Memberi Tanpa Syarat
Sepasang suami istri yang telah berusia lanjut tinggal di rumah mereka yang sederhana, terpisah dari ketujuh anak laki-laki dan perempuan mereka yang semuanya telah berkeluarga dan tinggal di luar kota.
Suatu saat menjelang Hari Raya, semua anak mereka berencana pulang dan berkumpul. Anak yang sulung datang sendiri tanpa ditemani keluarganya, dan dia tidak sempat membeli oleh-oleh. Sebelum berangkat dia berpikir, “Ah… mungkin kali ini tidak masalah aku pulang tidak membawa apa-apa, mungkin saudaraku yang lain sudah banyak membawa oleh-oleh untuk bapak dan ibu’
Anak kedua yang adalah eksekutif di perusahaan besar tidak membawa keluarga dan tidak pula membawa oleh-oleh, karena dia tergesa-gesa meninggalkan rumah. Anak ini pun berpikir, “Mungkin saudaraku yang lain sudah banyak membawa bingkisan, tidak masalah jika kali ini saya tidak bawa apa-apa”.
Ternyata, semua saudara-saudara yang lain pun berpikiran dan melakukan hal yang sama, sehingga mereka semua tidak membawa apapun untuk kedua orang tua mereka.
Tetapi anak yang bungsu, mengajak istri dan kedua anak mereka. Selain membawa buah-buahan hasil kebun mereka dan beberapa bingkisan yang sederhana, tidak lupa mereka membawa dua bungkus mi rebus kesukaan bapaknya, dan sekotak kue bolu kesukaan ibunya.
***Renungan..
Mudah-mudahan hal senada tidak banyak terjadi di masa sekarang ini. Semoga kita bisa memilih untuk berpikir seperti anak bungsu itu, yang mau tulus memberi tanpa syarat. Rasa sayang kepada orang tua (dan sesama, komunitas) akan menjadi berarti bila diungkapkan tanpa pamrih dan tanpa syarat, terlepas orang lain sudah melakukannya atau belum. Tindakan adalah bukti iman; seperti ada tertulis, bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.