Kado Natal
Masa menjelang Natal selalu terasa istimewa, ada sebuah kesadaran yang selalu muncul dalam batinku. Kado apa yang bisa kubawa ke hadapan Yesus yang kelahiranNya selalu dirayakan setiap tahun oleh semua bangsa yang hidup di seluruh pelosok dunia ini. Kemudian tanyaku pula, apakah di Natal tahun ini Yesus menemukanku sebagai pribadi yang lebih baik dari tahun kemarin, sudah lebih religiuskah aku sekarang, lebih akrabkah hubunganku dengan Dia. Lagi, apa kira-kira yang Yesus ingin aku perbuat, apa yang harus kuperbaiki, apa saja kekurangan dan kesalahan yang harus kutinggalkan. Hatiku bertanya, bagaimana agar menyenangkan hati Yesus, yang adalah Tuhan. Hatiku bertanya “Yesus, apa yang layak kupersembahkan ?”. Aku tidak berpikir akan menerima kado apa di hari Natal, tetapi kado Natal seperti apa yang bisa kuberikan.
Seperti juga malam ini, diam-diam kutanya “Yesus, hadiah apa yang layak kubawa untukmu ?”.
Yesus, emas aku tak punya,
tabunganku pun engkau tahu tak seberapa.
Dan membantu orang lain, hampir aku tak pernah bisa karena waktuku habis untuk kerja.
Yesus, talentaku tak seberapa,
suaraku tak cukup bagus untuk menyanyi di gereja,
dan memainkan alat musik pun aku tak bisa.
Hening......,
hati ini tak lagi bersuara,
Yesus juga tak berkata-kata.
Oh …. sejurus kemudian aku ingat,...
Dulu sebelum Yesus lahir...
bukankah Allah Bapa ingin jalan jalan diluruskan bagiNya ?.
DiutusNya seorang Yohanes pembaptis yang berseru-seru dengan suaranya yang lantang. Diserukannya pertobatan tanpa henti tanpa bosan ke semua orang. Apa yang diserukan oleh seorang Yohanes Pembaptis, pasti hakikatnya adalah suara Allah Bapa. Seruan Yohanes Pembaptis pasti adalah seruan Roh Kudus. Dan apa yang diserukannya tidak lain dan tidak bukan, adalah pertobatan. Pertobatanlah yang diharapkan Tuhan.
And I can not be an exception, Tuhan mau aku bertobat.
Maka kupusatkan pikiranku kepada arti sebuah pertobatan.
Rasa-rasanya aku sudah sering bertobat lewat sakramen pengakuan dosa. Namun sepertinya, aku selalu mengulangi dosa-dosa yang itu itu saja. Lalu aku selalu menyesali dosa-dosa itu, mengaku dosa, dan berjanji tidak akan berbuat dosa lagi.
Tetapi kemudian aku akan jatuh lagi, dalam dosa dan kesalahan yang itu itu lagi.
Aku lalu menyadarinya, dan mengaku dosa lagi.
Selalu begitu, berulang-ulang seterusnya.
Mungkin di dunia ini bukan hanya aku saja yang mengalami seperti ini.
Tetapi,… “Why ?”. Tanyaku.
Mungkinkah aku struggling dengan imanku akan Kristus Yesus?. Apakah imanku lemah dan aku kurang percaya kepada Tuhan ?.
Bukan, bukan itu. Kita tahu bahwa iman kita akan Tuhan Yesus Kristus adalah iman yang sejati yang tidak akan goyah ‘sepanjang hayat masih di kandung badan’. Jadi, apa yang salah ?, di mana letak masalahnya ?.
Lama ku termenung,...
Dan ternyata.. kuncinya terletak pada hati kita yang tidak pernah betul-betul bertobat. Orang Londo bilang it is because we’ve never met the conditions of full repentance. Kita belum mengalami sebuah pertobatan hati yang mendalam, pertobatan yang sejati, the change of heart.
Apa itu a full repentance?
Repentance dalam bahasa Yunani (Greek) di perjanjian baru berarti ‘to change your mind’, to change the way you think. Kalau selama ini cara hidup saya tertuju untuk memenuhi kebutuhan hidupku dan memuaskan keinginanku sendiri, maka saya ubah. Saya akan hidup untuk memuliakan dan menyenangkan hati Yesus, Juru Selamatku. Ini adalah suatu keputusan, bukan soal emosi. It is a decision, not an emotion.
Jadi bisa saja seseorang memutuskan untuk bertobat tanpa melibatkan atau memperlihatkan perubahan emosinya (baik ke diri sendiri ataupun kepada orang lain). Tetapi pertobatan tidak mungkin terjadi tanpa ada perubahan kehendak (a change of your will).
Dan dalam bahasa Ibrani (Hebrew) di perjanjian lama berarti “to turn around”. Kalau selama ini saya menjauhi & membelakangi Allah, maka sekarang saya membalik arah, wajah dan hidupku 180 derajat kepada Allah yang maha pengasih. Bapa, inilah aku, katakanlah apa yang harus kuperbuat, apapun, dan aku akan melakukannya.
Gabungkanlah kedua arti pertobatan di atas, maka kita akan melihat gambaran yang sempurna akan sebuah pertobatan yang sejati. Iman hanya akan datang lewat pertobatan. Pertobatan membuahkan iman. Alkitab berkata “Bertobatlah dan percaya kepada Injil” kata Yesus dalam Mrk 1:12-15.
Kisah The Prodigal Son (Lukas 15) adalah contoh yang baik akan sebuah pertobatan yang sejati. Ada moment of truth ketika sang anak menyadari semua kesalahannya, menyesal, dan mengambil keputusan untuk kembali ke rumah Bapa. Pertobatan bukanlah perkara emosi, melainkan adalah perkara kehendak hati. Pertobatan bukan lahir dari sebuah emosi atau perasaan, tetapi lahir dari kehendak dan komitmen hati yang sungguh-sungguh mau berubah.
Kalau kita bisa menyentuh hati seseorang dan mengarahkan kehendak bebasnya untuk bertobat, maka pertobatan itu akan mengarah kepada sebuah pertobatan yang permanen, yang sejati. Itulah Full Repentance.
Banyak orang kristen yang ingin sungguh-sungguh berubah dan tidak ingin mengulangi dosa-dosa mereka, tetapi teramat sering niat dan perubahan hati itu tidak permanen, tidak bertahan lama. Misalkan setelah mendengarkan khotbah atau mengikuti acara rohani,.. banyak orang yang akan merasakan dorongan untuk bertobat, merasa iman dan harapannya diteguhkan, merasa diampuni dosanya, diringankan beban hidupnya, dan hubungannya dengan Tuhan diperbaiki. Mereka mendapatkan emotional experience dan merasa wonderful, excited untuk beberapa waktu, entah itu sehari, seminggu, bahkan bertahan sebulan atau lebih. Tetapi pada akhirnya, mereka pelan-pelan mulai kehilangan semuanya itu, mengapa ? karena sesungguhnya kehendak bebas mereka belum tersentuh. Ini persis seperti yang aku alami selama ini; seringkali jatuh dalam dosa-dosa yang sama. Jelas ini bukan a Full Repentance.
Maka seperti the Prodigal Son yang rindu rangkulan dan pengampunan ayahnya; aku juga rindu akan pengampunan dan penerimaan kembali seorang Bapa atas anakNya. Aku rindu untuk mengalami pertobatan hati yang bukan sekedar menentramkan perasaanku saja, tetapi juga mengubah jiwa dan ragaku secara utuh dan sepenuhnya didasarkan akan cinta yang tulus kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pertobatanku tidak boleh sebatas demi rasa damai & rasa nyaman yang sementara, namun haruslah pertobatan itu permanen dan sungguh pantas menjadi kado Natal terbaik yang bisa kupersembahkan untuk Yesus. Aku ingin lahir baru bagi Yesus, karena bukankah Yesus telah lebih dahulu rela lahir bagiku ?.
Selamat Natal 2020,
Mari dengan rendah hati kita masing-masing mempersembahkan kado Natal yang terbaik untuk Yesus. Semoga pertobatan kita berkenan bagiNya. Amin.
Bay Area, Desember 2020.