh besar terhadap gereja Katolik, khususnya Konsili Vatikan II.

Di Bacaan injil, hari ini Yesus berkata, mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapatkan, ketuklah maka pintu akan dibukakan. Ini adalah undangan bagi kita untuk berdoa agar kita bisa menjadi orang Kudus, dan juga kita perlu mendoakan orang - orang di sekitar kita untuk bisa menjadi orang Kudus. Sebagian dari kita mungkin sudah pernah mendengar cerita Santo Ignatius dari Loyola dan Santo Fransiskus Xavier. Ketika mereka masih mahasiwa di Universtas Paris, Fransiskus selalu memandang sebelah mata Ignatius yang lebih tua dan kelihatan ketinggalan jaman. Sementara Ignatius terus berusaha meyakinkan teman mudanya untuk mengikuti Latihan Rohani. Ignatius pun terus berdoa agar teman mudanya ini bisa menjadi orang kudus. Sampai pada akhirnya doa Ignatius terkabul dan Fransiskus Xaverius pun bersedia melakukan Latihan Rohani dan kemudian menjadi seorang misionaris yang menyebarkan agama Katolik ke berbagai penjuru muka bumi.

Mengapa saya saat ini bisa menjadi seorang Romo juga tidak lepas dari doa berbagai pihak, mulai dari Ibu saya sampai teman - teman saya, dan khususnya para Kudus di surga. Di tahun terakhir saya tinggal di Yogya, saya mulai kehilangan pegangan iman dan perlahan lahan meninggalkan Gereja. Ketika pindah ke Jakarta setelah saya lulus dari Fakultas Hukum UGM, saya bertemu dengan seorang teman SMA saya di Jakarta. Ketika itu kita bertemu di Mac Donald di Gadjah Mada Plaza. Saya pun ketika itu langsung memesan burger, sementara teman saya itu mengatakan dia tidak akan pesan apa - apa karena hari itu adalah hari Jumat, yang merupakan hari puasa dan pantang bagi umat Katolik. Saya sedikit merasa aneh bin salah tingkah karena tidak sadar bahwa hari itu adalah hari Jumat pada masa PraPaskah. Akan tetapi setelah itu saya terus menjalani kehidupan yang jauh dari Gereja. Sementara teman saya ini hanya bisa mendoakan orang seperti saya untuk bisa kembali ke jalan yang benar. Doa orang - orang di sekitar saya pun akhirnya terkabul ketika saya merasa terpanggil untuk kembali ke Gereja dan akhirnya memutuskan untuk masuk Serikat Yesus.

Saya baru di tahbiskan 50 hari yang lalu, jadi perjalanan saya masih panjang dan oleh karena itu saya meminta tolong agar kalian semua terus mendoakan saya untuk menjadi seorang Romo yang kudus. Akan tetapi sekali lagi panggilan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo. Oleh karena itu marilah kita semua agar berdoa untuk satu sama lain, agar diri kita sendiri, teman kita, saudara – saudara, anak masing masing agar bisa menjadi orang Kudus.

 
Read More
Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin

Acara Natal Online WKICU - 25 Desember 2020

Mari kita melihat bersama rekaman ‘Acara’ online setelah Misa Natal WKICU…

Tahun ini, 2020, hampir seluruh dunia merasakan yang tidak pernah dialami tahun-tahun sebelumnya, yang berdampak pula di Natal 2020.
Begitu pula dengan Natal WKICU, tidak ada ramah tamah di San Leanders maupun di St. Justin. Tetapi, dengan rahmat Tuhan kita yang selalu bermurah hati, kita dapat menyelenggarakan ‘acara’ online sederhana ini setelah Misa Natal pada tanggal 25 Desember 2020.


Untuk umat yang tidak ‘hadir’ saat acara ini ditayangkan, dapat menikmati rekaman nya. Mudah-mudahan ini menjadi sejarah tak terlupakan untuk kita semua, dan mari kita semua berdoa semoga kita dapat berkumpul kembali sebagai satu komunitas di Natal yang akan datang.

Untuk melihat rekaman acara tersebut, umat bisa klik video di bawah ini atau klik link ini.

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Kado Natal 

Tiap kali dalam masa menjelang Natal, ada sebuah kesadaran yang selalu muncul dalam batinku. Kado apa yang layak kubawa ke hadapan Yesus. Seperti juga malam ini, diam-diam kutanya “Yesus, hadiah apa yang layak kubawa untukmu ?”

Masa menjelang Natal selalu terasa istimewa, ada sebuah kesadaran yang selalu muncul dalam batinku. Kado apa yang bisa kubawa ke hadapan Yesus yang kelahiranNya selalu dirayakan setiap tahun oleh semua bangsa yang hidup di seluruh pelosok dunia ini. Kemudian tanyaku pula, apakah di Natal tahun ini Yesus menemukanku sebagai pribadi yang lebih baik dari tahun kemarin, sudah lebih religiuskah aku sekarang, lebih akrabkah hubunganku dengan Dia. Lagi, apa kira-kira yang Yesus ingin aku perbuat, apa yang harus kuperbaiki, apa saja kekurangan dan kesalahan yang harus kutinggalkan. Hatiku bertanya, bagaimana agar menyenangkan hati Yesus, yang adalah Tuhan. Hatiku bertanya “Yesus, apa yang layak kupersembahkan ?”. Aku tidak berpikir akan menerima kado apa di hari Natal, tetapi kado Natal seperti apa yang bisa kuberikan.

Seperti juga malam ini, diam-diam kutanya “Yesus, hadiah apa yang layak kubawa untukmu ?”.
Yesus, emas aku tak punya,
tabunganku pun engkau tahu tak seberapa.
Dan membantu orang lain, hampir aku tak pernah bisa karena waktuku habis untuk kerja.
Yesus, talentaku tak seberapa,
suaraku tak cukup bagus untuk menyanyi di gereja,
dan memainkan alat musik pun aku tak bisa.

hati.jpg

Hening......,
hati ini tak lagi bersuara,
Yesus juga tak berkata-kata.

Oh …. sejurus kemudian aku ingat,...
Dulu sebelum Yesus lahir...
bukankah Allah Bapa ingin jalan jalan diluruskan bagiNya ?.

DiutusNya seorang Yohanes pembaptis yang berseru-seru dengan suaranya yang lantang. Diserukannya pertobatan tanpa henti tanpa bosan ke semua orang. Apa yang diserukan oleh seorang Yohanes Pembaptis, pasti hakikatnya adalah suara Allah Bapa. Seruan Yohanes Pembaptis pasti adalah seruan Roh Kudus. Dan apa yang diserukannya tidak lain dan tidak bukan, adalah pertobatan. Pertobatanlah yang diharapkan Tuhan.
And I can not be an exception, Tuhan mau aku bertobat. 

Maka kupusatkan pikiranku kepada arti sebuah pertobatan.
Rasa-rasanya aku sudah sering bertobat lewat sakramen pengakuan dosa. Namun sepertinya,  aku selalu mengulangi dosa-dosa yang itu itu saja. Lalu aku selalu menyesali dosa-dosa itu, mengaku dosa, dan berjanji tidak akan berbuat dosa lagi.
Tetapi kemudian aku akan jatuh lagi, dalam dosa dan kesalahan yang itu itu lagi.
Aku lalu menyadarinya, dan mengaku dosa lagi.
Selalu begitu, berulang-ulang seterusnya.
Mungkin di dunia ini bukan hanya aku saja yang mengalami seperti ini.
Tetapi,… “Why ?”. Tanyaku.

Mungkinkah aku struggling dengan imanku akan Kristus Yesus?. Apakah imanku lemah dan aku kurang percaya kepada Tuhan ?.
Bukan, bukan itu. Kita tahu bahwa iman kita akan Tuhan Yesus Kristus adalah iman yang sejati yang tidak akan goyah ‘sepanjang hayat masih di kandung badan’. Jadi, apa yang salah ?, di mana letak masalahnya ?.

Lama ku termenung,... 
Dan ternyata.. kuncinya terletak pada hati kita yang tidak pernah betul-betul bertobat. Orang Londo bilang it is because we’ve never met the conditions of full repentance. Kita belum mengalami sebuah pertobatan hati yang mendalam, pertobatan yang sejati, the change of heart.

Apa itu a full repentance? 
Repentance dalam bahasa Yunani (Greek) di perjanjian baru berarti ‘to change your mind’, to change the way you think. Kalau selama ini cara hidup saya tertuju untuk memenuhi kebutuhan hidupku dan memuaskan keinginanku sendiri, maka saya ubah. Saya akan hidup untuk memuliakan dan menyenangkan hati Yesus, Juru Selamatku. Ini adalah suatu keputusan, bukan soal emosi. It is a decision, not an emotion.
Jadi bisa saja seseorang memutuskan untuk bertobat tanpa melibatkan atau memperlihatkan perubahan emosinya (baik ke diri sendiri ataupun kepada orang lain). Tetapi pertobatan tidak mungkin terjadi tanpa ada perubahan kehendak (a change of your will).

Dan dalam bahasa Ibrani (Hebrew) di perjanjian lama berarti “to turn around”. Kalau selama ini saya menjauhi & membelakangi Allah, maka sekarang saya membalik arah, wajah dan hidupku 180 derajat kepada Allah yang maha pengasih. Bapa, inilah aku, katakanlah apa yang harus kuperbuat, apapun, dan aku akan melakukannya.

Gabungkanlah kedua arti pertobatan di atas, maka kita akan melihat gambaran yang sempurna akan sebuah pertobatan yang sejati. Iman hanya akan datang lewat pertobatan. Pertobatan membuahkan iman. Alkitab berkata “Bertobatlah dan percaya kepada Injil” kata Yesus dalam Mrk 1:12-15.

Kisah The Prodigal Son (Lukas 15) adalah contoh yang baik akan sebuah pertobatan yang sejati. Ada moment of truth ketika sang anak menyadari semua kesalahannya, menyesal, dan mengambil keputusan untuk kembali ke rumah Bapa. Pertobatan bukanlah perkara emosi, melainkan adalah perkara kehendak hati. Pertobatan bukan lahir dari sebuah emosi atau perasaan, tetapi lahir dari kehendak dan komitmen hati yang sungguh-sungguh mau berubah.

Kalau kita bisa menyentuh hati seseorang dan mengarahkan kehendak bebasnya untuk bertobat, maka pertobatan itu akan mengarah kepada sebuah pertobatan yang permanen, yang sejati. Itulah Full Repentance.

Banyak orang kristen yang ingin sungguh-sungguh berubah dan tidak ingin mengulangi dosa-dosa mereka, tetapi teramat sering niat dan perubahan hati itu tidak permanen, tidak bertahan lama. Misalkan setelah mendengarkan khotbah atau mengikuti acara rohani,.. banyak orang yang akan merasakan dorongan untuk bertobat, merasa iman dan harapannya diteguhkan, merasa diampuni dosanya, diringankan beban hidupnya, dan hubungannya dengan Tuhan diperbaiki. Mereka mendapatkan emotional experience dan merasa wonderful, excited untuk beberapa waktu, entah itu sehari, seminggu, bahkan bertahan sebulan atau lebih. Tetapi pada akhirnya, mereka pelan-pelan mulai kehilangan semuanya itu, mengapa ? karena sesungguhnya kehendak bebas mereka belum tersentuh. Ini persis seperti yang aku alami selama ini; seringkali jatuh dalam dosa-dosa yang sama. Jelas ini bukan a Full Repentance.

Maka seperti the Prodigal Son yang rindu rangkulan dan pengampunan ayahnya; aku juga rindu akan pengampunan dan penerimaan kembali seorang Bapa atas anakNya. Aku rindu untuk mengalami pertobatan hati yang bukan sekedar menentramkan perasaanku saja, tetapi juga mengubah jiwa dan ragaku secara utuh dan sepenuhnya didasarkan akan cinta yang tulus kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pertobatanku tidak boleh sebatas demi rasa damai & rasa nyaman yang sementara, namun haruslah pertobatan itu permanen dan sungguh pantas menjadi kado Natal terbaik yang bisa kupersembahkan untuk Yesus. Aku ingin lahir baru bagi Yesus, karena bukankah Yesus telah lebih dahulu rela lahir bagiku ?.

Selamat Natal 2020,
Mari dengan rendah hati kita masing-masing mempersembahkan kado Natal yang terbaik untuk Yesus. Semoga pertobatan kita berkenan bagiNya. Amin.

Bay Area, Desember 2020.

Read More