Healing Process in Overcoming Shame & Anger
“Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Sunter, Jakarta Utara
Musim gugur 1998…..
Saya berumur 14 tahun kelas 3 SMP di tahun 1998. Setelah bel sekolah berbunyi tanda kelas berakhir, saya masih menunggu di sekolah dan belum segera pulang karena menanti supir jemputan yang telat berangkat menjemput.
Di saat menunggu itu, saya berjalan dan melihat tempat buletin sekolah terbuka dan saya pergi untuk cek bulletin yang ada. Pada saat saya sedang membaca buletin itu, saya merasa ada yang menghampiri dan langsung merangkul saya dari belakang dengan sangat ketat. Saya juga merasa kalau ada dua tangan yang menyentuh kedua payudara saya. Saya berusaha untuk melepaskan diri dari rangkulan itu dan melihat siapa yang melakukannya. Ternyata guru olahraga saya yang merangkul! Setelah sadar bahwa yang melakukan itu adalah salah seorang guru, saya berontak berusaha melepaskan diri dari rangkulan tersebut. Namun usaha saya tidak berhasil karena dia lebih kuat. Salah seorang teman yang kebetulan masih ada di sekolah melihat kejadian itu dan berteriak kencang memanggil nama saya. Karena mendengar teriakan, guru itu akhirnya melepaskan saya. Setelah terlepas, saya cepat-cepat pergi bersama teman yang berteriak tadi menuju mobil jemputan yang telah tiba.
Selama perjalanan pulang, saya merasa tubuh kebal dan masih shock dengan apa yang terjadi. Sesampai di rumah, saya tidak bercerita apapun kepada kedua orang tua saya. Tidak tahu mengapa? Tapi saya merasa sangat malu sekali untuk menceritakan apa yang terjadi waktu mereka bertanya tentang sekolah. Setelah makan malam, saya langsung pergi ke kamar dan telepon teman yang melihat kejadian tadi. Saya menceritakan semuanya dan dia terkejut sekali dengan apa yang terjadi. Teman saya menyarankan untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Esok hari, saya mencoba untuk melaporkan kejadian tersebut kepada ibu kepala sekolah tetapi beliau tidak ada di ruang kantor nya.
Setelah usaha saya gagal untuk melaporkan, saya pergi ke kamar kecil. Dari kamar kecil, saya berjalan kembali ke kelas, dan sebelum sampai saya mendengar ada yang memanggil nama saya. Saya menengok untuk melihat siapa yang memanggil. Ternyata yang memanggil adalah guru olahraga saya itu. Dia memanggil saya ke dalam ruangannya (PE office) dengan alasan ingin diskusi grade saya di kelas. Tidak tahu kenapa saya masuk ke ruangan tersebut...mungkin karena saya berpikir dia tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi karena saat itu jam sekolah, ada banyak siswa dan pintu ruangan nya juga terbuka. Tetapi pikiran saya salah, secara cepat dia menggenggam tangan saya dan berusaha untuk merangkul lagi. Saya berhasil melepaskan diri pada saat itu karena saya mengancam akan teriak jika dia tidak melepaskan. Saya segera berlari keluar dari ruangan itu menuju kelas. Saya kemudian memperingati semua teman-teman perempuan untuk berhati-hati terhadap guru olah raga itu, apalagi jika tidak ada orang disekitarnya.
Di hari berikutnya, saya berhasil untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Saya berpikir kalau guru olahraga itu akan ditegur dan akan di discipline atau dipecat. Tetapi kenyataannya tidak ada sangsi sama sekali. Dia tetap mengajar seperti biasa dan seperti tidak pernah terjadi apapun. Timbul rasa marah dan benci dalam diri saya terhadap guru olah raga itu tetapi saya tidak dapat berbuat apapun. Sejak saat itu peristiwa dan kejadian buruk yang menimpa saya itu terpendam dan tidak saya ceritakan kepada siapapun lagi sampai saya pindah ke Amerika.
20 tahun kemudian…..
Sebelum pindah ke Bay Area dikarenakan pekerjaan, salah satu auntie saya yang mendapatkan anugerah healing dari Tuhan Yesus menawarkan saya untuk mendapat kan healing. Auntie saya saat itu berkata kalau dia disuruh oleh Tuhan Yesus untuk memberi healing kepada saya walaupun dia tidak tahu alasannya. Meskipun sedikit terkejut, saya langsung bersedia. Pada saat healing, auntie menyuruh saya mengingat kejadian masa-masa remaja dan mengatakan bahwa Tuhan memberi petunjuk kepadanya untuk bertanya tentang hal ini. Saya pun langsung bercucuran air mata dan mulai bercerita apa yang terjadi pada waktu saya berumur 14 tahun. Tidak lama kemudian, auntie saya juga bercucuran air mata dan sangat marah dengan apa yang terjadi pada diri saya 20 tahun silam. Auntie saya mengajak berdoa kepada Tuhan Yesus untuk meminta saya disembuhkan batinnya, dihilangkan rasa benci, marah, dan diberi kedamaian. Auntie saya bilang bahwa Tuhan Yesus ingin saya melepaskan luka batin dan rasa malu, dan Dia lah yang mengirim teman saya untuk berteriak kencang sebelum guru olahraga itu berbuat yang lebih jauh dan parah lagi. Auntie saya bilang juga kalau kejadian ini lah yang membuat saya belum bertemu dengan pasangan hidup karena saya tidak bisa percaya 100% kepada laki-laki dan bahwa saya telah berusaha sekuat mungkin untuk menjadi perempuan yang tidak bergantung kepada laki-laki. Dengan tersengguk karena tangis, saya setuju dengan perkataan auntie saya ini. Dia juga mengingatkan kalau Tuhan Yesus sangat menyayangi saya dan Dia akan selalu ada untuk mendampingi saya. Setelah mendapat healing ini, saya merasa seluruh badan saya sangat ringan. Auntie saya memeluk saya dengan erat dan kami berdua menangis bersama.
Antara 2018-2019….
Setelah saya pindah ke Bay Area, saya mengikuti salah satu healing retreat WKICU bersama suster-suster Karmel dan mendapat healing yang kedua kali karena saya sadar kalau saya belum 100% memaafkan apa yang guru olahraga saya lakukan. Setelah salah satu suster memberi saya healing, saya merasakan sekali lagi kalau badan terasa semakin ringan. Kemudian mendapatkan healing yang ketiga kali oleh salah satu suster di salah satu misa WKICU di Santa Clara. Saya merasakan seperti ada panggilan yang menyuruh untuk maju mendapatkan healing sekali lagi. Saya menuruti panggilan itu dan mendapatkan healing untuk yang ketiga kali nya. Setelah mendapatkan healing yang ketiga kalinya, malamnya saya mendapat mimpi melihat guru olahraga saya terbaring di ranjang dan berusaha untuk meminta maaf atas apa yang dia lakukan terhadap saya 20 tahun yang silam. Setelah dia meminta maaf, saya tiba-tiba terbangun dengan alarm pagi. Saya sempat terkejut kenapa saya mendapatkan mimpi tersebut. Saya pun bercerita kepada auntie (satu-satu nya orang di keluarga yang tahu tentang kejadian ini) tentang mimpi saya di telepon. Auntie saya bilang mungkin ini adalah cara Tuhan Yesus supaya saya bisa 100% mendapatkan damai dan akhirnya bisa move on dan tidak ada lagi ganjalan atau rasa benci di hati. Auntie saya pun bercanda bahwa akhirnya saya bisa bertemu dengan pasangan hidup dalam waktu dekat kalau Tuhan Yesus berkenan. Saya pun merasa bersyukur dan percaya bahwa inilah jalan yang harus saya tempuh.
Beberapa bulan silam, tepatnya Juli 2020, saya mendapatkan satu renungan dari Romo Yakin yang sangat menyentuh saya dan mengingatkan kejadian yang menimpa saya 20 tahun lalu dan process healing saya. Di renungan ini, beliau menulis, “Menghadapi kenyataan yang tidak sejalan dengan harapan, kita diajak untuk tidak ragu terhadap penyertaan Allah. Justru pada saat itulah, kita menjadi tahu siapa yang setia di jalan Tuhan dan siapa yang menyimpang dari jalan-Nya. Terhadap mereka yang telah memilih jalan sesat, kitapun diajak untuk tidak membenci, namun berani mengampuni mereka. Jangan sampai memenuhi hati kita dengan kebencian dan amarah yang akan menjatuhkan kita pada sikap permusuhan yang juga tidak dikehendaki oleh Allah. Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Kutipan dari Romo Yakin ini mengingatkan saya betapa besar kasih Allah dan Tuhan Yesus yang bersedia mengampuni semua dosa-dosa manusia di dunia ini, seberapapun beratnya. Amin!!!
The Anonymous Writer