Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai): Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus

Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai)

Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus

(My Christmas with the Saints)


S. Hendrianto, SJ


Pengantar

Natal tahun Ini adalah Natal kedua yang saya rayakan sebagai seorang rohaniawan Katolik. Mengingat Natal tahun Ini sangat berbeda dengan Natal - Natal tahun sebelumnya, karena kita semua masih dalam situasi pandemi, maka saya pun mencoba merenungkan dan mengingat kembali pengalaman - pengalaman Natal saya.

Saya tidak besar di keluarga Katolik, meski demikian orang tua saya mengirim saya menempuh pendidikan di SD Katolik. SD tempat saya bersekolah mengambil nama Santa pelindung Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus. Jadi dia adalah orang Kudus pertama yang saya kenal. Sebagai anak yang bersekolah di sekolah Katolik, kita juga harus ikut hadir di misa meski kita tidak mengerti makna misa tersebut. Ketika duduk di kelas V, saya mulai mengenal Santo Fransiskus Xaverius sebagai orang pertama yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, saya mengikuti program katekumen di sekolah dan kemudian di baptis.

Sejak mengikuti program Katekumen dan setelah dibaptis, saya pun mulai merayakan Natal di Gereja tempat saya dibaptis, yaitu Gereja Santo Petrus. Karena di rumah kita tidak merayakan Natal, maka pengalaman saya hanya terbatas di Gereja dan sekolah saja. Meski demikian saya percaya bahwa pengalaman Natal saya tidak kalah meriahnya dengan teman - teman saya yang berasal dari Keluarga Katolik, karena saya merayakan Natal bersama orang - orang kudus, Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo dan Santa Pelindung Kaum Misionaris dan juga Santo Petrus.

Magic-Christmas.jpg

Ketika duduk di bangku SMA, saya tentu sudah lebih sering merayakan Natal. Saya masih ingat dalam salah satu perayaan Natal di SMA, para panitia malah sibuk memutar lagu Black or White dari Michael Jackson yang sedang ngepop saat itu. Dalam hati saya berpikir, apakah saya benar - benar merayakan Natal karena sama sekali tidak terdengar lagu Natal. Meski demikian saya percaya bahwa Santo Yosef, sebagai Santo pelindung SMA saya ikut hadir di tengah - tengah kami dan saya bisa merasakan kehadiran dia dan merayakan bersama ayah duniawi Yesus.

Setelah saya pindah ke Yogya dan duduk di bangku kuliah, saya rutin Ikut misa hari Minggu di Kapel Sanatha Dharma. Meski saya tidak kuliah di Santha Dharma, tapi karena saya tinggal tidak jauh dari kampus Santha Dharma, saya pun sering misa ke Kapel Santo Bellarminus. Selama lima tahun lebih tinggal di Yogya saya mempunyai banyak kenangan indah dalam merayakan perayaan ekaristi di Kapel tersebut, khususnya pada hari Natal. Di Kapel tersebut juga saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pas Misa Natal.

Mengingat kembali pengalaman Natal saya di kapel Sanatha Dharma, saya juga yakin bahwa saya merayakan Natal bersama orang - orang Kudus, khususnya Santo Robertus Bellarminus sebagai penlindung Kapel dan juga orang kudus lainnya dari Serikat Yesus, yaitu Santo Bernardus Realino. Pada awalnya saya tidak tahu bahwa Realino adalah nama seorang Santo. Saya cuma tahu bahwa Asrama Mahasiswa Realino adalah rumah bagi mahasiswa, khusus laki - laki, yang cukup terpandang di Yogyakarta. Asrama Itu sendiri telah ditutup sekitar tahun 1990, dua tahun sebelum saya tiba di Yogja. Ketika saya tiba di Yogya, yang tersisa hanyalah Lembaga Studi Realino. Baru belakangan saya tahu bahwa Santo Bernardus Realino adalah seorang pengacara dan bekerja di pemerintahan kota di Napels sebelum masuk Serikat Yesus pada tanggal 13 October 1564. Ketika Itu saya sedang duduk di bangku Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, dan saya percaya bahwa Santo Bernardus Realino telah berdoa buat saya jauh - jauh hari dan akan terus berdoa buat saya.

Akan tetapi menjelang akhir masa kuliah saya di Yogya, saya pun mulai meninggalkan Gereja, karena berbagai macam alasan yang membuat Iman saya terguncang. Setelah Itu saya pun tidak pernah lagi merayakan Natal sampai pada akirnya setelah saya pindah ke Jakarta, saya kembali ke Gereja pada awalnya hanya karena ajakan mantan pacar saya. Mulai lah saya merayakan Natal di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Di Angkat ke Surga yang kebetulan juga di ampu oleh para Romo Serikat Yesus. Jadi disini saya mendapat kesempatan merayakan Natal bersama Santa Perawan Maria sendiri. Setelah berminggu - minggu ke Gereja, hati saya pun mulai tersentuh kembali dan mulai kembali ke Gereja dengan kemauan saya sendiri dan bukan karena pacar saya.

Di Gereja Katedral juga pertama kali saya mendengar nama Santo Tomas More dari seorang Romo Yesuit yang berkhotbah tentang Santo yang mati demi membela Gereja Katolik karena dia menolak mendukung Raja Henry VIII yang Ingin memisahkan diri dari Gereja Katolik. Mengenal Santo Tomas More yang merupakan Santo Pelindung bagi para ahli hukum, saya pun berpikir bahwa masih ada harapan untuk seorang lawyer seperti saya untuk masuk surga.

feast with the saints.jpg

Setelah saya pindah ke Amerika Serikat, khususnya di Seattle, rumah spiritual saya adalah University of Washington Catholic Newman Center. Di sini lah saya pengalaman spiritual saya mulai tumbuh lebih mendalam dan kemudian akhirnya benih panggilan tumbuh. Selama kurang lebih lima tahun tinggal di Seattle, saya selalu merayakan Natal di Newman Center, yang mana saya percaya bahwa saya merayakan besama Santo John Henry Cardinal Newman sebagai santo pelindung Newman Center.

Pada suatu hari, setelah misa Natal di Newman Center, ada seorang mahasiswa dari South Korea yang mengatakan saya, mengapa kamu datang sendirian ke Gereja malam ini. Mengapa kamu tidak datang bersama keluargamu? Dalam hati saya berpikir aneh juga pertanyaan orang Ini, akan tetapi mungkin dia berpikir bahwa teman - teman dari Mudika Seattle yang sering bersama saya ke Newman adalah anggota keluarga saya. Mungkin malam Itu saya datang sendirian, tapi saya yakin para orang Kudus Ikut hadir dan merayakan Natal bersama saya.

Tahun 2008, saya menyelesaikan studi doktoral saya dan mempertahan disertasi saya pada tanggal 14 November, yang merupakan peringatan Santo Yosef Pignateli, SJ, seorang Santo dari Serikat Yesus. Santo Yosef Pignatelli, adalah pemimpin Serikat Yesus selama masa Serikat Yesus di bubarkan oleh Paus dan para Imam Yesuit harus hidup di pembuangan. Saya juga yakin bahwa dia telah berdoa untuk saya jauh sebelum saya menyelsaikan program doktoral dan akan terus berdoa untuk saya dalam perjalanan hidup saya. Jadi di Natal tahun 2008, saya mendapatkan seorang teman baru dalam merayakan Natal yaitu Santo Yosef Pignatelli, SJ.

Selama tinggal di Seattle, saya pun mulai merenunggkan panggilan menjadi seorang Imam dan puncaknya. Mengapa saya akhirnya memutuskan masuk Serikat Yesus karena saya pun tersadar setelah melihat ke belakang persentuhan saya dengan para Romo Yesuit di Indonesia, baik mulai dari masa saya di Yogya dan kemudian pindah ke Jakarta. Di tambah lagi dengan dukungan para orang - orang Kudus Serikat Yesus yang telah saya kenal selama hidup saya.

Setelah masuk ke Novitatie Serikat Yesus dan menjalani proses formasi, saya terus merasakan kedekatan dengan para orang Kudus. Di Novitiate, tentu saya kembali merayakan Natal bersama Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo Pelindung Novitate. Setelah mengucapkan kaul pertama dan melanjutkan studi Filsafat di Chicago, saya semakin dekat dengan Santo Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus karena saya merasakan pengalaman yang sama dengan beliau. Santo Ignatius harus belajar bahasa Latin bersama para anak - anak, sementara saya harus belajar filsafat bersama para anak - anak undergraduate. Selama dua tahun tinggal di Chicago, saya pun merayakan Natal bersama Santo Ignatius.

Selama Tahun Orientasi Kerasulan di Santa Clara University, saya banyak mengalami kesulitan dan saya harus sering berdoa kepada orang - orang kudus lainnya meminta pertolongan seperti misalnya Santa Clara dari Asisi dan juga Santa Teresia Benedikta Salib, atau yang lebih dikenal dengan nama Santa Edith Stein. Selama Tahun Orientasi Pastoral di Boston, saya tinggal di komunitas Santo Petrus Faber, dan sebagai seorang pendiri Serikat Yesus, saya juga yakin bahwa dia banyak berdoa buat saya di tengah banyaknya kesulitan yang saya hadapi.

Melihat perjalanan hidup saya, banyak orang yang mungkin tidak percaya bahwa orang seperti saya bisa menjadi seorang Romo. Saya sendiri juga terkadang tidak percaya karena begitu banyaknya kesulitan yang saya harus hadapi dalam perjalanan hidup saya, khsusunya dalam masa formasi sebagai seorang Yesuit. Akan tetapi saya pikir saya punya banyak teman yang membantu, yaitu para orang - orang Kudus yang terus mendoakan saya. Melihat ke belakang, bahwa sebenarnya begitu banyak keajaiban - keajaiban Natal dalam hidup saya, khsusnya bagaimana para orang Kudus membantu saya dalam kehidupan saya.

Setelah tahbisan Imamat saya pada tahun 2019, saya kembali ke Indonesia dan merayakan misa syukur di berbagai tempat, dan salah satunya adalah Kapel Santo Bellarminus di Universitas Sanatha Dharma. Terlampir di bawah ini adalah homili saya pada misa syukur di Kapel Santo Bellarminus yang bisa sedikit menggambarkan perjalanan saya bersama orang Kudus.


(Homily Romo Stefanus Hendrianto, SJ pada misa syukur di Kapel Santo Robertus Bellarminus, Universitas Sanatha Dharma, 28 Juli, 2019)

Saudara - saudari yang terkasih dalam Kristus,

Hari ini adalah hari yang berbahagia sekali buat saya karena saya bisa merayakan misa di Kapel yang merupakan tempat awal panggilan saya. Lebih dari 25 tahun yang lalu saya menghabiskan hari - hari saya di Kapel Ini, khsususnya untuk merayakan misa hari Minggu dan hari - hari suci lainnya, mulai Paskah sampai Natal. Di Kapel ini saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pada hari Natal. Saya masih Ingat bagaimana penampilan koor mahasiswa Sanatha Dharma begitu memukau malam itu, sampai - sampai almarhum Romo Giles Gilarso, SJ yang memimpin misa Natal juga tercengang mendengar lagu - lagu Natal yang diperdengarkan malam itu. Di kapel ini lah saya pertama kali bertemu dengan para Romo Yesuit. Meskipun saya tidak mengenal dekat para Romo Yesuit tersebut, mereka meninggalkan kesan mendalam pada saya, yang di kemudian hari tanpa saya sadari mempengaruhi saya untuk menjadi Imam Yesuit.

Di Kapel Ini juga saya mengenal dua orang Santo dari Serikat Yesus, yaitu Santo Robertus Bellarminus dan Santo Bernardus Realino. Saya percaya kedua orang kudus dari Serikat Yesus ini telah mendoakan saya sejak saya mahasiswa miskin dan kere di Yogya dan mereka terus mendoakan saya dalam perjalanan hidup saya ke depan. Saya juga pecaya bahwa kedua orang Kudus ini telah mendoakan saya sehingga saya menjadi seorang Romo Yesuit.

Dalam bacaan Injil, Tuhan berkata kepada Abraham, jika kudapati lima puluh orang benar dalam Kota Sodom, maka aku akan mengampuni seluruh kota tersebut dan tidak membinasakannya. Tuhan dan Abraham mencoba tawar – menawar, sampai akhirnya Tuhan berkata sekiranya ku dapati 10 orang benar di sana, aku takkan memusnahkannya. Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita masing – masing bisa menemukan 10 orang saleh, kudus atau orang benar.

Mungkin sulit bagi kita untuk menemukan orang kudus dari teman – teman kita sendiri atau lingkungan sekitar kita. Akan tetapi sebenarnya ada kontradiksi dalam kehidupan ini. Kita merasa sulit untuk menemukan orang - orang kudus dalam kehidupan kita, akan tetapi kalau kita menemukan sesorang yang hidup saleh atau hidup suci, kita cenderung mentertawakan atau mencemoohkan orang tersebut. Sebagai contoh, ketika saya masih mahasiswa dulu saya tinggal di daerah Demangan Kidul, akan saya sering menghabiskan waktu di daerah Mrican, khususnya di tempat kost saudara sepupu saya yang tinggal di dekat kampus Sanatha Dharma ini. Di rumah kost tersebut ada seorang anak yang saleh dan rajin berdoa; teman ini rajin mengikuti misa harian di Kapel Santo Bellarminus. Ironisnya kita justru mentertawakan atau mencemoohkan teman yang rajin berdoa ini. Yang menarik adalah teman ini kemudian masuk Serikat Yesus dan saya bertemu lagi dengan dia sepuluh tahun kemudian ketika dia sudah hampir ditahbiskan dan saya sendiri baru sedang akan masuk Novisiat Serikat Yesus.

Kalau kita sadar bahwa menjadi orang kudus adalah panggilan kita semua, tentu kita tidak akan kesulitan mencari orang - orang Kudus di sekitar kita. Kita semua dipanggil untuk menjadi orang kudus dan perlu kita sadari bahwa kehidupan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo dan Suster, tapi juga untuk kalian semua.

Salah satu sarana yang bisa kita pergunakan untuk menjadi orang kudus telah diberikan oleh Gereja, yaitu melalui Sakramen pengampunan dosa. Orang Katolik yang rajin mengaku dosa dan menerima komuni bisa memulai proses panjang untuk menjadi orang kudus. Rahmat yang kita terima dari Sakramen pengakuan dosa bisa membuka mata kita untuk melihat bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang disi oleh para pendosa, orang - orang yang lemah dan mudah tergoda, orang - orang yang telah lari jauh dari Tuhan, dan orang - orang yang telah kehilangan arah dan tujuan. Akan tetapi Tuhan selalu menawarkan pengampunan yang tanpa batas. Melalui pengampunan Tuhan tersebut kita semua bisa menjadi orang kudus.

Leon Bloy, seorang pujangga dan penulis dari Perancis pernah menulis, "kesedihan utama, kegagalan utama, dan tragedy utama dalam kehidupan ini adalah tidak menjadi orang Kudus." Dalam hidupnya Bloy mempunyai dua orang anak murid yang dia kasihi yaitu Raïssa Oumançoff and Jacques Maritain. Ketika Itu Raissa dan Jacques adalah mahasiswa di Sorbone University di Paris, dan tempat mereka kuliah tidak lebih dari padang kering dan tandus dalam kehidupan rohani. Karena mereka merasa kering dalam hidupnya, mereka memutuskan untuk memberi tengat waktu satu tahun untuk menemukan arti kehidupan. Kalau mereka gagal menemukan makna kehidupan, maka mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Pada saat yang sama mereka mendengar dari teman - teman tentang sosok Leon Bloy, dan teman - teman mereka menganjurkan Raissa dan Jacques bertemu orang tua yang aneh ini. Mereka pun akhirnya bertemu langsung pada tahun 1905; di sosok Leon Bloy, Raissa dan Jacques menemukan sosok manusia yang belum pernah mereka temui. Bloy adalah sosok yang begitu haus dan lapar akan sang Maha Kuasa. Pada saat yang sama Bloy mendoakan agar kedua anak muda ini bisa menjadi orang Kudus. Sejarah mencatat bahwa Jacques Maritains dengan dukungan Raissa akhirnya berpengaruh besar terhadap gereja Katolik, khususnya Konsili Vatikan II.

Di Bacaan injil, hari ini Yesus berkata, mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapatkan, ketuklah maka pintu akan dibukakan. Ini adalah undangan bagi kita untuk berdoa agar kita bisa menjadi orang Kudus, dan juga kita perlu mendoakan orang - orang di sekitar kita untuk bisa menjadi orang Kudus. Sebagian dari kita mungkin sudah pernah mendengar cerita Santo Ignatius dari Loyola dan Santo Fransiskus Xavier. Ketika mereka masih mahasiwa di Universtas Paris, Fransiskus selalu memandang sebelah mata Ignatius yang lebih tua dan kelihatan ketinggalan jaman. Sementara Ignatius terus berusaha meyakinkan teman mudanya untuk mengikuti Latihan Rohani. Ignatius pun terus berdoa agar teman mudanya ini bisa menjadi orang kudus. Sampai pada akhirnya doa Ignatius terkabul dan Fransiskus Xaverius pun bersedia melakukan Latihan Rohani dan kemudian menjadi seorang misionaris yang menyebarkan agama Katolik ke berbagai penjuru muka bumi.

Mengapa saya saat ini bisa menjadi seorang Romo juga tidak lepas dari doa berbagai pihak, mulai dari Ibu saya sampai teman - teman saya, dan khususnya para Kudus di surga. Di tahun terakhir saya tinggal di Yogya, saya mulai kehilangan pegangan iman dan perlahan lahan meninggalkan Gereja. Ketika pindah ke Jakarta setelah saya lulus dari Fakultas Hukum UGM, saya bertemu dengan seorang teman SMA saya di Jakarta. Ketika itu kita bertemu di Mac Donald di Gadjah Mada Plaza. Saya pun ketika itu langsung memesan burger, sementara teman saya itu mengatakan dia tidak akan pesan apa - apa karena hari itu adalah hari Jumat, yang merupakan hari puasa dan pantang bagi umat Katolik. Saya sedikit merasa aneh bin salah tingkah karena tidak sadar bahwa hari itu adalah hari Jumat pada masa PraPaskah. Akan tetapi setelah itu saya terus menjalani kehidupan yang jauh dari Gereja. Sementara teman saya ini hanya bisa mendoakan orang seperti saya untuk bisa kembali ke jalan yang benar. Doa orang - orang di sekitar saya pun akhirnya terkabul ketika saya merasa terpanggil untuk kembali ke Gereja dan akhirnya memutuskan untuk masuk Serikat Yesus.

Saya baru di tahbiskan 50 hari yang lalu, jadi perjalanan saya masih panjang dan oleh karena itu saya meminta tolong agar kalian semua terus mendoakan saya untuk menjadi seorang Romo yang kudus. Akan tetapi sekali lagi panggilan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo. Oleh karena itu marilah kita semua agar berdoa untuk satu sama lain, agar diri kita sendiri, teman kita, saudara – saudara, anak masing masing agar bisa menjadi orang Kudus.

 
Previous
Previous

Kisah Petualangan Seorang Anak Dari Tanah Dayak Mengejar Impian Amerika

Next
Next

Acara Natal Online WKICU - 25 Desember 2020