Memberi Tanpa Syarat
Rasa sayang kepada orang tua (dan sesama) akan menjadi berarti bila diungkapkan, bukan sekedar disimpan dalam hati. Seperti ada tertulis, bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
Sepasang suami istri yang telah berusia lanjut tinggal di rumah mereka yang sederhana, terpisah dari ketujuh anak laki-laki dan perempuan mereka yang semuanya telah berkeluarga dan tinggal di luar kota.
Suatu saat menjelang Hari Raya, semua anak mereka berencana pulang dan berkumpul. Anak yang sulung datang sendiri tanpa ditemani keluarganya, dan dia tidak sempat membeli oleh-oleh. Sebelum berangkat dia berpikir, “Ah… mungkin kali ini tidak masalah aku pulang tidak membawa apa-apa, mungkin saudaraku yang lain sudah banyak membawa oleh-oleh untuk bapak dan ibu’
Anak kedua yang adalah eksekutif di perusahaan besar tidak membawa keluarga dan tidak pula membawa oleh-oleh, karena dia tergesa-gesa meninggalkan rumah. Anak ini pun berpikir, “Mungkin saudaraku yang lain sudah banyak membawa bingkisan, tidak masalah jika kali ini saya tidak bawa apa-apa”.
Ternyata, semua saudara-saudara yang lain pun berpikiran dan melakukan hal yang sama, sehingga mereka semua tidak membawa apapun untuk kedua orang tua mereka.
Tetapi anak yang bungsu, mengajak istri dan kedua anak mereka. Selain membawa buah-buahan hasil kebun mereka dan beberapa bingkisan yang sederhana, tidak lupa mereka membawa dua bungkus mi rebus kesukaan bapaknya, dan sekotak kue bolu kesukaan ibunya.
***Renungan..
Mudah-mudahan hal senada tidak banyak terjadi di masa sekarang ini. Semoga kita bisa memilih untuk berpikir seperti anak bungsu itu, yang mau tulus memberi tanpa syarat. Rasa sayang kepada orang tua (dan sesama, komunitas) akan menjadi berarti bila diungkapkan tanpa pamrih dan tanpa syarat, terlepas orang lain sudah melakukannya atau belum. Tindakan adalah bukti iman; seperti ada tertulis, bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
Healing Process in Overcoming Shame & Anger
Betapa besar kasih Allah dan Tuhan Yesus yang bersedia mengampuni semua dosa-dosa manusia di dunia ini, seberapapun beratnya. Amin!!!
“Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Sunter, Jakarta Utara
Musim gugur 1998…..
Saya berumur 14 tahun kelas 3 SMP di tahun 1998. Setelah bel sekolah berbunyi tanda kelas berakhir, saya masih menunggu di sekolah dan belum segera pulang karena menanti supir jemputan yang telat berangkat menjemput.
Di saat menunggu itu, saya berjalan dan melihat tempat buletin sekolah terbuka dan saya pergi untuk cek bulletin yang ada. Pada saat saya sedang membaca buletin itu, saya merasa ada yang menghampiri dan langsung merangkul saya dari belakang dengan sangat ketat. Saya juga merasa kalau ada dua tangan yang menyentuh kedua payudara saya. Saya berusaha untuk melepaskan diri dari rangkulan itu dan melihat siapa yang melakukannya. Ternyata guru olahraga saya yang merangkul! Setelah sadar bahwa yang melakukan itu adalah salah seorang guru, saya berontak berusaha melepaskan diri dari rangkulan tersebut. Namun usaha saya tidak berhasil karena dia lebih kuat. Salah seorang teman yang kebetulan masih ada di sekolah melihat kejadian itu dan berteriak kencang memanggil nama saya. Karena mendengar teriakan, guru itu akhirnya melepaskan saya. Setelah terlepas, saya cepat-cepat pergi bersama teman yang berteriak tadi menuju mobil jemputan yang telah tiba.
Selama perjalanan pulang, saya merasa tubuh kebal dan masih shock dengan apa yang terjadi. Sesampai di rumah, saya tidak bercerita apapun kepada kedua orang tua saya. Tidak tahu mengapa? Tapi saya merasa sangat malu sekali untuk menceritakan apa yang terjadi waktu mereka bertanya tentang sekolah. Setelah makan malam, saya langsung pergi ke kamar dan telepon teman yang melihat kejadian tadi. Saya menceritakan semuanya dan dia terkejut sekali dengan apa yang terjadi. Teman saya menyarankan untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Esok hari, saya mencoba untuk melaporkan kejadian tersebut kepada ibu kepala sekolah tetapi beliau tidak ada di ruang kantor nya.
Setelah usaha saya gagal untuk melaporkan, saya pergi ke kamar kecil. Dari kamar kecil, saya berjalan kembali ke kelas, dan sebelum sampai saya mendengar ada yang memanggil nama saya. Saya menengok untuk melihat siapa yang memanggil. Ternyata yang memanggil adalah guru olahraga saya itu. Dia memanggil saya ke dalam ruangannya (PE office) dengan alasan ingin diskusi grade saya di kelas. Tidak tahu kenapa saya masuk ke ruangan tersebut...mungkin karena saya berpikir dia tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi karena saat itu jam sekolah, ada banyak siswa dan pintu ruangan nya juga terbuka. Tetapi pikiran saya salah, secara cepat dia menggenggam tangan saya dan berusaha untuk merangkul lagi. Saya berhasil melepaskan diri pada saat itu karena saya mengancam akan teriak jika dia tidak melepaskan. Saya segera berlari keluar dari ruangan itu menuju kelas. Saya kemudian memperingati semua teman-teman perempuan untuk berhati-hati terhadap guru olah raga itu, apalagi jika tidak ada orang disekitarnya.
Di hari berikutnya, saya berhasil untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Saya berpikir kalau guru olahraga itu akan ditegur dan akan di discipline atau dipecat. Tetapi kenyataannya tidak ada sangsi sama sekali. Dia tetap mengajar seperti biasa dan seperti tidak pernah terjadi apapun. Timbul rasa marah dan benci dalam diri saya terhadap guru olah raga itu tetapi saya tidak dapat berbuat apapun. Sejak saat itu peristiwa dan kejadian buruk yang menimpa saya itu terpendam dan tidak saya ceritakan kepada siapapun lagi sampai saya pindah ke Amerika.
20 tahun kemudian…..
Sebelum pindah ke Bay Area dikarenakan pekerjaan, salah satu auntie saya yang mendapatkan anugerah healing dari Tuhan Yesus menawarkan saya untuk mendapat kan healing. Auntie saya saat itu berkata kalau dia disuruh oleh Tuhan Yesus untuk memberi healing kepada saya walaupun dia tidak tahu alasannya. Meskipun sedikit terkejut, saya langsung bersedia. Pada saat healing, auntie menyuruh saya mengingat kejadian masa-masa remaja dan mengatakan bahwa Tuhan memberi petunjuk kepadanya untuk bertanya tentang hal ini. Saya pun langsung bercucuran air mata dan mulai bercerita apa yang terjadi pada waktu saya berumur 14 tahun. Tidak lama kemudian, auntie saya juga bercucuran air mata dan sangat marah dengan apa yang terjadi pada diri saya 20 tahun silam. Auntie saya mengajak berdoa kepada Tuhan Yesus untuk meminta saya disembuhkan batinnya, dihilangkan rasa benci, marah, dan diberi kedamaian. Auntie saya bilang bahwa Tuhan Yesus ingin saya melepaskan luka batin dan rasa malu, dan Dia lah yang mengirim teman saya untuk berteriak kencang sebelum guru olahraga itu berbuat yang lebih jauh dan parah lagi. Auntie saya bilang juga kalau kejadian ini lah yang membuat saya belum bertemu dengan pasangan hidup karena saya tidak bisa percaya 100% kepada laki-laki dan bahwa saya telah berusaha sekuat mungkin untuk menjadi perempuan yang tidak bergantung kepada laki-laki. Dengan tersengguk karena tangis, saya setuju dengan perkataan auntie saya ini. Dia juga mengingatkan kalau Tuhan Yesus sangat menyayangi saya dan Dia akan selalu ada untuk mendampingi saya. Setelah mendapat healing ini, saya merasa seluruh badan saya sangat ringan. Auntie saya memeluk saya dengan erat dan kami berdua menangis bersama.
Antara 2018-2019….
Setelah saya pindah ke Bay Area, saya mengikuti salah satu healing retreat WKICU bersama suster-suster Karmel dan mendapat healing yang kedua kali karena saya sadar kalau saya belum 100% memaafkan apa yang guru olahraga saya lakukan. Setelah salah satu suster memberi saya healing, saya merasakan sekali lagi kalau badan terasa semakin ringan. Kemudian mendapatkan healing yang ketiga kali oleh salah satu suster di salah satu misa WKICU di Santa Clara. Saya merasakan seperti ada panggilan yang menyuruh untuk maju mendapatkan healing sekali lagi. Saya menuruti panggilan itu dan mendapatkan healing untuk yang ketiga kali nya. Setelah mendapatkan healing yang ketiga kalinya, malamnya saya mendapat mimpi melihat guru olahraga saya terbaring di ranjang dan berusaha untuk meminta maaf atas apa yang dia lakukan terhadap saya 20 tahun yang silam. Setelah dia meminta maaf, saya tiba-tiba terbangun dengan alarm pagi. Saya sempat terkejut kenapa saya mendapatkan mimpi tersebut. Saya pun bercerita kepada auntie (satu-satu nya orang di keluarga yang tahu tentang kejadian ini) tentang mimpi saya di telepon. Auntie saya bilang mungkin ini adalah cara Tuhan Yesus supaya saya bisa 100% mendapatkan damai dan akhirnya bisa move on dan tidak ada lagi ganjalan atau rasa benci di hati. Auntie saya pun bercanda bahwa akhirnya saya bisa bertemu dengan pasangan hidup dalam waktu dekat kalau Tuhan Yesus berkenan. Saya pun merasa bersyukur dan percaya bahwa inilah jalan yang harus saya tempuh.
Beberapa bulan silam, tepatnya Juli 2020, saya mendapatkan satu renungan dari Romo Yakin yang sangat menyentuh saya dan mengingatkan kejadian yang menimpa saya 20 tahun lalu dan process healing saya. Di renungan ini, beliau menulis, “Menghadapi kenyataan yang tidak sejalan dengan harapan, kita diajak untuk tidak ragu terhadap penyertaan Allah. Justru pada saat itulah, kita menjadi tahu siapa yang setia di jalan Tuhan dan siapa yang menyimpang dari jalan-Nya. Terhadap mereka yang telah memilih jalan sesat, kitapun diajak untuk tidak membenci, namun berani mengampuni mereka. Jangan sampai memenuhi hati kita dengan kebencian dan amarah yang akan menjatuhkan kita pada sikap permusuhan yang juga tidak dikehendaki oleh Allah. Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Kutipan dari Romo Yakin ini mengingatkan saya betapa besar kasih Allah dan Tuhan Yesus yang bersedia mengampuni semua dosa-dosa manusia di dunia ini, seberapapun beratnya. Amin!!!
The Anonymous Writer
Refleksi Singkat Satu Tahun Tahbisan Imamat (bagian 2)
Daripada memberi label atau cap kepada seseorang berdasarkan asal-usulnya, akan lebih baik kalau kita melihat relasi orang tersebut dengan Kristus.
Oleh S. Hendrianto, SJ
Salah satu persoalan yang menurut saya menjadi masalah dalam kehidupan ber-gereja ataupun bermasyarakat adalah kita sering menilai seseorang berdasarkan asal-usulnya, khususnya dari mana orang itu berasal. Saya adalah orang yang tidak suka untuk menonjolkan dari mana saya berasal. Meskipun saya tidak pernah mengingkari sejarah kehidupan saya, banyak hal yang membuat saya tidak suka menunjukkan tempat dari mana saya “berasal.” Pertama, banyak orang yang memiliki persepsi tertentu tentang dari mana seseorang berasal dan mereka bisa dengan cepat memberi label terhadap seseorang hanya berdasarkan asal usulnya. Tempat kelahiran saya adalah sebuah pulau kecil yang dulu di kenal sebagai tempat pembuangan selama masa penjajahan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta pernah diasingkan di tempat kelahiran saya. Kemudian pada suatu masa, tempat tersebut juga dikenal sebagai sarang kejahatan, dan akibatnya orang pun cepat memberi label bahwa saya berasal dari tempat yang penuh dengan perompak, penyamun dan penjudi.
Dalam waktu satu dekade terakhir, ada seorang politisi kontroversial yang muncul di panggung politik Indonesia dan politisi kontroversial ini berasal dari pulau yang lokasinya terletak di sebelah tempat kelahiran saya. Celakanya banyak orang yang tidak tahu geografi dan langsung dengan gampang berkesimpulan bahwa politisi kontroversial ini berasal dari tempat yang sama dengan saya. Sering kali ketika saya menyebut dari mana saya berasal, orang pun langsung meng-identifikasikan saya sebagai pendukung sang politisi kontroversial tersebut. Fakta sesungguhnya, saya bukan pendukung politisi tersebut ataupun penggemar dia dan yang lebih jelas lagi dia berasal dari tempat yang berbeda dengan tempat kelahiran saya.
Ada peristiwa menarik lagi sehubungan dengan tempat kelahiran saya yang terkenal dengan babi panggangnya. Tidak lama setelah saya ditahbiskan, seorang umat Warga Katolik Indonesia di California Utara (WKICU) menghubungi saya malam-malam. Katanya dia hendak bertanya tentang suatu hal penting; saya pikir orang ini mungkin ingin bertanya tentang masalah teologi ataupun masalah pribadi. Alih-alih bertanya tentang soal teologi ataupun masalah pribadi, orang ini justru bertanya tentang resep babi panggang dari tempat kelahiran saya. Faktanya saya adalah seorang vegetarian, akan tetapi orang ini langsung berkesimpulan bahwa karena saya berasal dari tempat tersebut, otomatis saya adalah penggemar babi panggang. Terus terang saja, saya tidak habis pikir mengapa orang ini ingin menghabiskan waktu untuk bertanya soal resep babi panggang kepada seorang Romo muda.
Jikalau kita menyimak cerita di Kitab Suci, kita juga tahu bahwa penyakit orang yang suka memberi cap atas asal usul seseorang adalah penyakit yang sifatnya universal. Nathanael atau Bartolomeus adalah salah satu contoh orang yang suka memberi cap atas asal usul seseorang. Di Injil Yohannes kita tahu bahwa Filipus bertemu dengan Nathanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret (Yohannes 1:45). Nathanael seperti orang kebanyakan pun menjawab: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Jawaban Natahaniel ini menunjukkan bahwa hati manusia 2000 tahun yang lalu sama juga dengan hati manusia abad 21, dimana orang sering menilai orang dari mana dia berasal. Kalau mau ditelesuri sebenarnya identitas Yesus tidak bisa semata-mata disebut sebagai orang Nazareth. Pertama, Yesus lahir di Betlehem (Mattius 2:1 dan Lukas 2:4) dan kemudian Yesus juga besar di Mesir (Mattius 2:14-15). Yang lebih penting lagi adalah Yesus berasal dari Surga.
Nathanael sendiri baru bisa meninggalkan pola pikir sesatnya setelah dia bertemu Yesus secara langsung. Ketika bertemu Yesus, hati Nathaniel pun tergerak dan dia mengerti tentang identitas Yesus yang sesungguhnya. Dia pun memberikan pengakuan iman, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Dalam statemen ini, Nathanael menunjukkan dua indentitas Yesus: pertama, dia mengakui bahwa Yesus sejatinya berasal dari surga karena Yesus mempunyai hubungan spesial dengan Bapa di Surga karena Yesus adalah Putra Allah. Kedua, Yesus bukan hanya seorang tukang kayu dari Nazareth. Meskipun Yesus menghabiskan sebagian hidupnya di Nazareth, identitas dia bukanlah semata-mata orang Nazareth, melainkan Yesus adalah Messias yang telah lama dinantikan oleh orang Israel.
Menurut saya, dalam kehidupan bermasyarakat dan ber-gereja, sudah bukan saatnya lagi kita meng-identifikasi identitas seseorang berdasarkan asal – usul atau dari mana dia berasal. Daripada memberi label atau cap kepada seseorang berdasarkan asal-usulnya, akan lebih baik kalau kita melihat relasi orang tersebut dengan Kristus. Mungkin banyak dari kita yang berpikir seperti Nathanael, dan mungkin sudah saatnya bagi kita untuk meninggalkan pola pikir seperti itu dan mulai mengenal seseorang berdasarkan nilai-nilai kehidupan yang dia pegang, kebijaksanaan atau pandangan hidup, dibanding sekedar mengenal dia berdasarkan asal-usulnya.
Setelah saya ditahbiskan menjadi Romo pada tahun 2019, saya sempat kembali ke tempat saya dibesarkan dan mengadakan misa syukur di Gereja tempat saya dibaptis. Terus terang saja ketika perasaan saya bercampur aduk, pertama karena saya tidak tahu reaksi orang-orang di paroki tempat asal saya itu bersikap terhadap saya. Kedua, saya juga tidak tahu reaksi orang tua saya yang selama ini menentang keputusan saya untuk menjadi Romo. Ketiga, saya sendiri masih terus bergelut dengan persoalan identitas karena saya tidak ingin semata- mata identitas saya ditentukan berdasarkan tempat saya berasal.
Penyair Inggris Hilaire Belloc pernah menulis “…setiap kali aku mengingat masa kecil ku dan setiap kali aku merasa senang pulang ke rumah. Tapi aku tidak pernah menemukan kebahagiaan terakhir” (each time I have remembered my boyhood and each time I have been glad to come home. But I never found it to be a final gladness). Saya pikir tulisan dari Belloc tersebut bisa melukiskan perasaan saya ketika mempersembahkan misa syukur di Gereja Santo Petrus, di Keuskupan Pangkalpinang. Bahwa saya bisa mengingat masa kecil dan merasa pulang ke rumah, akan tetapi saya tidak menemukan kebahagiaan terakhir.
Untuk lebih menjelaskan suasana hati ketika itu, saya lampirkan teks homili ketika mengadakan misa syukur di Gereja tempat saya dibaptis. Silahkan membaca lampiran teks di bawah ini.
Homili pada misa syukur Romo Stefanus Hendrianto, SJ pada tanggal 14 Juli, 2019 di Gereja Santo Petrus, Keuskupan Pangkalpinang.
Saudara – saudari yang terkasih dalam Kristus, mungkin saat ini banyak pertanyaan di pikiran saudara-saudari tentang saya sebagai Romo yang memimpin misa pada hari ini. Pertama, saya menduga banyak yang bertanya, “bukankah dia adalah anak seorang buruh tambang, bukankah ibunya adalah seorang tukang jahit, bagaimana dia menjadi seorang Romo dan berkhotbah di depan kita.” Saya menduga hal ini pasti terjadi karena sama halnya dengan Yesus yang pulang ke kampung halamannya dan orang-orang pun bertanya "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria?”
Kedua, saya juga menduga bahwa banyak yang berkesimpulan atau juga sudah bergosip bahwa saya menjadi seorang Romo karena saya patah hati setelah diputuskan dan dicampakkan oleh mantan tunangan saya. Perlu saya tegaskan pada hari ini di hadapan kalian semua bahwa cerita itu TIDAK BETUL dan SALAH BESAR. Betul bahwa saya pernah berpacaran selama 7 tahun dengan seorang perempuan dan bahkan kita sudah bertunangan dan berencana untuk menikah. Akan tetapi saya lah yang memutuskan membatalkan rencana perkawinan kami. Adapun alasannya karena saya tahu bahwa dalam lubuk hati saya yang paling dalam, ketika itu saya belum siap untuk berkomitmen dan lebih tepatnya saya tidak siap untuk menjadi seorang suami dan ayah.
Pertanyaan berikutnya mungkin adalah mengapa saya ingin menjadi Romo kalau bukan karena patah hati. Penjelasannya cukup panjang dan saya tidak bisa menceritakan semuanya dalam homily saya pada hari ini. Tapi izinkan saya menceritakan salah satu alasan saja yaitu karena doa ibu saya. Singkat cerita ketika duduk di bangku kuliah, saya meninggalkan Gereja karena saya mendapati bahwa Gereja Katolik di Indonesia cukup apatis terhadap masalah sosial dan politik, seakan-akan Gereja tidak peduli terhadap segala bentuk penindasan dan ketidakadilan di Indonesia ketika itu. Dan saya terus berada di luar Gereja setelah lulus kuliah. Pada masa-masa itu, ibu saya rajin berdoa setiap pagi dan memohon kepada Bunda Maria agar Bunda Maria menunjukkan jalan dan menghantarkan saya ke jalan yang benar. Dan akhirnya doa ibu saya terkabul karena Bunda Maria memang menunjukkan jalan yang benar kepada saya untuk masuk Novisiat Serikat Yesus dan menjadi seorang Romo. Jadi ketika ibu saya menentang keputusan saya untuk menjadi seorang Romo, jawaban saya kepada beliau adalah, “Salah sendiri mengapa kamu meminta kepada Bunda Maria menunjukkan jalan yang benar kepada saya. Jadi hati-hatilah terhadap doa yang kamu minta kepada Bunda Maria.”
Terlepas dari segala macam pendapat, gosip ataupun spekulasi apapun terhadap keputusan saya menjadi seorang Romo, saya bersyukur karena hari ini bisa merayakan misa syukur di Gereja tempat saya di baptis. Meski saya harus mengakui bahwa Gereja yang baru dan megah ini terasa asing buat saya. Saya dibaptis di Gedung gereja yang lama, jadi memori saya masih melekat di Gereja tua. Berbicara tentang Gereja baru ini, saya tahu bahwa banyak pihak yang menyumbang untuk pembangunan Gereja ini dan kemudian nama para penyumbang itu pun disebut dalam peresmian gereja baru. Ketika itu Tante saya, Ibu Iswadhani yang kalian kenal, merasa malu besar karena keluarga kita tidak mampu menyumbang sehingga tidak disebut dalam daftar penyumbang. Seharusnya dia tidak perlu malu karena keluarganya sudah memberi sumbangan yang jauh lebih besar dari sekedar uang ke Gereja. Keponakannya sudah menjadi seorang Romo, jadi itu merupakan sumbangan yang lebih besar daripada sumbangan semen dan batu bata untuk pembangunan gereja.
Cerita tentang Ibu dan Tante saya ini menunjukkan bahwa kita harus memikul tanggung jawab atas segala doa dan perbuatan kita. Panggilan hidup Kristiani itu sebenarnya adalah panggilan bagi kita untuk bertanggung jawab dan memikul beban. Kalau kita ingat cerita Abraham yang disuruh oleh Tuhan pindah, dan setelah Abraham memutuskan pindah, Tuhan pun pergi dan meninggalkan dia, sehingga dia harus menjalani kehidupan barunya sendiri. Kisah Bunda Maria juga menunjukkan pola yang sama, setelah Malaikat Gabriel memberitahu kan berita gembira, sang Malaikat pun langsung pergi dan meninggalkan Maria sendirian menanggung segala beban dan penderitaanya dalam mengandung Yesus. Sama halnya, Yesus juga memberikan contoh yang sama dalam kehidupannya bahwa kita harus memikul beban dan tanggung jawab. Yesus tidak menyalahkan siapapun ketika dia ditangkap dan kemudian disalibkan. Yesus menanggung segala penderitaannya dan menunjukkan contoh kepada kita untuk memikul salib masing-masing.
Cerita dalam Injil hari ini tentang orang Samaria juga mengangkat tentang tema tanggung jawab. Orang Samaria itu merasa dia mempunyai tanggung jawab untuk membantu orang Yahudi yang dirampok. Seperti kita ketahui, dimata orang Yahudi, orang Samaria adalah warga kelas dua atau orang buangan, atau paling tidak orang asing. Akan tetapi orang Samaria ini tidak cari-cari alasan untuk menghindar dari orang Yahudi. Bahkan dia merasa tanggung jawab nya tidak hanya sekedar menolong, tapi juga membantu lebih jauh dengan membayar penginapan dan pengobatan orang Yahudi yang telah dirampok.
Mungkin kita semua terpanggil untuk menjadi orang Samaria dan ingin membantu sesama. Akan tetapi hari ini saya ingin mengundang saudara-saudari sekalian untuk melihat cerita ini dari perspektif yang sedikit berbeda. Tentu saja tidak ada salahnya kalau kita ingin menjadi seperti orang Samaria yang membantu sesama, terutama musuh kita yang sedang menderita dan perlu pertolongan. Akan tetapi kalau kita mau jujur pada diri kita sendiri, kebanyakan dari kita bukanlah pahlawan seperti orang Samaria. Sering kali kita berpaling muka dan meninggalkan musuh, orang yang tidak kita sukai ataupun orang-orang yang membenci kita.
Hari ini saya ingin mengajak saudara-saudari untuk melihat cerita ini dari perspektif si pemilik penginapan. Saya pikir karakter pemilik penginapan adalah sosok yang lebih realistik untuk kita teladani. Pertama, kalau kita berada dalam posisi si pemilik penginapan, bisa dipastikan kita akan kesal dan marah melihat ada tamu kita membawa korban perampokan yang terluka di penginapan kita, dan bukannya dia membawa orang itu ke rumah sakit atau ruang gawat darurat. Kemudian cerita berlanjut bahwa si orang Samaria pergi dan sebelum pergi dia meminta si pemilik penginapan untuk merawat si orang Yahudi. Orang Samaria memberi biaya kepada si pemilik penginapan untuk merawat orang Yahudi dan berkata bahwa kalau ada kekurangan nanti akan dia ganti setelah dia kembali.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita akan bereaksi kalau kita berada dalam posisi sebagai pemilik penginapan. Apakah kita akan ambil uangnya dan kemudian mengusir si orang Yahudi itu. Apakah kita percaya bahwa orang Samaria itu benar-benar akan kembali dan mengganti segala biaya? Bagaimana kalau sekiranya si orang Samaria tidak pernah kembali, apakah kita akan terus merawat si orang Yahudi yang terluka. Saya pikir kita masing-masing bisa mengisi akhir cerita itu dengan berpikir bagaimana Yesus akan bersikap atau berbuat atau apa yang Yesus ingin kita lakukan dalam situasi tersebut.
Menjadi pengikut Yesus adalah berarti kita semua harus siap sedia untuk memikul tanggung jawab dan panggilan ini berlaku bagi semua orang Kristiani. Sama halnya menjadi seorang Romo juga berarti memikul tanggung jawab, seperti Yesus yang memikul kayu salib. Jadi untuk itu saya minta tolong kepada kalian semua untuk mendoakan saya supaya saya bisa menjadi seorang Romo yang rendah hati dan bisa memikul salib seperti Yesus.
Bis Itu Tak Bisa Jalan. DituntunNya Aku Kembali Pulang
Sang Pencipta penuh cinta, Sang Empunya segalanya.
DibalikNya arah perjalananku, dikirimkanNya aku kembali, ....pulang.
Hari Jum’at malam saya berangkat ke Surabaya menggunakan bus malam. Tujuan saya hanya satu, menemui ‘pacar baru’ saya. Waktu mepet dan padat dalam kesibukan hari-hari tidak menjadi kendala walaupun Minggu malamnya saya sudah harus berangkat kembali ke Jakarta, agar hari Senin bisa masuk kerja lagi. Perjalanan yang melelahkan sekali tetapi saya tidak peduli. Demi bertemu sang kekasih lain……”Toh ini perjalanan pribadi, tidak ada hubungannya dengan tugas kantor”. Begitu kata hati ini meyakinkan.
Bus malam P.O “New Rejeki” berangkat dari Kelapa Gading sekitar jam 7.30 malam. Dalam bus, perasaan saya begitu tenangnya karena mengira semua akan berjalan lancar-lancar saja dan sesuai rencana. Rencanaku.
Sekitar jam 11 malam, bus berhenti di sebuah rumah makan yang amat ramai karena banyak bus malam yang berhenti di situ. Para penumpang dipersilakan turun untuk makan malam, dan bus akan kembali berangkat setengah jam kemudian.
Selesai makan ketika satu-dua penumpang mulai kembali ke dalam bus, sopir mulai menghidupkan mesin, hendak memanaskan mesinnya dan menyalakan AC. Saya berdiri menunggu di dekat pintu masuk bus waktu itu jadi saya dapat menyaksikan apa yang sedang terjadi.
Sopir mematikan kambali mesinnya, lalu menghidupkan kembali, mematikan lagi sekitar semenit, lalu menghidupkannya lagi. Keningnya berkerut-kerut, ia cemas. Dipanggilnya sopir cadangan, dan sopir-sopir dari bus lain mulai berdatangan. Mereka membuka kap mesin bus di bagian belakang, menyenter dan memeriksanya, semua tampak normal. Sopir menghidupkan mesin dan mematikannya lagi.
Something was wrong, tapi mereka tidak bisa menemukan apa yang salah. "Bagaimana bisa begini?" Sang supir berkata heran. Dia tampak panik dan semuanya tampak kebingungan tidak tahu hendak berkata apa atau berbuat apa. Ternyata temperatur mesin amat tinggi,..tidak mau turun. "Kalau bus tetap jalan, mesin akan meledak" kata sopirnya. Saya ingat betul,..pada wajah orang-orang dan para sopir, yang heran tak tahu hendak berbuat apa.
Pikiran saya mulai menduga-duga. Apa yang salah? Tadi dalam perjalanan dari Jakarta semuanya normal dan tidak ada apa-apa. Bus itu masih termasuk baru. Apalagi kata sopirnya, bus itu baru seminggu lalu diservis dan hampir tiap hari selalu dipakai untuk trip Jakarta- Surabaya, dan tidak ada apa-apa. Bus-bus malam sangatlah terpelihara mesinnya, apalagi bus-bus malam yang relatif baru seperti yang saya tumpangi itu. Bagaimana mungkin ada masalah mesin sangat panas di tengah perjalanan, padahal tadinya dalam 3 jam perjalanan semuanya baik-baik saja ?.
Para penumpang hendak ditransfer ke bus New Rejeki yang lain,..tetapi ternyata tidak bisa. Bus-bus itu sudah penuh semua. Agent bus di Jakarta dikontak, minta segera bus pengganti. Tetapi tunggu punya tunggu, datang jawaban lewat telpon pengemudi yang mengabarkan bus pengganti itu juga rusak, harus tunggu bus dari Jakarta. Dua jam lagi paling cepat katanya.
Saya mulai khawatir,..mengapa tiba-tiba semuanya jadi kacau berantakan begini?.
Para penumpang kembali putus asa, karena tidak mungkin harus tidur di tengah perjalanan seperti itu. Akhirnya ada kepastian kabar...bus pengganti baru berangkat dari Jakarta. Perlu tiga jam untuk sampai di situ. Itu artinya, Saat itu tengah malam, yang berarti jam 3 pagi baru datang bus pengganti. Nah, kapan sampai Surabaya nya?. Dengan perhitungan bus mulai jalan lagi jam 3 pagi, maka paling cepat sampai Surabaya jam 3 sore, hari Sabtu. Sedangkan hari Minggu malam saya harus sudah berangkat ke Jakarta lagi. Edan..! Nggak mungkin begitu.
Ada sebuah kekuatan yang menuntun langkah kakiku untuk menyeberangi jalan. Di sana aku ‘kan menghentikan sebuah bus umum mana saja yang bertujuan ke Jakarta. Langkah kakiku menembus malam yang remang-remang, segundah hatiku. Tubuh ini berjalan melawan dinginnya hawa persawahan di perbatasan Jawa barat - Jawa tengah itu. Angin meniup kencang, seolah hendak berkata-kata, dan memeluk aku. Terpaan angin malam itu, adalah bagai pesan kesadaran. Tamparannya, adalah pesan dari Tuhan. Pesan kesadaran bahwa Dia ....ada, dan sedang bicara. KehendakNya lah yang sedang tiba. Aku tak bisa apa-apa. Segala rencanaku, dibuatNya terhempas,..berkeping-keping.
"Bukan kehendakmu yang terjadi, melainkan kehendakKu lah"
Tak mungkin lagi aku tak sadar, betapa Tuhan sayang aku.
Tak mungkin lagi aku tak tahu, aku bukan milikku saja.
Sebab aku tak kekal, dan Dia kekal.
Dan jiwaku, adalah milik kekekalan, milik Tuhan.
Sang Pencipta penuh cinta, Sang Empunya segalanya.
DibalikNya arah perjalananku, dikirimkanNya aku kembali, ....pulang.
Airmataku mengalir, sesalku tiba, dalam sebuah bus umum yang menembus kebisuan malam, mengantarku pulang.
Tuhan, ampuni aku telah melupakanMu. Dan ampuni aku, telah bermain-main dengan hal yang tiada Engkau berkenan.
Aku kembali kepadaMu. Ampunilah aku.
Story Background
Sebagai cost controller di kantor pusat sebuah perusahaan manufaktur; secara rutin saya berkomunikasi dengan staf akunting di kantor-kantor cabang dan pabrik, sehubungan dengan laporan cost bulanan yang secara rutin mereka sampaikan kepada saya. Karena salah satu pabrik ada di Surabaya, maka dalam beberapa kesempatan, saya juga perlu kunjungan tugas ke sana.
Di cabang Surabaya ini, suatu ketika saya berkenalan dengan seorang staf bagian purchasing yang walaupun penampilannya sederhana, namun tutur katanya begitu sopan, cantik, sangat menarik. Singkat cerita, saya ingin mendekati dia, walaupun saat itu saya sudah punya tunangan.
Tuhan jelas tidak berkenan akan rencanaku menemuinya di Surabaya. Keanehan yang terjadi dalam perjalanan malam itu, adalah kuasa dan bentuk campur tangan Tuhan yang sedikitpun tidak terpikirkan olehku. Tuhan bisa bertindak, dan Dia akan.
Jakarta; 2020
nH
Mengapa Kuatir tentang Hari Kemarin dan Risau tentang Hari Esok?
“Karena itu Aku berkata kepadamu, janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?”
Ditulis oleh Hanafi Daud
Orang seringkali gelisah sampai tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi hari esok. Orang juga sering gelisah dan tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang telah terjadi kemarin.
Pikiran menimbulkan emosi. Ada dua macam emosi; emosi jelek, negative, dan emosi bagus, positive. Emosi karena sesuatu yang menyenangkan adalah emosi yang baik, yang positive, tidak mengganggu kesehatan badan, bahkan berpengaruh baik. Tetapi emosi buruk, emosi negative, bisa sangat memperburuk kesehatan dan berpengaruh jelek terhadap keadaan umum seseorang.
Berpikir tentang sesuatu yang menyenangkan, yang telah terjadi kemarin atau yang dinantikan akan terjadi hari esok, menimbulkan emosi baik.
Tetapi kalau yang dipikirkan adalah sesuatu yang buruk atau yang tidak menyenangkan yang terjadi hari kemarin, atau sesuatu yang merisaukan yang dikira akan terjadi esok, akibatnya juga akan buruk, dan kemungkinan besar menggangu kesehatan.
Apa yang diajarkan oleh Jesus tentang kekuatiran hari ini dan hari esok? Kita lihat Matius 6:25-34. “Karena itu Aku berkata kepadamu, janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?
Pandanglah burung-burung di udara, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya yang dapat menambahkan satu menit saja pada jalan hidupmu? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu, Salomo dalam segala kemegahannya tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu akan memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah lebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Jangan salah mengerti bahwa kita tidak boleh memikirkan atau mengingat kembali apa yang terjadi kemarin. Jangan pula salah mengerti kita tidak boleh memikirkan atau merencanakan hari esok. Yang penting ialah kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.
Setiap pikiran, setiap perasaan, setiap perbuatan dan setiap kegiatan badaniah diatur oleh sejumlah besar sel-sel saraf, yaitu otak.
Dr. John A Schindler M.D., mantan kepala klinik Monroe di Wisconsin sejak 1954 sudah mengatakan bahwa emosi bisa menimbulkan banyak macam sakit badani. Keadaan ini kadang disebut Emotionally Induced Ilness (EII). Menurur Dr. Monroe, minimal 50% orang sakit disebabkan oleh EII. Bahkan menurut data yang ada padanya, 74% dari 500 pasien sakit maag disebabkan EII.
Salah satu definisi singkat dan sederhana tentang emosi ialah: emosi adalah satu keadaan dalam pikiran seseorang yang berakibat terjadinya perubahan-perubahan dalam badan.
Ada dua kelompok besar emosi: Pertama ialah emosi yang membawa perangsangan berlebihan melalui sistim syaraf, yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, diantaranya marah, kuatir, takut, kecewa, duka, tidak puas, dan lain-lain.
Kelompok besar kedua ialah emosi yang memberikan perangsangan oprtimal, yaitu tidak berlebihan dan tidak terlalu kecil, yang bisa kita namakan emosi yang menyenangkan, yang nyaman. Contoh-contohnya ialah harapan indah, suka, kasih, dan lain-lain.
Tulisan ini untuk direnungkan. Bukan membahas soal sakit penyakit, tetapi bagaimana menghadapi Hari Kemarin, Hari Ini, dan Hari Esok, dan tentang bagaimana gangguan kesehatan merupakan salah satu alasan mengapa kita jangan terlalu risau dengan apa yang telah terjadi Hari Kemarin, dan kuatir apa yang akan terjadi Hari Esok, Ingat apa yang dikatakan oleh Jesus: Kesusahan sehari cukup untuk sehari.
Matthew 6:34:
Therefore I tell you, do not worry about your life, what you will eat or drink; or about your body, what you will wear. Is not life more than food, and the body more than clothes?
Ini saya quote sesuatu uraian yang bagus tentang “Worry”
Worry does not empty tomorrow of its sorrow, it empties today of its strength.
If a problem is fixable, if a situation is such that you can do something about it, then there is no need to worry. If it's not fixable, then there is no help in worrying. There is no benefit in worrying whatsoever.
There is only one way to happiness and that is to cease worrying about things which are beyond the power of our will.
The only thing you will ever accomplish by worrying is to elevate your stress levels.
Worry a little bit every day and in a lifetime you will lose a couple of years. If something is wrong, fix it if you can. But train yourself not to worry. Worry never fixes anything.
The more you pray, the less you'll panic. The more you worship, the less you worry. You'll feel more patient and less pressured.
If you can't sleep, then get up and do something instead of lying there worrying. It's the worry that gets you, not the lack of sleep.
Happy is the man who has broken the chains which hurt the mind, and has given up worrying once and for all.
There is a great difference between worry and concern. A worried person sees a problem, and a concerned person solves a problem.
Whatever is going to happen will happen, whether we worry or not.
Mujizat dari Israel
Kapan waktu memuji Tuhan?
Jony pulang dari Israel. Saat diperiksa di bea cukai ditemukan sebotol cairan di dalam kopernya.
Kata petugas: "Apa isinya?"
Jony: "Air suci pak! Dari Israel."
Setelah dibuka.
Petugas: "Kok bau Wine?"
Jony: "Puji Tuhan, mujizat telah terjadi. Air menjadi anggur!"
Pencuri Ayam
Mendapatkan pengampunan dosa
Budi adalah seorang pencuri ayam yang sangat terkenal di kampungnya. Hampir setiap minggu dia sukses mencuri ayam tetangganya. Suatu hari dia mendatangi seorang pendeta untuk menyatakan tobat.
Budi : "Pak Pendeta, saya akan bertobat, saya kemarin telah mencuri ayam... Maafkanlah dosa saya."
PENDETA : "Saya tidak bisa mengampunimu, hanya Tuhan yang bisa melakukannya."
Budi : "Lalu, apa yang harus saya lakukan pada ayam curian saya ini?"
PENDETA : "Kembalikanlah ayam itu kepada pemiliknya."
Budi : "Maukah Pak Pendeta mengambil ayam ini?"
PENDETA : "Tidak, saya sudah bilang kembalikan saja kepada pemiliknya."
Budi : "Lantas bagaimana kalau pemiliknya tetap bersikeras tidak mau menerima ayam ini?"
PENDETA : "Hm, kalau begitu bawa pulang saja ayam itu dan rawatlah baik-baik!"
Budi : "Terima kasih, Pak Pendeta."
Budi pun pulang ke rumah dengan ayamnya, Pak Pendeta pun masuk ke dalam rumah dan kaget sekali karena AYAMNYA HILANG SATU!!
Cape deh !
Jawaban yang tidak bisa dibantah lagi
*Ketika pamit ke bapak.
Bapak: awas tong sampek ujian matematika lu nilainya jelek, jangan panggil aku bapak.
Gue: siap pak..
*Ketika pulang sekolah
Bapak: Tong, gimana nilai ujian matematika lu? Bagus kagak?
Gue: maaf, anda siapa ya?
Istri: Mas, kenapa sih seteleh menikah kog mas nggak pernah ngajak aku jalan-jalan?
Suami: Coba diingat-ingat, kita menikah karena apa dik?
Istri: Ya, karena jodoh Mas
Suami: Nah, itulah buktinya pepatah ”Kalau jodoh gak akan ke mana-mana”
Pasien: Jadi dokter itu enak banget ya, dok
Dokter: kenapa pak?
Pasien: Lha iya, Tuhan yang menyembuhkan penyakit, dokter yang menerima bayarannya
Dokter: Saya sih tidak memaksa pak, tapi kalau penjenengan mau langsung menemui Tuhan ya silakan
Kisah Uang 150 Juta
“Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas”
Sebelum pulang kantor, sang suami menelpon istrinya, "Sayang, PUJI TUHAN bonus akhir tahun dari perusahaan sudah turun, Rp. 150 juta." Di ujung telpon, sang istri mengungkapkan rasa syukurnya, “Semoga berkah ya mas!"
Sejak beberapa bulan yang lalu mereka sudah merencanakan beli mobil sederhana untuk keluarga kecilnya. Dan uang yang akan didapat sebagai bonus itu mereka rasa cukup pas sesuai budget.
Namun dalam perjalanan pulang, sang suami ditelpon oleh ibunya di kampung, "Nak, kamu ada tabungan? Tadi ada orang datang ke rumah. Ternyata almarhum ayahmu punya hutang cukup besar, Rp. 50 juta." Tanpa pikir panjang, ia pun bilang ke ibunya, "Iya, Bu, Puji TUHAN ada." Dalam perjalanan pulang ia pun berpikir, "Nggak apa-apa lah, masih cukup untuk beli mobil yang 100 jutaan. Mungkin ini lebih baik."
Ia pun melanjutkan perjalanan. Belum tiba di rumah, hand phone nya kembali berdering. Seorang sahabat karibnya semasa SMA tiba-tiba menghubunginya sambil menangis. Sahabatnya itu, sambil terbata mengabarkan bahwa anaknya harus segera operasi minggu ini. Banyak biaya yang tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan dari pemerintah. Tagihan dari rumah sakit Rp. 80 juta.
Ia pun berpikir sejenak. Uang bonusnya tinggal 100 juta. Jika ini diberikan kepada sahabatnya, maka tahun ini ia gagal membeli mobil impiannya. Tapi nuraninya mengetuk, "Berikan padanya. Mungkin ini memang adalah jalan Allah untuk menolong sahabatmu. Mungkin ini memang rezekinya yang datang melalui perantaraan dirimu." Ia pun menuruti panggilan nuraninya.
Setibanya di rumah, ia menemui istrinya dengan wajah yang lesu. Sang istri bertanya, "Kenapa, mas? Ada masalah? Nggak seperti biasanya pulang kantor murung gini?" Sang suami mengambil napas panjang, "Tadi ibu di kampung telpon, butuh 50 juta untuk bayar utang almarhum bapak. Nggak lama, sahabat abang juga telpon, butuh 80 juta untuk operasi anaknya. Uang kita tinggal 20 juta. Maaf ya, tahun ini kita nggak jadi beli mobil dulu."
Sang istri pun tersenyum, "Aduh, mas, kirain ada masalah apaan. Mas, uang kita yang sebenarnya bukan yang 20 juta itu, tapi 150 juta. Uang yang kita infakkan kepada orang tua kita, kepada sahabat kita, itulah harta kita yang sesungguhnya. Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas. Sedangkan yang 20 juta di rekening itu, masih belum jelas, benaran harta kita atau akan menjadi milik orang lain."
Sang istri pun memegang tangan suaminya, "Mas, Puji Tuhan ini yang terbaik. Bisa jadi jika kita beli mobil saat ini, justru menjadi keburukan bagi kita. Bisa jadi musibah besar justru datang ketika mobil itu hadir saat ini. Maka mari berbaik sangka kepada Allah, karena kita hanya tahu yang kita inginkan, sementara Allah-lah yang lebih tahu apa yang kita butuhkan."
Anonymous (org. post by Yayasan Keluarga Bunda Suci/YKBS)
Christian Dog
Donation of love from a dog owner
A dog died and the owner took it to a Pastor. He asked the Pastor if he could organize a funeral service for the dead animal.
Pastor: No, we can't hold a service for your dog in our church but there is a church down the street, maybe they will do it for you.
Man : But Pastor, will that church accept a donation of $ 1 million ??
The Pastor shouted, "O Lord! Why didn't you tell me the dog was a Christian?
Hidup Untuk Makan atau Makan Untuk Hidup
Mengetahui keseimbangan antara batas kelaparan dan kekenyangan
Bangun pagi sarapan
Jam duabelas siang makan siang
Terakhir makan malam kenyang
Kalau masih kurang, cari camilan
Beruntunglah yang masih bisa makan
Lebih bersyukur yang bisa berpuasa
Menahan nafsu kerakusan
Tidak membuang makanan tersisa
Karena masih banyak orang tidak berkecukupan
Janganlah mengeluh tidak ada makanan
Karena Tuhan tahu apa yang manusia perlukan
Seperti memberi manna waktu kelaparan
Bagi orang Israel yang keluar dari perbudakan
Selama 40 tahun mengembara di padang gurun
Dari Mesir ke Tanah Perjanjian Kanaan
Manusia hidup bukan dari apa yang dimakan
Tapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan
Kita tidak boleh melupakan
Kalau semua adalah pemberian
Dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan
Jangan sampai menjadi kesombongan
Merasa punya kekuasaan dan kekuatan
Serta memiliki kekayaan
Karena itu bisa menjadi cobaan
Ke arah kebinasaan
Sebagai anak percaya pada Bapa nya
Memohon dalam doa
Dengan iman dan asa
Saat mengalami kelaparan jiwa
Minta diberi rejeki pada hari ini
Berupa Roti Kehidupan untuk makanan rohani
Untuk memperoleh rahmat kehidupan abadi
Karena epidemi virus corona, hidup menjadi penuh ketakutan
Takut ketularan
Takut kehilangan pekerjaan
Takut kehabisan makanan
Umat Kristiani pun merasakan kerinduan
Untuk menerima rahmat Ekaristi
Yang sementara hanya komuni rohani
Karena belum bisa ke gereja lagi
Sampai ijin pemerintah diberi
Mana yang lebih baik dalam kehidupan sebagai insan
Bagi kesehatan dan yang akan membawa keselamatan
Makan untuk hidup atau hidup untuk makan
LL -7/18/2020