Kekuatan Sebuah Doa
1 Tesalonika 5:18 - “Dalam segala hal bersyukur, karena itulah yang diinginkan Tuhan dalam Kristus Yesus untuk anda.”
Saya berterima kasih kepada Tuhan atas rasa sakitnya, saya berterima kasih kepada Tuhan atas kesembuhannya. Saya berterima kasih kepada Tuhan untuk semua teman dan keluarga saya dan saya berterima kasih kepada Tuhan atas anugerah kehidupan.
Selama 2 hari terakhir, punggung bawah saya sangat sakit. Suatu pagi saya bangun dan tidak bisa menahan rasa sakit. Saya kesakitan dan tidak yakin harus berbuat apa. Saya terus bertanya kepada Tuhan dalam doa saya mengapa saya kesakitan dan saya bertanya kepada-Nya apa yang harus saya lakukan.
Pada pagi hari Thanksgiving, saya masih kesakitan. Saya sangat ingin memasak tetapi rasa sakit membuat saya berpikir dua kali. Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak memasak. Tapi alhamdulillah, saya punya teman dan keluarga yang peduli meski saya tidak memberi tahu mereka bahwa saya kesakitan. Selama Thanksgiving ini, karena kami tidak bisa berkumpul karena COVID-19, mereka menawari saya jika saya ingin mampir dan mengambil makan malam dan melakukan makan malam zoom (ide yang bagus, bukan?). Entah bagaimana, saya bisa mengatur waktu saya untuk mengambil makanan, dan entah bagaimana dalam perjalanan, saya punya keinginan untuk pergi ke misa. Saya tahu saya akan melewati gereja yang akan mengadakan misa malam itu.
Selama misa, saya merasakan sakit yang luar biasa. Selama konsekrasi saya berdoa untuk rasa sakit saya tetapi ketika saya menerima komuni, saya memiliki perasaan yang mendesak untuk meminta kesembuhan dari Tuhan. Saya berdoa dan saya memohon. Tiba-tiba saya merasa saya harus mendoakan perintah-perintah. Saya perintahkan rasa sakit untuk pergi dan penyembuhan akan dilakukan.
Puji Tuhan, setelah berdoa…rasa sakitku berkurang. Saya berterima kasih kepada Tuhan atas kesembuhannya dan saya berterima kasih kepada Tuhan atas karunia iman.
-Anonymous-
From Unable to Regain the Ability to Stand/Walk
“Tetaplah mengingat dan menyebut nama Tuhan. Dalam kesusahan masih terselip kepercayaan bahwa Allah tidak akan meninggalkan dan akan memberikan yang terbaik pada waktunya. Meski kita tidak dapat mengerti akan alasan/penyebab/akhir dari suatu musibah, namun kita masih tetap percaya Gusti Allah mboten sareh, Allah akan memulihkan segalanya.”
Pada saat berumur 14 tahun, tempurung lutut kiri saya tiba-tiba mengalami dislokasi/bergeser pada saat sedang berbincang-bincang dengan teman sekolah. Teman saya melihat saya jatuh dan berteriak minta tolong. Salah satu pegawai sekolah datang untuk menolong saya berdiri. Namun saya tidak bisa berdiri dikarenakan dislokasi tempurung lutut kiri. Setelah itu, pegawai sekolah itupun membantu untuk mengembalikan tempurung lutut saya. Setelah dia berusaha untuk mengembalikan tempurung lutut, saya bisa berdiri dan jalan kembali walaupun terpincang-pincang.
Setelah pulang sekolah, orang tua saya bertanya kenapa saya berjalan terpincang-pincang. Saya menceritakan apa yang terjadi. Di malam yang sama, papa saya membawa saya ke sensei yang menggunakan cara kerok dalam penyembuhannya untuk berusaha mengembalikan tempurung lutut saya. Saya berteriak-teriak kesakitan dan bercucuran air mata pada saat sensei itu mengerok kaki kiri saya. Setelah dari situ, ternyata tempurung lutut saya belum bisa kembali normal. Di hari pekan di minggu yang sama, papa saya membawa saya ke sensei lain yang menggunakan cara uap, namun tidak berhasil juga. Di pekan berikutnya papa membawa saya ke sensei lain lagi yang menggunakan salep obat Cina. Tempurung lutut dan kaki kiri saya merasa sedikit baikan dan saya tidak berjalan terpincang-pincang lagi, tetapi itu tidak berhasil mengembalikan nya 100%.
Setelah tiga Sensei, orang tua saya tidak tahu harus berobat ke mana lagi selain pergi ke dokter melakukan ronsen. Ronsen dijalani dan hasilnya tidak ada tulang yang retak selain tempurung lutut tidak ada di tempat yang seharusnya. Dokter menganjurkan untuk operasi. Saya tidak mau dioperasi dan orang tua sayapun tidak memaksa. Setelah ke dokter, saya pindah ke Amerika Serikat bersama dengan keluarga.
5 tahun berlalu sejak saya pindah ke Amerika Serikat, saya melakukan pekerjaan dan kegiatan lain dengan hanya satu tempurung lutut yang sehat (sebelah kanan). Saya dapat berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa selama saya tidak melakukan kegiatan olahraga berat seperti waktu saya SD dan SMP.
Tepatnya setelah saya berulang tahun yang ke-19, saya pulang kerja shift malam di Panda Express dan siap untuk tidur, saya merasa ada yang mendorong saya dari belakang walaupun saya sendirian di dalam kamar. Saya tidak merasakan apa-apa dan tidur seperti biasanya. Keesokan pagi, pada saat saya mau berjalan ke kamar mandi setelah bangun, saya tidak bisa berdiri. Saya segera sadar kalau tempurung lutut kanan saya yang selama 5 tahun telah menanggung beban, karena kaki kiri saya tidak berfungsi normal telah ikut mengalami dislokasi/tergeser. Kedua lutut kaki saya kini mengalami hal yang sama. Sayapun merangkak ke kamar mandi dan setelah mandi, saya turun ke bawah di mana orang tua dan keluarga dekat (2 aunties dan 2 oma) saya berada. Saya meluncur melalui tangga dan semua sangat terkejut melihat saya tidak bisa berdiri dan berjalan. Tanpa ragu, semua berseru dan memutuskan untuk membawa saya ke tukang urut yang bernama KY (nama inisial) di Los Angeles. Saya tidak menolak atau berdebat karena saya ingin sekali bisa berdiri dan berjalan lagi seperti semula.
Di dalam perjalanan menuju rumah KY, salah satu auntie saya bercerita tentang anugerah kesembuhan yang Tuhan Yesus berikan ke KY. Kesaksian KY sudah diketahui dan tersebar oleh semua orang yang pernah urut dengan dia. Auntie saya bercerita, bahwa pada saat istri pertama KY meninggal dikarenakan kanker, diapun tidak ada keinginan untuk hidup lagi. KY kemudian berpuasa dengan tidak makan/minum selama 40 hari 40 malam. Namun di malam ke-40, ada satu orang berjubah putih datang kepadanya bertanya, "Sedang apa kamu tidak makan dan minum selama ini?" KY menjawab, "Saya ingin mati." Orang berjubah putih itu pun menjawab, "Waktumu belum tiba. Kamu masih harus menolong banyak orang di dunia ini." KY bertanya, "Bagaimana saya menolong orang lain; istri sayapun tidak bisa saya tolong." Orang berjubah putih itu menyuruh KY untuk membuka kedua telapak tangan selebar-lebar nya. Setelah itu ada sinar-sinar yang masuk ke dalam kedua telapak tangan nya. Esok paginya, KY ditemukan terbaring di lantai di dalam kamar. Setelah KY sadar kembali, dia masih belum tahu bagaimana harus menolong orang lain seperti orang berjubah putih itu katakan. Tidak lama kemudian, keponakan KY yang baru lahir tidak bisa menangis atau pun mengeluarkan air kecil dan tubuh nya sudah membiru. Dengan segera, KY pergi ke rumah sakit untuk membawa bayi itu pulang karena dia tidak ingin bayi itu meninggal di rumah sakit. Pada saat dia memegang bayi itu dan mengelus/mengurut halus, bayi itu tiba-tiba menangis dan mengeluarkan air kecil yang banyak sekali. Bayi itu selamat dan KY mulai menyadari apa yang harus dia lakukan agar bisa menolong orang, yaitu dengan menggunakan tangannya untuk mengurut. Setelah auntie saya selesai bercerita, auntie saya bilang kalau saya harus percaya bahwa Tuhan Yesus lah yang akan menyembuhkan kedua kaki saya 100% melalui KY. Saya langsung berkata, "Saya percaya!"
Setelah tiba di rumah KY, karena saya tidak bisa jalan, saya dibopong oleh tiga orang: papa saya dan 2 auntie saya untuk masuk rumah KY. Setelah KY melihat kedua kaki saya, dia menyuruh untuk tidur terlentang dan mulai mengurut kaki saya. Pertama, dia mulai mengurut kaki kanan saya, memutar tempurung lutut 360 derajat (satu lingkaran), dan menarik tempurung lutut yang tergeser dari dalam sampai bisa terlihat lagi seperti seharusnya. Saya pun berteriak sangat keras dan bercucuran air mata. Keluarga saya berusaha untuk menenangkan tapi dikarenakan rasa sakit yang luar biasa, saya pun tidak bisa tenang. Setelah tempurung kaki kanan saya kembali seperti semula, KY melakukan hal yang sama ke tempurung lutut sebelah kiri tanpa ada istirahat. Saya pun terus berteriak dan menangis keras. Tempurung lulut kiri saya pun terlihat kembali ke permukaan seperti sebelah kanan. KY pun terus mengurut saya selama beberapa menit setelahnya untuk meluruskan semua syaraf-syaraf di sekitarnya. Saya tetap berteriak karena merasa sakit sekali. Setelah selesai, KY menyuruh saya untuk berdiri dan berjalan tanpa bantuan dari siapapun. Saya langsung bisa berdiri dan berjalan sendiri walau masih pincang tanpa bantuan dari siapapun. Semua terkejut termasuk saya. Salah satu auntie saya bertanya kepada KY, ”apakah kedua kaki saya bisa 100% sembuh?” KY menjawab, ”Bisa, asalkan saya rutin datang urut setiap minggu sampai selesai.” Saya pun setuju. Selama 5 bulan, saya pun datang rutin setiap minggu (kadang-kadang 2x seminggu) untuk menerima urut dari KY. Setelah 5 bulan lamanya, KY pun memberi tahu kalau kedua kaki saya sudah 100% sembuh dan tidak perlu datang lagi. Saya sangat bergembira dan langsung bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang telah menyembuhkan kaki saya melalui KY.
Di dalam 5 bulan itu, saya juga mendapat cobaan dari beberapa orang termasuk mama saya agar berhenti total pergi ke rumah KY di Los Angeles setiap akhir pekan untuk menerima urut semata. Mereka berpendapat saya membuang waktu, tenaga, uang bensin, mileage mobil setiap minggu. Tetapi dengan dukungan auntie dan keteguhan hati, saya tidak mendengarkan mama dan orang-orang lain. Karena saya tidak mendengarkan omongan orang lain dan mama, ke dua kaki saya kembali normal 100% dan saya bisa kembali melakukan aktivitas-aktivitas seperti sebelumnya. Sayapun bisa kembali berlutut di gereja tanpa ada masalah dan tanpa rasa sakit di misa mingguan.
Seorang Romo menulis, “Tetaplah mengingat dan menyebut nama Tuhan. Dalam kesusahan masih terselip kepercayaan bahwa Allah tidak akan meninggalkan dan akan memberikan yang terbaik pada waktunya. Meski kita tidak dapat mengerti akan alasan/penyebab/akhir dari suatu musibah, namun kita masih tetap percaya Gusti Allah mboten sareh, Allah akan memulihkan segalanya.” Kutipan ini mengingatkan saya tentang kejadian ini. Walaupun kaki saya hampir dioperasi, setelah melalui 3 sensei, berjalan dengan satu tempurung lutut selama 5 tahun, dan pada akhirnya tidak bisa berdiri/berjalan, saya merasa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya. Saya percaya bahwa Dia-lah yang memberi saya kekuatan selama 5 tahun itu dan akhirnya menunjukan jalan untuk bertemu dengan KY dan menerima kesembuhan total dariNya. Amin!
~CS~
Healing Process in Overcoming Shame & Anger
Betapa besar kasih Allah dan Tuhan Yesus yang bersedia mengampuni semua dosa-dosa manusia di dunia ini, seberapapun beratnya. Amin!!!
“Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Sunter, Jakarta Utara
Musim gugur 1998…..
Saya berumur 14 tahun kelas 3 SMP di tahun 1998. Setelah bel sekolah berbunyi tanda kelas berakhir, saya masih menunggu di sekolah dan belum segera pulang karena menanti supir jemputan yang telat berangkat menjemput.
Di saat menunggu itu, saya berjalan dan melihat tempat buletin sekolah terbuka dan saya pergi untuk cek bulletin yang ada. Pada saat saya sedang membaca buletin itu, saya merasa ada yang menghampiri dan langsung merangkul saya dari belakang dengan sangat ketat. Saya juga merasa kalau ada dua tangan yang menyentuh kedua payudara saya. Saya berusaha untuk melepaskan diri dari rangkulan itu dan melihat siapa yang melakukannya. Ternyata guru olahraga saya yang merangkul! Setelah sadar bahwa yang melakukan itu adalah salah seorang guru, saya berontak berusaha melepaskan diri dari rangkulan tersebut. Namun usaha saya tidak berhasil karena dia lebih kuat. Salah seorang teman yang kebetulan masih ada di sekolah melihat kejadian itu dan berteriak kencang memanggil nama saya. Karena mendengar teriakan, guru itu akhirnya melepaskan saya. Setelah terlepas, saya cepat-cepat pergi bersama teman yang berteriak tadi menuju mobil jemputan yang telah tiba.
Selama perjalanan pulang, saya merasa tubuh kebal dan masih shock dengan apa yang terjadi. Sesampai di rumah, saya tidak bercerita apapun kepada kedua orang tua saya. Tidak tahu mengapa? Tapi saya merasa sangat malu sekali untuk menceritakan apa yang terjadi waktu mereka bertanya tentang sekolah. Setelah makan malam, saya langsung pergi ke kamar dan telepon teman yang melihat kejadian tadi. Saya menceritakan semuanya dan dia terkejut sekali dengan apa yang terjadi. Teman saya menyarankan untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Esok hari, saya mencoba untuk melaporkan kejadian tersebut kepada ibu kepala sekolah tetapi beliau tidak ada di ruang kantor nya.
Setelah usaha saya gagal untuk melaporkan, saya pergi ke kamar kecil. Dari kamar kecil, saya berjalan kembali ke kelas, dan sebelum sampai saya mendengar ada yang memanggil nama saya. Saya menengok untuk melihat siapa yang memanggil. Ternyata yang memanggil adalah guru olahraga saya itu. Dia memanggil saya ke dalam ruangannya (PE office) dengan alasan ingin diskusi grade saya di kelas. Tidak tahu kenapa saya masuk ke ruangan tersebut...mungkin karena saya berpikir dia tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi karena saat itu jam sekolah, ada banyak siswa dan pintu ruangan nya juga terbuka. Tetapi pikiran saya salah, secara cepat dia menggenggam tangan saya dan berusaha untuk merangkul lagi. Saya berhasil melepaskan diri pada saat itu karena saya mengancam akan teriak jika dia tidak melepaskan. Saya segera berlari keluar dari ruangan itu menuju kelas. Saya kemudian memperingati semua teman-teman perempuan untuk berhati-hati terhadap guru olah raga itu, apalagi jika tidak ada orang disekitarnya.
Di hari berikutnya, saya berhasil untuk melaporkan kejadian tersebut ke ibu kepala sekolah. Saya berpikir kalau guru olahraga itu akan ditegur dan akan di discipline atau dipecat. Tetapi kenyataannya tidak ada sangsi sama sekali. Dia tetap mengajar seperti biasa dan seperti tidak pernah terjadi apapun. Timbul rasa marah dan benci dalam diri saya terhadap guru olah raga itu tetapi saya tidak dapat berbuat apapun. Sejak saat itu peristiwa dan kejadian buruk yang menimpa saya itu terpendam dan tidak saya ceritakan kepada siapapun lagi sampai saya pindah ke Amerika.
20 tahun kemudian…..
Sebelum pindah ke Bay Area dikarenakan pekerjaan, salah satu auntie saya yang mendapatkan anugerah healing dari Tuhan Yesus menawarkan saya untuk mendapat kan healing. Auntie saya saat itu berkata kalau dia disuruh oleh Tuhan Yesus untuk memberi healing kepada saya walaupun dia tidak tahu alasannya. Meskipun sedikit terkejut, saya langsung bersedia. Pada saat healing, auntie menyuruh saya mengingat kejadian masa-masa remaja dan mengatakan bahwa Tuhan memberi petunjuk kepadanya untuk bertanya tentang hal ini. Saya pun langsung bercucuran air mata dan mulai bercerita apa yang terjadi pada waktu saya berumur 14 tahun. Tidak lama kemudian, auntie saya juga bercucuran air mata dan sangat marah dengan apa yang terjadi pada diri saya 20 tahun silam. Auntie saya mengajak berdoa kepada Tuhan Yesus untuk meminta saya disembuhkan batinnya, dihilangkan rasa benci, marah, dan diberi kedamaian. Auntie saya bilang bahwa Tuhan Yesus ingin saya melepaskan luka batin dan rasa malu, dan Dia lah yang mengirim teman saya untuk berteriak kencang sebelum guru olahraga itu berbuat yang lebih jauh dan parah lagi. Auntie saya bilang juga kalau kejadian ini lah yang membuat saya belum bertemu dengan pasangan hidup karena saya tidak bisa percaya 100% kepada laki-laki dan bahwa saya telah berusaha sekuat mungkin untuk menjadi perempuan yang tidak bergantung kepada laki-laki. Dengan tersengguk karena tangis, saya setuju dengan perkataan auntie saya ini. Dia juga mengingatkan kalau Tuhan Yesus sangat menyayangi saya dan Dia akan selalu ada untuk mendampingi saya. Setelah mendapat healing ini, saya merasa seluruh badan saya sangat ringan. Auntie saya memeluk saya dengan erat dan kami berdua menangis bersama.
Antara 2018-2019….
Setelah saya pindah ke Bay Area, saya mengikuti salah satu healing retreat WKICU bersama suster-suster Karmel dan mendapat healing yang kedua kali karena saya sadar kalau saya belum 100% memaafkan apa yang guru olahraga saya lakukan. Setelah salah satu suster memberi saya healing, saya merasakan sekali lagi kalau badan terasa semakin ringan. Kemudian mendapatkan healing yang ketiga kali oleh salah satu suster di salah satu misa WKICU di Santa Clara. Saya merasakan seperti ada panggilan yang menyuruh untuk maju mendapatkan healing sekali lagi. Saya menuruti panggilan itu dan mendapatkan healing untuk yang ketiga kali nya. Setelah mendapatkan healing yang ketiga kalinya, malamnya saya mendapat mimpi melihat guru olahraga saya terbaring di ranjang dan berusaha untuk meminta maaf atas apa yang dia lakukan terhadap saya 20 tahun yang silam. Setelah dia meminta maaf, saya tiba-tiba terbangun dengan alarm pagi. Saya sempat terkejut kenapa saya mendapatkan mimpi tersebut. Saya pun bercerita kepada auntie (satu-satu nya orang di keluarga yang tahu tentang kejadian ini) tentang mimpi saya di telepon. Auntie saya bilang mungkin ini adalah cara Tuhan Yesus supaya saya bisa 100% mendapatkan damai dan akhirnya bisa move on dan tidak ada lagi ganjalan atau rasa benci di hati. Auntie saya pun bercanda bahwa akhirnya saya bisa bertemu dengan pasangan hidup dalam waktu dekat kalau Tuhan Yesus berkenan. Saya pun merasa bersyukur dan percaya bahwa inilah jalan yang harus saya tempuh.
Beberapa bulan silam, tepatnya Juli 2020, saya mendapatkan satu renungan dari Romo Yakin yang sangat menyentuh saya dan mengingatkan kejadian yang menimpa saya 20 tahun lalu dan process healing saya. Di renungan ini, beliau menulis, “Menghadapi kenyataan yang tidak sejalan dengan harapan, kita diajak untuk tidak ragu terhadap penyertaan Allah. Justru pada saat itulah, kita menjadi tahu siapa yang setia di jalan Tuhan dan siapa yang menyimpang dari jalan-Nya. Terhadap mereka yang telah memilih jalan sesat, kitapun diajak untuk tidak membenci, namun berani mengampuni mereka. Jangan sampai memenuhi hati kita dengan kebencian dan amarah yang akan menjatuhkan kita pada sikap permusuhan yang juga tidak dikehendaki oleh Allah. Justru pada kesempatan inilah, kita dipanggil untuk menampilkan Wajah Kerahiman Allah yang mau menerima para pendosa yang bertobat. Semoga melalui pengampunan yang kita berikan, merekapun tersadar akan Kasih Allah yang hadir dalam diri kita semua.”
Kutipan dari Romo Yakin ini mengingatkan saya betapa besar kasih Allah dan Tuhan Yesus yang bersedia mengampuni semua dosa-dosa manusia di dunia ini, seberapapun beratnya. Amin!!!
The Anonymous Writer
“Something Happens When You Surrender to Jesus” (part 4, final)
“Maukah kamu merangkul juga semua yang jahat itu? Mereka akan bertekuk lutut di bawah kekuasaanKu, kalah atau bertobat, tetapi mereka tidak akan, sebelum kamu berbuat sesuatu. Sebelum kamu menunjukkan betapa besar kuasa dan kasihKu (kepada mereka).”
Aku diingatkan pada Mat 5:46 : ”Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian ?”.
Diketik tanggal April 26, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus”
Sejenak saya merasakan tenang dan damai setelah mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku itu, terutama setelah saya juga mengerti bahwa Yesus sungguh juga mengetahui apa yang menjadi keinginan dan harapan saya di balik semua pertanyaan yang saya ajukan. Yesus juga membuatku mengerti bahwa Dia memelihara dan menjaga semua umatNya. Setiap ciptaan Bapa yang dipercayakan kepadaNya. Dia selalu memperhatikan umatNya, dan tidak pernah mengabaikan atau meninggalkan mereka.
Tiba-tiba dalam ruangan tidur, saya melihat banyak orang. Posisi saya adalah duduk di tempat tidur (sementara badan saya tetap berbaring), dan di depan saya, di lantai, banyak orang duduk. Mereka adalah beberapa orang terdekat, yakni keluarga dan beberapa anggota keluarga besar saya. Di antara mereka ada orang-orang asing yang tidak saya kenal...
Sebuah suara terdengar di telinga kiri saya.. katanya : “Jika engkau menjalankan, dan menerima penugasanmu, beginilah yang akan terjadi.." Dan tiba-tiba saya melihat yakni di depan saya, orang yang paling saya sayangi ( my loved one, tidak saya sebutkan namanya di sini ) terlihat sakit dan tidak sadarkan diri, lunglai dan matanya terpejam. Dan di sebelah kiri dan kanannya adalah orang-orang asing yang ...sangat menakutkan dengan wajah yang jahat dan mata yang melotot ... bergerak-gerak bagai memegang sandera dan pandangan mereka tertuju langsung kepadaku seolah menantang dengan berani. Mereka memekik, riuh rendah, menantang, suara mereka bergemuruh,..berontak..marah..dan seolah siap perang. Suara itu seperti yang saya dengar waktu saya melihat neraka. Di tengah tangisan dan raungan jiwa-jiwa yang menderita, saya mendengar suara seperti itu di antaranya.
Sesaat saya merasa takut dan gentar,..tapi saya bergerak mendekati. Ada keraguan tetapi saya tetap ingin maju, merangkul my loved one. Mata orang asing itu melotot makin kasar, suaranya menggerutu dan napasnya berat sengaja dikeluarkan dengan kasar..sengaja menampakkan kemarahannya. Orang asing ini berwajah buruk, kotor, bundar, hitam, mata besar, dan telanjang. Badannya cebol pendek, jemari tangan, kaki, serta kukunya panjang.
Saya diserang oleh kekuatan yang terasa menggerakkan bulu belakang leherku. Dan setiap serangan itu datang, kaki saya seperti mengejang, otot betis tertarik kencang, dan kedua jempol kaki terangkat ke atas. Ada sekitar 5 atau 6 kali semua itu terjadi. Dan bahu saya terasa diterpa angin dingin,.. menusuk tulang punggungku. Semua ini saya rasakan di antara sadar dan tidak. Jadi secara fisik saya sungguh merasakan semuanya, saat jiwa saya sebetulnya sedang berjuang meraih kembali my loved one dari cengkraman kekuatan jahat.
Sementara saya berjuang mendekati my loved one, banyak makhluk jahat yang lainnya berkeliaran berkeliling ruangan sambil meneriakkan teriakan-teriakan menguatkan si jahat yang 'menguasai' my loved one. Mereka terbang, mereka berlompatan, mereka tertawa mendukung 'temannya' yang sedang 'memegang' my loved one itu, mereka tidak mau kalah. Tetapi di antara raungan-raungan dan teriakan-teriakan jahat itu, saya juga mendengar sesuatu yang tiap kali saya mendengarnya...menimbulkan kekuatan dan ketenangan yang luar biasa dalam hati saya. Itulah doa Bapa Kami dan Salam Maria, yang didoakan oleh banyak orang di ruangan itu, termasuk oleh orang-orang yang terdekat dengan saya, yakni saudara-saudara, orang tua saya, dan my spouse. Setiap kali saya terfokus mendengar doa-doa itu, saya bisa melangkah selangkah lebih mendekati my loved one, dan saya selalu merasa mendapat kekuatan dan lebih berani melangkah.. dan semua itu sungguh menenangkan saya dan memberi kepercayaan diri. Secara bersamaan saat saya merasakan kekuatan itu, ketakutan juga berkurang dan menghilang,.. dan suara-suara setan-setan itu mulai pergi satu per satu. Suara yang ribut dan tidak beraturan itu mulai menghilang,.. hingga tinggal dia yang bermata melotot itu,.. dan tatapannya tidak segarang sebelumnya. Kekuatannya tinggal sedikit.. untuk selanjutnya dia pun tertunduk dan tidak lagi tampak berbahaya. Tinggal saya merentangkan tangan meraih my loved one.
Ada keanehan yang terjadi. Dua keanehan. Saya mendengar ada suara berkata: Inilah yang akan terjadi saat engkau melaksanakan tugasmu. Secara bersamaan aku merasakan suatu pengertian: “keluargamu, dan orang-orang yang paling kamu sayangi, akan diserang dulu. Relakah kamu akan semuanya itu terjadi ?". Relakah kamu melepaskan semuanya itu untuk Aku ?. Aku tidak bisa menjawab, seolah ada sesuatu (gumpalan) yang tertahan di tenggorokanku.
Keanehan yang kedua; Saat saya melakukan itu, yakni hendak meraih my loved one dengan kedua tanganku, tiba-tiba posisi my loved one diambil alih oleh orang lain... yakni orang yang tadinya bermata melotot, kumal, kotor, pendek, dan jelek itu. I don't know where my loved one is, but..... Saya mendengar suara: Maukah kamu merangkul juga semua yang jahat itu? Mereka akan bertekuk lutut di bawah kekuasaanKu, kalah atau bertobat, tetapi mereka tidak akan, sebelum kamu berbuat sesuatu. Sebelum kamu menunjukkan betapa besar kuasa dan kasihKu (kepada mereka).
Oh Tuhan, apalah saya ini... Saya mau ya Tuhan, kuatkanlah saya. Suara yang sama terdengar olehku lagi: Beginilah yang akan terjadi. Keluargamu, dan orang-orang terdekatmu, akan diserang terlebih dulu. Mereka akan diserang, sembari mata mereka (musuh-musuh yang jahat) tertuju kepadamu, melihat dan menunggu apa reaksimu, apa yang akan kamu lakukan. Mereka ingin melihat seberapa jauh engkau bertahan dan berjuang, seberapa tangguh engkau. Mereka ingin kamu mundur dan jatuh. Tetapi Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
Tetapi beginilah kamu akan melakukan tugasmu. Tetaplah percaya kepadaKu, dan bersandarlah kepadaKu. Jangan takut. Aku akan mengirimkan orang-orang yang akan mendampingimu, dan berdoa bersamamu, untukmu. Mereka akan menguatkan engkau, dan engkau tidak sendiri. Nyalakanlah dua lilin di depanmu, di samping kanan orang yang kamu doakan, saat engkau melakukan tugasmu, dan pakaikanlah selimut hangat melindungi bahumu, agar mereka (yang jahat itu) tidak bisa memasukimu.
Aku bersyukur atas penyertaan Tuhan. Jiwaku bersorak. Kedua tanganku terangkat dan aku berteriak : Aku siap !.
Aku terbangun..
Dengan napas yang terengah-engah, saya duduk dan bangkit dari tempat tidur, menyalakan lampu kamar untuk melihat jam di dinding. Jam 2:05 pagi. Berarti saya baru sekitar 2 jam tertidur. Dini hari itu adalah hari Senin, tanggal 20 April 2015.
Rangkuman Penutup
Ada rasa syukur dan kelegaan yang mendalam ketika menyadari bahwa saya sudah menuliskan semuanya.
Tuhan telah berkenan menjawab pertanyaan dan ujud doa saya lewat sebuah pengalaman penampakan rohani yang begitu mendalam dan sangat menakjubkan. Pertanyaanku yaitu apakah sungguh Tuhan mau aku membaktikan hidup untuk kunjungan mendoakan orang-orang sakit. Dan untuk pertanyaan yang sangat penting ini, saya sungguh sudah berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ternyata kepasrahan diri ini berkenan bagi Tuhan.
Something happens when we wholeheartedly surrender to Jesus.
Semoga kita selalu percaya dan rela berserah diri kepada Yesus.
All for the glory of God.
Amen.
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3 of 4
Mulutnya tidak terbuka berbicara, tetapi katanya kepadaku: “Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga”
Diketik tanggal April 23, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3
Saya bertanya, “Di manakah Sorga?”. Karena posisi saya di depan kedua malaikat itu, lebih dekat dengan malaikat yang di sebelah kiri, tetapi pandangan saya saat itu tertuju kepada malaikat yang berada di sebelah kanan sehingga malaikat yang di sebelah kanan itulah yang menjawab saya. Dia menaikkan wajahnya ke atas, memandang ke atas ke arah langit yang terbuka itu, asal sinar yang terang itu, sambil tangan kirinya terangkat ke atas, tangannya terbuka.
Tangan kirinya itu seolah menuntun saya agar melihat ke atas. Mulutnya tidak terbuka berbicara, tetapi katanya kepadaku: “Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga”. Seketika aku menjadi tahu bahwa di Sorga itu semuanya terang, karena meskipun tempat kami berdiri sangat jauh, tetapi aku masih bisa melihat dengan jelas .. tidak ada yang menghalangi pandangan saya. Dan sinar yang turun itu adalah sinar yang masih kuat dan utuh, tidak terdistorsi oleh jarak, cahayanya tidak terpecah pecah tetapi utuh.
Saya ingin sedikit menggambarkan apa yang saya bisa mengerti dari pandangan saya yang mungkin hanya dua atau tiga detik itu. Jadi ada gumpalan-gumpalan awan berwarna kelabu yang bergerak di sekeliling sinar itu. Awan-awan itu meskipun bergerak pelan, tetapi tidak bisa bercampur dengan cahaya sinar yang terpancarkan dari atas sana, turun ke tanah itu. Awan-awan itu tidak menyentuh sinar. Awan-awan itu seolah terbuka. Di balik awan itu seolah-olah saya melihat ada pintu besar yang terbuka. Daun pintunya dua, sebelah kiri dan kanan. Lebarnya daun pintu itu sekitar sepuluh meter sebelah kanan dan kiri, dan tingginya sekitar tiga puluh meter. Pintu itu terbuat dari logam, warnanya kemerah-merahan dan agak keemasan, tebalnya kira-kira tiga puluh sentimeter. Saya tidak melihat jelas daun pintu sebelah kiri, tetapi dari daun pintu sebelah kanan yang saya lihat, terlihat bahwa daun pintu itu terbagi oleh tiga bagian dari atas ke bawah. Bagian itu berupa rangka horisontal tetapi letak rangka itu sendiri ada di bawah / di dalam logam daun pintu, jadi terbungkus oleh logam yang secara merata melapisi seluruh permukaan daun pintu. Daun pintu itu berisi ukiran atau relief yang indah dan tidak ada manusia yang bisa membuatnya, oleh karena logam itu sendiri yang membentuk relief dan hiasan pada daun pintu itu. Di tengah-tengah langit yang terbuka itu, dan di tengah-tengah pintu yang terbuka itu dan agak tinggi, saya seperti melihat sebuah kursi besar, sebuah tahta dan sesosok duduk di sana. Saya tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi dari posisi duduknya saya merasa bahwa “Dia” sangat damai dan bijaksana. Kursi besar itu berwarna logam kemerahan dan keemasan, seperti warna tembaga / copper tetapi tidak memantulkan cahaya (mengkilat) seperti layaknya copper yang kita tahu. Ada dua lengan kursi di sebelah kanan dan kiri, dan setiap sisi kursi itu ada semacam ukiran atau relief. Saya tidak bisa melihat jelas sekali relief apa yang ada di sana, tapi saya tahu seperti apa dan bagaimana bentuknya.
Ada kehidupan di atas sana, di balik pintu itu. Saya merasakan ada pergerakan jiwa-jiwa di sebelah kanan dan sebelah kiri tahta itu. Jadi sebetulnya di balik awan dan semua awan yang ada, adalah sebuah tempat tanpa batas, yang semuanya terang dan penghuninya semua berjubah putih. Mereka tidak bersandal, mereka tidak memakai perhiasan. Jadi di balik gumpalan awan dan semua awan itu, adalah sebuah tempat yang tidak bisa diartikan sebagai tempat. Karena tempat memiliki batas, tetapi di sana tidak ada batas. Adalah sebuah nuansa, adalah sebuah universe yang hanya berisikan kebaikan dan syukur. Jadi tempat itu sangat luas, dan tempat saya berdiri ini, adalah tempat yang kecil, sementara, dan tidak ada bandingannya dengan yang di atas sana. Tempat saya berdiri sekarang ini, dan tempat gelap yang tadi saya lihat, sungguh adanya di bawah. Dan Sorga di sana, adalah tempat yang di atas.
Tempat segala siksaan kekal, yang tadi saya lihat di mana semua jiwa menderita, dipenuhi oleh kegelapan yang kegelapan itu sendiri bergerak-gerak menakutkan semua jiwa yang dinaunginya. Tempat itu juga sangat luas dan tidak terlihat batasnya, ada begitu banyak jiwa di sana, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan luas tempat yang di atas sana. Sekali lagi saya katakan, tempat gelap penuh siksaan itu sangat luas dan semua permukaannya dipenuhi oleh jiwa yang menderita, sempit bagi setiap jiwa karena mereka harus berdesak-desakan dalam kesakitan. Batas tempat itu selalu bergerak oleh karena seberapa banyakpun orang yang datang ke sana, tempat itu seakan melebarkan dirinya.
Tempat ini, tempat saya berdiri ini, dan tempat gelap yang penuh penderitaan dan penyesalan itu, letaknya adalah di bawah. Ini adalah dunia bawah, dunia yang jauh dari atas sana. Bila tempat saya berdiri ini adalah sementara, tetapi tempat yang gelap itu tetap ada selamanya.
Ketika saya menengadah ke atas melihat tahta dan pintu yang terbuka itu, sebetulnya bersamaan saya melihat satu dua jiwa yang terangkat ke Sorga. Di bagian tengah sinar yang seolah menjadi jalan ke Sorga itu, sebuah jiwa tengah naik ke atas dalam perjalanannya ke tempat yang lebih baik. Dia naik, tetapi bukan oleh kekuatannya sendiri. Ia tidak ditarik ke atas atau didorong dari bawah, tetapi jiwanya melayang, ringan, pelan mengelilingi sinar itu. Jiwa itu membuka tangannya, karena ia telah diberi kebebasan untuk bersuka cita sambil mengharapkan saat indah menjadi warga di atas sana. Tangannya bergerak-gerak pelan seperti menyuarakan kegembiraan hatinya, tetapi tidak seperti gerakan seorang penari.
Di bagian agak bawah, sekiranya sepersepuluh jauhnya panjang perjalanan sinar itu, ada sebuah jiwa wanita yang baru saja memulai perjalanannya. Jiwanya juga bersuka cita dan ingin segera sampai ke tujuannya. Jiwanya juga bergerak berputar mengelilingi sinar ini, dan pergerakannya pindah lebih cepat daripada jiwa lelaki yang mendahuluinya. Tetapi dia tidak akan sampai lebih dahulu ke depan pintu Sorga, karena seberapa pun cepatnya dia, jiwanya akan sampai setelah jiwa lelaki yang sudah terlebih dulu memulai perjalanannya.
Malaikat itu kembali melihat ke arah saya, kali ini pandangannya tajam dan menggambarkan ekspresi yang tidak bisa saya tuliskan dengan kata-kata. Pandangannya berisi gabungan begitu banyak perasaan dan harapan. Saya menangkap berbagai hal atau rasa di dalam tatapan itu. Ini yang bisa saya rasakan atau tuliskan. Ada rasa heran, ada rasa bertanya, ada rasa harapan, ada rasa perhatian dan perhatian itu layaknya (seperti) bila seorang kakak laki-laki berbicara kepada adiknya yang perempuan, ada rasa perlindungan. Ada care, ada cemas, ada keraguan apakah aku akan menerima dan kuat, apakah aku tetap setia, apakah aku akan bertahan sampai akhir, apakah aku akan mampu, apakah aku akan mau menderita, apakah aku mengerti, apakah aku bisa memilih yang terbaik dan yang lebih baik, apakah aku bisa sungguh belajar dari apa yang kepadaku telah dan sedang ditunjukkan saat ini.
Malaikat itu berambut keemasan, sebahu, dan bagian ujung rambutnya agak melengkung ke dalam menyentuh bahu atau punggungnya. Rambut itu tidak bisa berubah panjang, tetapi bebas bergerak meskipun tidak ada angin yang menggerakkannya. Rambut itu tidak perlu dirapikan tetapi akan selalu sama dan tidak pernah rusak atau terjatuh ke tanah.
Ia menatapku, sebentar saja tetapi ada begitu banyak hal yang seolah hendak disampaikannya. Katanya kemudian (setelah sejurus mengucapkan "Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga'): “Tetapi kerajaan Sorga itu ada di antara kamu. Ada di tengah-tengah kamu. Tugasmulah (maksud dia adalah semua orang yang mengakui Kristus adalah Tuhan dan Raja) mewujudkan dan membawa keindahan dan kehadiran Sorga itu di tengah umat manusia, supaya mereka tahu apa dan bagaimana kehidupan yang menanti di rumah Bapa". Aku terdiam tidak bisa berkata apa-apa, tetapi pikiranku berjalan seolah mengerti apa yang hendak disampaikannya. Sorga itu ada di tengah-tengah kita. Setiap ada kebaikan dalam hubungan kita dengan sesama, di situlah ada angin Sorga, ada nikmat Sorga, begitulah suka cita yang ada di dalam Sorga. Sebab di Sorga semuanya adalah kebaikan, dan kebaikan itu bersama-sama dengan kebahagiaan. Kebahagiaan di Sorga itu kekal sebab tidak ada kekuatan dari luarnya yang dapat menjangkau bahkan pinggir batas Sorga, sebab batas Sorga itu tidak ada, sebab dunia bawah ini terpisah begitu jauhnya dengan kerajaan di atas sana.
Aku bertanya,.. "mengapa semuanya ini?” sambil menoleh di sebelah kananku. Telapak tangan kananku terbuka, mengarah kepada semua rentetan boks-boks yang bersebelahan. Saat itu aku menjadi mengerti bahwa di tempat ini, di sekitar boks-boks ini..semua jiwa yang ada tidak bisa melawan kekuatan yang mengaturnya. Dan memang tidak ada jeritan atau kemarahan. Yang ada hanyalah kepasrahan dari jiwa-jiwa yang dalam penderitaan dan penantiannya, seolah sadar bahwa mereka pantas mendapatkan dan menjalani apa yang sedang mereka jalani. Jiwa mereka telah diberi pengertian bahwa mereka menjalani ini sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang telah mereka perbuat atau pilihan yang telah mereka ambil, baik yang disengaja maupun yang terjadi karena ketidakpedulian, kemalasan, atau ketidakpercayaan mereka akan sesuatu yang baik. Mereka telah tahu bahwa mereka telah diingatkan semasa hidupnya akan sebuah konsekuensi hukuman, meskipun tidak ada satu jiwapun yang tidak terkejut dan terkesima, setelah melihat dan mengetahui betapa penderitaan yang mereka sedang lalui di tempat ini, sungguh berat dan hampir tidak bisa mereka pikul beratnya. Kekuatan mereka sendiri tidak akan pernah menolong atau memperpendek masa mereka berada di tempat ini, hanya kekuatan dari luar mereka yang bisa menolong. Kekuatan dari luar itupun haruslah disetujui atau diamini oleh sebuah kekuatan yang menjaga tempat ini. Begitu doa-doa yang dipanjatkan itu berkenan, dan penjaga tempat ini berbelas kasihan, maka doa-doa itu barulah disampaikan kepada mereka yang doa-doa itu ditujukan. Setiap kali doa-doa itu sampai dan terdengar oleh jiwa-jiwa ini, maka seolah mereka bergembira, tubuh mereka terangkat ringan dan memiliki kebebasan yang lebih baik. Bila tidak ada doa untuk mereka, maka jiwa-jiwa ini hanya akan terdiam dan menunggu.
Ada suara yang berkata, bahwa semua yang ada di tempat ini adalah sementara. Semua penghakiman dan pemurnian ini, melalui boks-boks itu, akan berakhir. Semuanya itu akan dihancurkan dan dibuang sampai tidak ada bekas-bekasnya, dan boks-boks itu akan rata dengan tanah dan menjelma sama dengan harga tanah. Saat itu, saat semua boks itu dihancurkan, tidak ada sedikitpun material di dalamnya yang terbuang. Jadi semua material pemurnian itu tidak berkurang sedikitpun oleh masa.
Saat itu datang dan terjadi, yakni saat semua boks itu dihancurkan, anakKu akan turun dari Sorga dan mengklaim segala miliknya, sampai kepada jiwa yang terakhir sekalipun. Dia sendiri yang akan turun dari Sorga, menjemput jiwa terakhir yang disucikan. Bersama dengan jiwa itu, Dia akan memegang tangan jiwa itu, dan naik ke Sorga. Barulah kemudian kedua malaikat itu, dan seorang lagi yang berdiri di sebelah mereka, juga terangkat ke Sorga. Mereka juga akan melalui jalan terang itu, yakni sinar yang tetap ada dari jaman Abraham dan Musa, sampai hari ini ketika anak Domba Allah naik ke Sorga dan bertahta di Singgasananya. Sebelum Anak Domba Allah meninggalkan tempat ini, yakni tanah terang berlingkaran tempat turun dan datangnya jiwa-jiwa yang telah disucikan, Dia akan mengklaim tempat ini. Setelah Dia terangkat ke Sorga, yakni oleh kekuatanNya sendiri, dia menyerahkan segalanya kepada Bapa, Allah yang berkuasa. Di depan Bapa yang maha kasih, dia kemudian berpaling menoleh ke belakang, lewat bahunya yang sebelah kanan, memandang ke bawah, ke tempat yang terang ini. Ketika tangannya terlentang terbuka seperti mengundang, yakni tangan yang terlihat ada darah bekas paku dan tetesan darah ada di sekeliling lubang paku itu, diturunkanNya kembali tangannya lebih rendah.
Seketika itu juga tempat ini menjadi milikNya. Semuanya terjadi begitu cepat, angin-angin dan awan awan datang dari sebelah kanan bahuku, dari tempat yang paling jauh sampai tempat ini, berkumpul oleh sebuah kekuatan yang satu. Dan semuanya dirangkul dan seolah dibungkus menjadi satu oleh rahmat yang maha kasih, terbang terbawa ke atas sana. Kemudian tempat ini menjadi kosong. Tetapi tempat yang satunya lagi masih ada, yakni tempat di mana raungan dan tangisan begitu banyak.. itu masih ada karena tidak ada lagi kekuatan baik yang dapat sampai ke tempat itu. Demikianlah aku melihat betapa rendah tempat itu, betapa jauhnya terpisah dari Sorga. Tidak ada suatu kekuatan pun yang dapat menghubungkan keduanya, sebab di antara keduanya adalah kehampaan.
Sebelum sempat aku menoleh kembali pandanganku ke sebelah kiri, untuk bertanya apa yang selanjutnya akan terjadi,..sebuah suara yang begitu sejuk dan lembut berkata: “Sebab segala yang baik, adalah milikKu”.
Setelah menyaksikan semuanya, aku merasa dibawa kembali ke tempat di mana aku saat ini berada. Yakni di kamar tidurku, saat ini. Aku bisa melihat badanku tertidur, tetapi jiwaku seolah terduduk. Jadi badanku tertidur, tetapi aku merasa duduk dan berbicara.
Kemudian aku merasa bisa bertanya apa saja kepada Yesus, di tempat ini. Aku tidak melihat wajahNya, tetapi Dia ada, dan Dia sendiri berkata, bahwa Dia hadir dalam sakramen malam itu di gereja Mater Dolorosa (South San Francisco), dua hari lalu, tanggal 17 April 2015.
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 2 of 4
Apalagi boks-boks ini terbuat dari metal yang begitu kuat, terbuat begitu rapi dan seolah tidak ada sambungannya. Tidak ada kekuatan dari jiwa-jiwa di dalamnya yang bisa membuat mereka keluar dari dalamnya, selain kekuatan yang datang dari luar boks ini.
Diketik tanggal April 21, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus”
Saya merasa dituntun, berjalan bersebelahan dengan seseorang. Sebetulnya bukan sekedar berjalan, karena saya merasa berpindah tempat tetapi terasa ringan seolah melayang. Saya dituntun oleh seseorang di sebelah kiri saya yang seolah menyuruh saya menyaksikan. Saya melihat di sebelah kanan .... suatu tempat yang gelap dan luas, yang tidak bisa terlihat batasnya. Gelap, namun masih ada cahaya dari pantulan awan-awan yang bergerak tinggi di atasnya. Seketika terlihat bayangan banyak tangan seolah menjangkau ke atas, melambai ke atas, jiwa-jiwa yang tidak berpakaian, kurus, kotor penuh peluh dan luka. Saat bersamaan terdengar raungan-raungan yang menyayat hati...suara kesedihan dan pemberontakan, penyesalan, amarah, dan ketidakpuasan..menjerit-jerit riuh rendah antara kedengaran keras dan lemah. Wanita dan lelaki bercampur di situ, mereka tidak berperang satu melawan yang lain tetapi semuanya menyuarakan kesedihan, ketidakpuasan, dan pemberontakan. Tiap kali kulit mereka bersentuhan, mereka merasakan seperti terbakar dan kesakitan. Mereka semua ingin keluar dari tempat itu tetapi mereka mengetahui bahwa mereka akan lama berada di tempat itu. Dalam keputusasaan, yang mereka bisa lakukan adalah menjerit dan meneriakkan semuanya: kesedihan dan penyesalan yang mendalam, protes dan ketidak damaian. Mereka tidak bisa diam karena seolah tempat mereka berpijak adalah sesuatu yang panas, mereka tidak bisa berpijak dengan diam. Saya bisa menggambarkannya seperti cacing yang menggeliat geliat di tanah yang kering dan kepanasan.
Lebih dekat dengan saya, atau kami, adalah sebuah tempat yang agak gelap juga tetapi lebih terang daripada tempat yang tadi saya gambarkan. Karena posisi saya (atau kami) seolah melayang setinggi kira-kira lebih dari 10 meter....saya bisa melihat kedua tempat ini sekaligus. Tidak ada batas yang terlihat jelas memisahkan antara kedua tempat ini, tetapi ada seperti sebuah jurang panjang, dalam, dan gelap yang memisahkan keduanya.
Di tempat (area) ini ada serentetan wadah, mungkin ada 5, 6, atau 7... saya tidak memperhatikan jumlahnya. Wadah-wadah ini seperti sebuah boks kuat yang terbuat dari logam, seukuran rumah atau gedung yang besar, semuanya berisi sesuatu. Ketika saya cukup dekat dengan boks yang kedua atau ketiga,...barulah saya menyadari bahwa boks boks ini jauh lebih besar daripada yang terlihat dari jarak pertama saya melihatnya. Boks-boks ini bersebelahan, dari kanan ke kiri terletak secara diagonal, terpisahkan namun semuanya berhubungan dengan semacam terowongan yang menghubungkan antara boks yang pertama dan kedua, kedua ke ketiga, dan seterusnya. Terowongan atau lubang ini terletak di bagian sisi atas boks, tingginya sekitar seperlima bagian di bawah batas atas dindingnya. Diameter terowongan ini tidak besar, tetapi cukup kuat untuk menjadi penghubung antara boks satu dan yang lainnya. Letaknya di tengah-tengah, tidak di kiri atau di kanan sisi dinding boks. Material terisi dalam terowongan ini, berisikan material dari dua boks yang bersebelahan, bercampur sekitar di tengah-tengah terowongan antara bok satu dan bok yang berikutnya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, semua 'boks' ini berisi material yang hampir penuh.
Ketika saya "terbawa” lebih dekat, posisiku di antara boks kedua dan ketiga, terlihat olehku seseorang yang terangkat (atau mengangkat) kedua tangannya. Dia seperti seorang laki-laki, tetapi dia tidak terangkat oleh kehendak atau kekuatannya sendiri, melainkan oleh sebuah kekuatan yang lain. Dia terangkat dari boks nomor 3, yang setelah saya lihat, berisi sesuatu yang panas, cairan yang sepertinya hampir mendidih panasnya. Warnanya kecoklatan dan kehitaman, bergerak oleh sesuatu yang membuatnya panas. Jiwa ini seolah berteriak, namun tidak ada suara yang terdengar.
Yang saya dapat rasakan adalah bahwa dia merasa bersyukur. Dia merasa senang karena meninggalkan suatu tempat yang penuh penderitaan dan hukuman menuju tempat lain yang – dia tahu – akan ada penghukuman dan penantian juga, tetapi akan lebih 'tidak menyakitkan' dari boks yang berisi minyak itu. Tubuh jiwa ini tidak berpakaian, warna kulitnya kecoklatan dan terlihat telah mengalami banyak pemurnian dan penantian yang panjang. Saat kedua kakinya meninggalkan permukaan minyak, kedua tangannya bersilang di dada.
(Pada saat yang bersamaan saya menjadi mengerti bahwa terowongan-terowongan itu adalah jalan yang hendak dilalui oleh jiwa-jiwa untuk beralih dari satu boks ke boks yang berikutnya. Akan tetapi ada jiwa-jiwa yang bisa saja tidak melalui suatu terowongan, akan tetapi jiwanya langsung terangkat dari satu boks menuju ke boks yang berikutnya. Akan tetapi tidak ada satu jiwapun yang bisa terangkat dan tidak melewati terowongan, untuk lebih dari satu kali. Itu belum pernah terjadi).
Saya menoleh agak ke kanan dan melihat sesuatu yang berasap muncul dari permukaannya. Saya bertanya kepada malaikat yang dari tadi menemani saya. Saat ini saya menjadi tahu bahwa dia adalah malaikat. Saya bertanya apa isi boks itu...dia menjawab. Saya tidak melihat malaikat ini karena posisinya agak di belakang kiri saya, jadi saya tidak melihat dia berbicara. Tetapi kudengar dia berkata, isinya adalah lumpur panas. Seketika aku melihat dari permukaan lumpur ini muncul bebatuan kecil juga, mendidih seperti lahar namun warnanya kecoklatan agak kehijauan dan kebiruan. Berasap, kental, panas, dan baunya seperti belerang dan bercampur dupa yang menyesakkan dada. Tidak ada yang bisa keluar dari material-material dalam boks ini, selain karena materialnya tidak memberikan ruang gerak yang bebas, juga karena sangat pekat. Apalagi boks-boks ini terbuat dari metal yang begitu kuat, terbuat begitu rapi dan seolah tidak ada sambungannya. Tidak ada kekuatan dari jiwa-jiwa di dalamnya yang bisa membuat mereka keluar dari dalamnya, selain kekuatan yang datang dari luar boks ini. Seketika aku mengerti bahwa jiwa yang tadi kulihat melayang dan terangkat dari minyak yang panas, telah terbantu oleh sebuah kekuatan dari luar, dari doa orang-orang yang dipanjatkan kepadanya, berdoa untuknya.
Saya bertanya kepada malaikat itu, berapa lama penghukuman di boks yang kedua ini, dan aku diberi pengertian antara 51 dan 84 tahun, menurut kalender manusia. Aku bertanya berapa lama jiwa-jiwa akan berada dalam boks yang berisi minyak itu. Jawabnya paling sedikit sekitar 3 tahun menurut kalender manusia, tetapi tidak ada batas paling lamanya.
Aku menoleh agak ke kiri, sebelah kiri boks yang berisi minyak itu. Ada beberapa boks lagi tetapi pandanganku tertuju lebih jauh sehingga melewati boks yang terakhir, yang sepertinya berisi material yang lebih ringan, seperti debu-debu panas dan awan panas luncuran dari gunung berapi. Awan dan debu-debu ini berputar-putar di dalam boks itu, tidak ada jiwa yang bisa menghindar dari betapa panas dan sakitnya terjangan bebatuan seukuran kepalan tangan yang beterbangan berputar-putar di dalamnya, berlawanan arah jarum jam. Tetapi jiwa-jiwa di tempat ini bisa bernapas lebih baik atau lebih mudah bila dibandingkan dengan boks yang di sebelah kanannya. Still, mereka tidak bisa bernapas sepenuhnya seperti orang yang hendak menarik napas panjang, karena udara dan debu itu akan menyakitkan dan menyesakkan dada mereka.
Tempat itu yang jelas lebih terang daripada boks yang kedua dan ketiga. Terangnya tidak dari lampu atau matahari, tetapi dari sesuatu yang tidak bersumber. Setelah boks yang terakhir itu, yakni boks yang berisi udara dan debu panas yang berputar-putar, adalah sebuah tempat menyerupai lingkaran. Tanah, tetapi tanah itu sendiri terlihat terang namun tidak bercahaya.
Jadi boks-boks yang terletak bersebelahan itu letaknya di atas tanah dan melayang dan bagian bawahnya setinggi kira-kira3 atau 4 meter dari permukaan tanah. Di bawah boks-boks yang kedua, ketiga, keempat dan kelima,..tidak terlihat tanah karena gelap dan tidak ada cahaya. Barulah di bawah sekitar boks yang terakhir, tanah terlihat remang-remang karena sudah ada cahaya. Cahaya yang terbagi dan sama, yang diterima oleh tanah yang agak terang itu.
Tanah itu seukuran lingkaran besar,..tetapi tidak terlalu luas, mungkin bisa memuat sekitaran seratus orang. Ada beberapa sosok di situ. Dua orang berdiri berhadapan dengan posisi saya, berpakaian putih dan tangan mereka bersila di dada. Satu lagi orang di sebelah kanan mereka, yaitu di sebelah agak ke kiri dari pandangan saya, berpakaian putih juga. Mereka berdiri di luar lingkaran, menanti jiwa-jiwa yang akan datang, satu per satu. Jiwa-jiwa ini sepertinya melayang, meloncat dari boks yang terakhir, tetapi loncatan mereka tidak oleh karena kekuatan mereka sendiri. Mereka melayang turun...dan seolah mendarat di lingkaran di tanah itu. Saya melihat satu jiwa tiba di tempat itu, turun di tanah berlingkaran itu. Ia tidak berkata-kata tetapi saya bisa merasakan bahwa dia senang dan tubuhnya terasa ringan. Saya menjadi tahu bahwa tubuh laki-laki yang tadi saya lihat keluar dari boks minyak, itu lebih berat daripada jiwa yang keluar dari boks yang terakhir ini. Tubuhnya berwarna putih dan tidak lagi gelap, dan ketika tubuhnya mendarat di tanah sebuah jubah sudah disiapkan kepadanya. Sepertinya kedua malaikat yang menunggu itu adalah mengawasi tempat itu, dan memastikan bahwa semuanya berlangsung seperti apa yang kepada mereka telah diberitahukan atau diperintahkan. Mereka seolah tahu dan mengamini siapa saja jiwa yang akan tiba di tempat itu, tetapi mereka tidak memegang buku atau daftar. Mereka menunggu dan melihat dengan hati yang damai.
Tempat ini terang, tetapi tidak bercahaya. Jadi apa yang ada di situ semuanya berwarna putih. Jubah para malaikat dan jubah orang yang tiba di situ berwarna putih tetapi saya masih bisa membedakan putihnya dengan putih tanah. Putih tanah itu tidak bercahaya, tetapi jiwa-jiwa yang memakai jubah itu seolah hidup, ada sesuatu yang hidup di balik jubah itu, dan karena saya (melayang) mendekati kedua malaikat itu, saya bisa melihat warna merah di dada mereka, ada segumpal darah segar dari jantung yang terlihat berdetak.
Saat itulah saya melihat ke atas... dari manakah asal semua terang ini. Saya mendongakkan kepala ke atas...sekitar di atas lingkaran di atas tanah itu. Saya melihat langit yang terbuka oleh sinar yang terang. Sinar-sinar itu lurus tertuju ke tanah itu, menyebar ke seluruh permukaan tanah dan membuatnya terang. Sinar itu lurus dan terang, awan-awan yang bergerak di sekelilingnya tidak bisa menghalangi terang sinar itu, karena sinar itu harus tetap ada.
Saya bertanya di manakah Sorga?
Something Happens When You Surrender to Jesus - part 1 of 4
Something will truly happen when we surrender ourselves, totally, to Jesus.
Dengan membagikan tulisan ini, semoga ada banyak pribadi yang mengerti dan disadarkan bahwa hidup ini sungguh singkat dan sangatlah berharga. Dan bahwa Neraka, Purgatori, dan Sorga itu sungguh nyata. Tidak seorangpun yang layak masuk neraka. Jangan ada satupun lagi.
Pengantar.
Pada tanggal 17 April 2015 sore, ada Healing Mass yang dibimbing oleh para suster Putri Karmel, diadakan di gereja Mater Dolorosa, South San Francisco. Namun sejak sekitar 2 minggu sebelumnya, saya sudah berencana dalam healing mass itu akan memohon agar Tuhan berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaan penting yang sedang mengganjal dalam hati saya. Dan apapun jawaban dari Tuhan, saya berjanji akan turut dan menyerahkan diri seutuhnya.
Malam ketiga setelah healing mass, atau tanggal 19 April sekitar tengah malam, Tuhan menjawab doa saya lewat mimpi. Seperti bukan mimpi, karena dalam tidur itu semuanya terasa begitu nyata, saya seperti di antara sadar dan tidak.
Begitu terbangun, saya langsung menuliskan (di kertas) poin-poin penting mimpi itu, karena saya tidak ingin ada yang terlupakan. Kemudian, semuanya saya ketikkan dalam 4 bagian, sesuai tanggal ketikannya yaitu tanggal 20, 21, 23 dan 26 April 2015.
Pengalaman rohani ini sangat istimewa buat saya, karena saya yakin adalah jawaban dan tanggapan Tuhan akan doa dan sikap penyerahan diri kepadaNya. Maka tulisan ini saya beri judul “Something Happens When You Surrender to Jesus”. Something will truly happen when we surrender ourselves, totally, to Him.
Dengan membagikan tulisan ini, semoga ada banyak pribadi yang mengerti dan disadarkan bahwa hidup ini sungguh singkat dan sangatlah berharga. Kita harus selalu mau bertobat dan berjuang sekuat tenaga agar hidup seturut ajaran, kehendak dan perintah Kristus. Bahwa neraka, purgatori, dan Sorga itu sungguh nyata. Tidak seorangpun yang layak masuk neraka. Jangan ada satupun lagi.
===
Diketik tanggal April 20, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus”
Dalam waktu itu aku begitu saja menjadi mengerti dan yakin bahwa aku boleh bertanya apa saja kepada Yesus dan aku akan mengetahui jawabannya. Fine, pikirku. Aku akan bertanya tentang hal-hal yang begitu ingin kumengerti selama ini. Aku bertanya apakah kedua orangtuaku akan hidup lama? Sampai berapakah umur mereka? Aku seketika mengetahui jawabannya, meskipun sepertinya tidak ada yang menjawabku.
Aku bertanya tentang beberapa orang yang sangat aku sayangi. Seketika aku juga mengetahui jawabnya.
Aku bertanya apakah di masa depan aku akan hidup senang? Apakah aku akan berkecukupan dalam keuangan? Jawaban yang kudengar sungguh tidak terduga: 'Itu bukan urusanmu untuk worry”. Samar-samar kudengar lagi, “Apa dan bagaimana rezekimu di masa depan, Aku yang mengatur”.
Aku bertanya juga mengapa kami Kau ajarkan untuk memberi pipi kanan padahal pipi kiri kami ditampar? Bahkan Kau katakan bahwa kami harus bersyukur? Sebelum pertanyaanku dijawab, seketika itu juga aku seolah diminta melihat kembali, supaya ingat pada semua keadaan di neraka dan purgatory. Betapa sengsaranya mereka….padahal semua penderitaan itu akan dapat dielakkan hanya dengan ibaratnya merelakan satu lagi pipi kita ditampar. Sungguh tidak berartinya pengorbanan itu ternyata, bila dibandingkan dengan ancaman hukumannya yang sungguh panjang - bila kita tidak merelakan satu lagi pipi kita ditampar. Betapa secuil siksaan fisik itu sungguh tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan manfaat dan konsekuensi yang mengikutinya. Bersyukur, bersyukurlah bila semua itu terjadi padamu. Karena engkau memiliki kesempatan untuk menguatkan dirimu, menjauhkan kamu dari siksaan api yang sudah menanti bagi orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Aku juga bertanya mengapa banyak orang sakit. Jawabannya, ada banyak kesakitan itu, dan berbagai masalahnya yang terjadi, adalah supaya orang itu mengerti, percaya, dan mau bertobat dengan mengingat bahwa “Akulah Tuhan mereka, Akulah yang dapat menyembuhkan mereka. Agar mereka dekat kepadaKu dan jangan lagi berada jauh dari Ku”
Demikian sekejapnya aku mengerti jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, bahkan sebelum pertanyaan sungguh selesai kuucapkan. Perasaan damai merebak, antara sadar dan tidak, aku tahu bahwa aku sedang tersenyum.
Semua itu terjadi, setelah sebelumnya aku seolah dibolehkan melihat dan mendengar penderitaan di suatu tempat. Tempat yang gelap, yang kutahu, adalah neraka dan purgatory. Apa yang tadi kulihat dan kudengar di dua tempat yang seolah berdekatan itu ?.
“I give, I take Away, & I replace”
Hebrews 13:5
Let your life be free from love of money but be content with what you have, for he has said, “I will never forsake you nor abandon you”.
By Anonymous – this testimony is written to obey what Jesus asks in Mark 5:19
Original Text:
“Go home to your family and announce to them all that the Lord in his pity has done for you”
“Happy belated birthday Laksita (not a real name)”
“Thank you Citra (not my real name). How have you been?
Then we chatted about many things. I don’t remember when the last time I talked to her, it’s more than a year for sure. Then she asked me,“ How is your work?”
“I love my job, it’s given by God. I was called for this position 3 times. First when a recruiter contacted me about this opening position. I passed the interview process, but the recruiter told me that the hiring manager is not ready to hire a full time employee. This department was just built; the hiring manager realized she needed a contractor/part time employee. I was working full-time at that time. About 6 months later, the same recruiter called me again, told me that the hiring manager is now ready to hire a full time employee. The weekend that I was supposed to accept the job offer, an incident happened to my mother. I dare not to take a risk of working for a new company. So I told the hiring manager what has happened. The next 6 months, the same recruiter called me that the position was still open. Then I realized, I was called 3 times for this same position, for the same hiring manager, and for the same company. A soft whisper told me it is not a coincidence, it must be from God. By this time, my mom has fully recovered. Long story short, I accepted and signed the job offer”
That was my conversation with my good longtime friend, Laksita on Monday July 31, 2023. I called her to wish her a blessed belated birthday. We used to work in the same company about 25 years ago. Because of our faith, our friendship grew beyond work related stuffs.
Laksita also shared God’s miracle at her work place. Recently the department she works at had to cut 11 people and only 1 person will stay. Laksita was that one person. She also shared God’s many blessings to her family. The conversation was full of sharing about God’s graces. When discussing about family stuffs, Laksita suggested me to pray the novena to St Anne. Good timing, I said to myself, I will start the novena tomorrow, Aug 1, so it’s easy to remember its nine days.
Tuesday morning, Aug 1, I had a one-on-one meeting with my manager. I felt like a bomb dropped on my head; I got laid off! I was so quiet in that meeting; I don’t know what to say; the Human Resource person who joined the meeting later explained about the termination paper work and its details. I didn’t remember most of it. My mind was thinking about 1000 different things. As soon as the meeting ended, I contacted my ex-coworkers in LinkedIn, asking them if they have an opening for my position in their company.
I shared the news to my friends in one message group whose members are Hasti, Amir and Melati (not real names). Hasti and I have similar characters. In one of her messages, she told me that Amir often says this to her:
“You worry about too many things. If you trust God, you shouldn’t worry at all”.
That statement stays with me and I often repeat it in my heart.
At 3 pm I prayed the Divine Mercy chaplet. After praying, I shared the news to my ‘little God sister’, also to my childhood neighbor who was still looking for a job.
Then I decided to go to the daily mass at 5pm that day. I felt like a walking zombie. After the mass, the priest continued to lead the faithful with the litany of St. Anthony (of Padua). I stayed and prayed until the litany is over, then I stayed a bit longer for a short Adoration.
I came back home, then things started to settle in my head. In the silence, the yesterday conversation with Laksita came back and suddenly I heard a soft voice:
“I gave you the job, I took it away, I will restore it”
Job 1:21 Naked I came forth from my mother’s womb, and naked shall I go back there. The LORD gave and the LORD has taken away; blessed be the name of the LORD!
Job 42:10 The LORD also restored the prosperity of Job, after he had prayed for his friends; the LORD even gave to Job twice as much as he had before.
I also realized, the litany prayed at the church was the litany to St Anthony, a saint who finds what was lost. I just lost my job! Is it a coincidence? Though I believe it is not, yet many questions are lingering in my head. I struggle with my fears! Where is my Trust to Jesus? Where is my Faith? What a temptation!
Hasti said to me: “We often think that we have faith until we are in the situation where we don’t want to be.” She is right!
Isaiah 41:10 Do not fear: I am with you; do not be anxious: I am your God. I will strengthen you, I will help you, I will uphold you with my victorious right hand.
It was about 10.50pm I was ready to go to bed. Still, searching for a hope, so I glanced at my phone quickly. I saw a new LinkedIn message from my ex-manager, said that a person we know was looking for a person with my skill. I logged in to my computer, followed up the message. In less than 10 minutes the hiring person sent me a message, we communicated, and the person told me to expect their HR team to contact me.
The Lord has started His great plan. My part is to participate in His grace. Realizing my weaknesses, doubt and fear, I need to fight them with prayers and the word of God (to increase my Faith and strengthen my Trust in Jesus through His promises).
From this day on, all I remember is a daily battle to keep trusting the Lord. He is so merciful. With constant prayers and daily reading, He is directing me what to do, each day. In short:
Day 2nd (after the lay-off announcement); my normal inclination is to contact many faithful friends for their prayers. I started messaging the news and Laksita was the first one; She was really shocked and trying her best to help me and connect me to her professional network. I was about to text the next person when suddenly I heard the soft voice: Do you trust Me? Trust in Me alone! I stop texting my friend!
Psalm 62:6-7 My soul, be at rest in God alone, from whom comes my hope. God alone is my rock and my salvation, my fortress; I shall not fall.
Though I didn’t share my situation with my aunt, who is so devout and close to the Lord, she sent me this message: “You are too anxious with many things, you need to let it go, if you trust God you can’t be worried at the same time.” Is it a coincidence? Knowing her all this time, I found her ‘senses’ were always correct.
Day 3rd Responding to my message, Melati asked me the following: “Citra, pray the novena to St. Joseph”. So I did. I heard the soft voice: “God will not be outdone in generosity” which later I know it’s a known statement by St Ignatius of Loyola.
Proverbs 11:25 Whoever confers benefits will be amply enriched, and whoever refreshes others will be refreshed.
Day 5th ; I went to the First Saturday mass. I met a long-time friend at the church. He called himself ‘a man of prayer.’ I know it was a divine meeting. He asked me about my work life, therefore I shared about my situation. After spending time chatting with him, I was at peace. God’s grace is poured through my friend’s prayers.
Day 6th ; I met a ‘new’ friend at a local coffee shop. Because of the topic of our conversation, I shared my situation with him. Again, God is pouring His grace through this ‘new’ friend’ prayers.
Day 7th ; I woke up singing a song verse “Holy, Holy, Holy is His name” in my head. I don’t know the song lyrics and the title of the song though I know the melody. This song verse kept singing in my head for about a week. After searching it over the net, I know the title and background of the song. It is “Holy is His Name” by John Michael Talbot. It’s based on the Canticle of Mary in Luke 1:46-55.
Day 9th ; The last day of my novena prayer to St Anne. I went for a daily mass at the church whose “St Anne” is the patron saint.
Day 11th ; The last day of my novena prayers to St Joseph. Again I went for a daily mass at the church whose “St Joseph” is the patron saint.
Day 14th ; I had my last interview with the company God had provided. It was a total of seven people who interviewed me.
Day 22 nd ; It’s the Memorial of the Queenship of the Blessed Virgin Mary. At around 7.30pm, I received the formal job offer. Bless the Lord my soul! Bless His Holy Name!
Psalm 103:1-2 Bless the LORD, my soul; all my being, bless his holy name! Bless the LORD, my soul; and do not forget all his gifts…
It was an amazing 22 days spiritual journey. I went thru ups and downs in fighting my weak flesh, constantly. It kept trying to bring me down and to separate me from the Lord. Mother Mary has been accompanying and protecting me. Through trials, comes the joy. The Lord blessed me with other miracles that I can’t write all of them here.
James 1:2-4 Consider it all joy, my brothers, when you encounter various trials, for you know that the testing of your faith produces perseverance. And let perseverance be perfect, so that you may be perfect and complete, lacking in nothing.
I want to thank my beloved mother, Mother Superior in the church I volunteer at, Laksita, Hasti, Melati, Amir, my ‘little God sister’, my childhood neighbor, ‘a man of prayer”, and my ‘new’ friend I met at the coffee shop. Also to all my friends at and outside work, who have been praying for me and my family, whom knowing my situation first hand or second. If you didn’t hear it from me, it is not I don’t want to share the news with you; in fact it is on the contrary. However, this time God is teaching me to trust in Him alone. Be sure that all of your prayers have been strengthening and helping me in this spiritual journey.
Deuteronomy 31:6 Be strong and steadfast; have no fear or dread of them, for it is the LORD, your God, who marches with you; he will never fail you nor forsake you”
Above all, I thank God, my Lord, who has been teaching me to walk in His way. Not by my strength but His. For my long journey ahead, I pray that I will continue to walk in His way till I reach the finish line.
Hebrews 13:5 Let your life be free from love of money but be content with what you have, for he has said, “I will never forsake you nor abandon you”.
A new prayer I learned in this journey which strengthens me:
“Unity Prayer” by Father Jim Blount, an exorcist, who is devoted to a ministry of healing and deliverance.
“My adorable Jesus
May our feet journey together
May our hands gather in unity
May our hearts beat in unison
May our souls be in harmony
May our thoughts be as one
May our ears listen to the silence together
May our glances profoundly penetrate each other
May our lips pray together to gain mercy from the Eternal Father”
Other prayers:
Novena prayers: St Anne, St Joseph, and Forgiveness from St Josemaria Escriva.
Daily prayers: Act of Contrition, Rosary, Divine Mercy, Sacred Heart of Jesus, Mother of Perpetual Help,
St Joseph, St Michael and Guardian Angel.
Translation:
“Aku Memberi, Aku Mengambil Kembali, & Aku Menggantinya”
Oleh Anonymous – kesaksian ini ditulis untuk melakukan apa yang Yesus minta dalam Markus 5:19
Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!
“Selamat ulang tahun Laksita (bukan nama sebenarnya)”
“ Terima kasih Citra (bukan namaku yg sebenarnya ). Bagaimana kabarmu?
Lalu kami berbincang tentang banyak hal. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya berbincang dengannya, yang pasti sudah lebih dari setahun. Lalu dia bertanya padaku, “Bagaimana dengan pekerjaan kamu?”
“Aku suka pekerjaanku, itu anugerah Tuhan. Aku dipanggil untuk posisi ini sampai 3 kali. Pertama, perekrut menghubungiku tentang lowongan ini. Singkatnya, aku lulus proses wawancara, namun perekrut memberi tahuku bahwa sang manajer belum siap mempekerjakan karyawan penuh waktu. Departemen ini baru saja dibangun; sang manajer berpikir sebaiknya dia memperkerjakan seorang kontraktor/karyawan paruh waktu. Sekitar 6 bulan kemudian, perekrut yang sama meneleponku dan memberi tahu bahwa sang manajer sekarang siap untuk memperkerjakan karyawan penuh waktu. Akhir pekan dimana aku seharusnya menerima tawaran itu, sebuah kejadian menimpa ibuku. Aku tidak berani mengambil risiko bekerja di perusahaan baru saat ibuku membutuhkanku. Aku beri tahu sang manajer apa yang terjadi. 6 bulan berikutnya, perekrut yang sama memberi tahuku bahwa lowongan ini belum terisi. Aku menyadari, ini adalah ke 3 kali nya aku dipanggil untuk posisi yang sama, untuk manajer yang sama, dan untuk perusahaan yang sama. Bisikan lembut memberitahuku bahwa ini bukanlah kebetulan, tapi dari Tuhan adanya. Saat ini, ibuku sudah pulih. Singkat cerita, ku terima dan tandatangani tawaran pekerjaan itu”
Begitulah percakapanku dengan sahabat lamaku, Laksita pada hari Senin 31 July 2023. Aku menelponnya karena sehari sebelumnya adalah hari ulang tahunnya. Kami bekerja di perusahaan yang sama sekitar 25 tahun yang lalu. Kesamaan keyakinan yang sama membuat persahabatan kami tumbuh tidak hanya dalam hal pekerjaan.
Giliran Laksita menceritakan anugerah Tuhan di kantor nya. Belum lama ini, bagian di mana Laksita bekerja harus mem PHK kan 11 orang dan hanya 1 orang dipertahankan. Ternyata Laksita lah yang terpilih. Ia juga berbagi cerita berkat-berkat Tuhan dalam keluarganya.
Percakapan kami penuh dengan membagi cerita tentang rahmat Tuhan. Berbicara tentang urusan keluarga, Laksita menyarankanku untuk berdoa novena kepada St Anne. Waktu yang tepat, kataku dalam hati, aku akan mulai doa novena ini besok, 1 Agustus, agar mudah mengingat sembilan harinya.
Selasa pagi, 1 Agustus, Aku ada ‘meeting’ dengan manajerku. Seperti sebuah bom jatuh di kepalaku, aku di-PHK! Aku hanya terdiam dalam ‘meeting’ itu, tidak tahu harus berkata apa; bagian Sumber Daya Manusia yang bergabung di rapat menjelaskan semua dokumen dan detil PHK. Sebagian besar penjelasannya tidak melekat di kepalaku. Aku pusing dengan 1000 macam hal. Setelah ‘meeting’ berakhir, aku kontak bekas kolegaku di LinkedIn, menanyakan jika ada lowongan di perusahaan mereka bekerja. Aku beri tahu teman-teman ku yang ada di dalam satu grup SMS, Hasti, Amir dan Melati (bukan nama sebenarnya). Aku dan Hasti mempunyai sifat yang mirip. Salah satu pesannya, dia berbagi apa yang Amir sering katakan:
“Kita sering khawatir dalam banyak hal. Jika kita percaya pada Tuhan, harusnya tidak perlu khawatir”.
Kata-kata itu terngiang dalam pikiranku dan aku sering mengulangi nya dalam hatiku.
Pada jam 3 sore aku berdoa Koronka Kerahiman Ilahi. Usai berdoa, aku memberitahu situasiku kepada ‘adik dalam Tuhan’, dan kepada tetangga masa kecilku yang juga masih mencari pekerjaan.
Hari itu aku hadiri misa harian jam 5 sore. Hatiku sangat gundah. Setelah misa, romo melanjutkan dengan doa litani St. Antonius (dari Padua). Aku ikut berdoa sampai selesai, setelah itu aku tetap duduk dalam gereja untuk Adorasi.
Kembali ke rumah, kejadian hari ini mulai dicerna kepalaku. Disaat hening, percakapan dengan Laksita muncul dan tiba-tiba aku mendengar suara lembut:
“Aku memberimu pekerjaan itu. Aku mengambilnya kembali, Aku akan menggantiya”
Ayub 1:21 Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!
Ayub 42:10 Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kemudian aku sadar, di gereja aku berdoa kepada Santo Antonius, santo yang membantu menemukan apa yang hilang. Aku kehilangan pekerjaanku! Apakah ini kebetulan? Walau aku percaya ini bukan kebetulan, namun banyak kecemasan berputar di kepalaku. Aku takut! Di mana kepercayaanku pada Yesus? Dimana kekuatan Imanku? Godaan yang luar biasa!
Kata Hasti: “Tanpa kita sadari kita sering berpikir bahwa kita punya iman yang kuat sampai saat kita ada di situasi yang tidak kita inginkan” Ucapan yang bijak!
Yesaya 41:10 janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
Sekitar jam 10.50 malam, aku bersiap untuk tidur. Masih berharap, aku melirik ponselku dengan cepat. Aku tangkap ada pesan di LinkedIn dari mantan manajerku, katanya seseorang yang kita kenal (di masa lalu) buka lowongan untuk posisiku. Segara aku kembali ke komputerku, mencari tahu hal itu. Dalam waktu kurang dari 10 menit, aku terima pesan dari orang ini, kami berkomunikasi dan mengakhirinya dengan pesan bahwa tim ‘HR’ mereka akan menghubungi Aku.
Tuhan telah mulai rencana besar-Nya. Kewajibanku adalah berpartisipasi dalam kasih karuniaNya. Sadar akan kelemahanku, aku melawannya dengan doa dan firman Tuhan (untuk menguatkan Iman dan kepercayaanku kepada Tuhan Yesus melalui janji-janji-Nya).
Sejak hari ini, setiap hari adalah perjuangan untuk tetap percaya kepadaNya . Tuhan adalah kasih. Dengan banyak berdoa dan mengenal firman Nya, Dia mengarahkanku apa yang harus aku lakukan setiap hari. Pendeknya:
Hari ke-2 (setelah pengumuman PHK); Aku cenderung ingin hubungi teman-teman yang suportif sebanyak mungkin, karena aku perlu dukungan doanya. Aku mulai mengirim berita dan Laksita adalah yang pertama aku hubungi; dia sangat terkejut, berusaha sebisanya membantuku melalui jaringan profesionalnya. Aku siap untuk SMS ke teman berikutnya, tiba-tiba aku dengar suara lembut itu: Apakah kamu percaya padaku? Percayalah pada-Ku saja! Aku tersentak dan berhenti mengirim SMS.
Mazmur 62:6-7 Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah.
Aku tidak beritakan situasiku kepada bibiku, seorang yang sangat saleh dan dekat dengan Tuhan, tapi dia mengirimiku pesan ini: “Kamu cemas dengan banyak hal, kamu harus lepaskan jika kamu percaya kepada Tuhan, dan tidak perlu khawatir”. Apakah ini kebetulan? Selama aku mengenalnya, apa yang dia ‘lihat’ adalah benar adanya.
Hari ke-3
Melati membalas beritaku seperti ini: “Citra, doakan novena St Yosef”.
Aku ikuti pesannya. Aku mendengar suara lembut: “Kemurahan hati manusia tidak akan pernah melampaui kemurahan hati Tuhan” (terjemahan bebas) yang ternyata adalah kata-kata dari St Ignatius dari Loyola.
Amsal 11:25 Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.
Hari ke-5; Aku ikut misa Sabtu Pertama. Aku bertemu dengan seorang teman lama di gereja. Dia menyebut dirinya &’pria pendoa’. Aku percaya pertemuan ini diatur oleh Tuhan. Dia bertanya tentang pekerjaanku, aku ceritakan tentang situasiku. Setelah menghabiskan waktu ngobrol dengannya, aku merasakan ada kedamaian. Tuhan melimpahkan kasihNya melalui doa temanku.
Hari ke-6; Aku jumpa dengan teman ‘baru’ di kedai kopi lokal. Karena topik pembicaraan kami yang menyangkut situasiku, aku berbagi berita kepadanya. Sekali lagi, Tuhan yang murah hati melimpahkan kasihNya melalui doa temanku ini.
Hari ke 7; Aku terbangun sambil menyanyikan bait lagu “Holy, Holy, Holy is His Name” di kepalaku. Aku tidak tahu lirik dan judul lagunya. Bait lagu ini tetap bernyanyi di kepalaku selama sekitar seminggu. Dari internet aku mendapat judul dan keterangan tentang lagu ini; “Holy is His Name” ciptaan John Michael Talbot. Lagu ini diciptakan berdasarkan Kidung Maria dalam Lukas 1:46-55.
Hari ke-9; Hari terakhir doa novena kepada St Anne. Aku mengunjungi misa harian di gereja yang santa pelindungnya adalah St Anne.
Hari ke-11; Hari terakhir doa novena kepada St Yosef. Juga aku kunjungi misa harian di gereja yang santo pelindungnya adalah St. Yosef.
Hari ke-14; Wawancara terakhir dengan perusahaan yang Tuhan telah sediakan. Jumlah pewawancara adalah tujuh orang.
Hari ke-22; Adalah hari Peringatan Santa Perawan Maria, Ratu yang Terberkati. Sekitar jam 7.30 malam, aku menerima tawaran pekerjaan. Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah Nama-Nya yang Kudus!
Mazmur 103:1-2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
Betapa 22 hari perjalan spiritual yang luar biasa. Banyak pasang surut dalam melawan kelemahanku, godaan untuk menjatuhkanku, dan godaan untuk memisahkanku dari Tuhan. Bunda Maria selalu menemani dan melindungiku. Setelah cobaan, datanglah kebahagiaan. Tuhan berikan aku berkat dengan rahmat – rahmat lainnya yang tidak dapat aku tulis semuanya di sini.
Yakobus 1:2-4 Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.
Aku mengucapkan terima kasih kepada ibuku tercinta, Ibu Suster Kepala di gereja dimana aku menjadi relawan, Laksita, Hasti, Melati, Amir, &’adik kecil’, tetangga masa kecil, & ‘pria pendoa’, teman ‘baru’ yang bertemu di kedai kopi. Juga kepada semua sahabatku baik sahabat dari dan diluar kantor yang mendoakan aku dan keluargaku, dari manapun kalian tahu keadaanku. Kepada sahabat yang tidak mendengar hal ini dari aku, bukanlah aku tidak ingin berbagi dengan kalian, justru sebaliknya. Kali ini Tuhan sedang mengajariku untuk bertumpu hanya kepada-Nya. Doa kalian semua telah menguatkan iman dan kepercayaanku.
Ulangan 31:6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.
Di atas semuanya, aku bersyukur kepada Tuhan, Allahku yang telah membimbingku di jalan-Nya. Bukan dengan cara mengandalkan kekuatanku tapi dengan kekuatan-Nya lah!. Perjalanan ini masih panjang dan aku berdoa agar aku kuat berjalan bersama-Nya hingga mencapai garis akhir.
Ibrani 13:5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”.
Doa baru yang aku pelajari yang menguatkanku:
“Unity Prayer” by Father Jim Blount, an exorcist, who is devoted to a ministry of healing and deliverance.
“My adorable Jesus
May our feet journey together
May our hands gather in unity
May our hearts beat in unison
May our souls be in harmony
May our thoughts be as one
May our ears listen to the silence together
May our glances profoundly penetrate each other
May our lips pray together to gain mercy from the Eternal Father”
Doa-doa lainnya:
Novena prayers: St Anne, St Jospeh, and Forgiveness from St Josemaria Escriva.
Daily prayers: Act of Contrition, Rosary, Divine Mercy, Sacred Heart of Jesus, Mother of Perpetual Help, St. Joseph, St Michael and Guardian Angel.
Cobaan selama Prapaskah 2022
Janganlah pernah meragukan rencana-Nya! Selalu percaya lah kepada-Nya karena Dia selalu menyediakan segalanya dan tidak pernah membiarkan siapa pun melewati cobaan sendirian karena Dia selalu bersama kita semua! Amen !
Dalam masa masa Pra-Paskah tahun ini, tepatnya pada tanggal 17 Maret 2022 yang baru lalu, saya menerima sebuah tuntutan pengadilan atas sebuah insiden yang terjadi di bulan Oktober 2018. Dalam tuntutan itu, yang dituduhkan kepada saya adalah melakukan perampokan, membobol masuk, dan melanggar kontrak leasing. Tetapi saya berkeyakinan bahwa dari semua tuduhan itu, satu-satunya kesalahan yang telah saya lakukan adalah pelanggaran kontrak. Itupun dikarenakan sang pemilik rumah telah melanggar perjanjian sewa terlebih dahulu dengan membatasi akses saya ke tempat itu dengan tidak memberikan semua kunci kepada saya. Hal itu menyebabkan saya tidak dapat mengakses barang-barang pribadi dan area umum saya. Itu terjadi tiga kali dalam dua bulan saya tinggal di kediaman itu. Selain itu, saya berulang kali dituduh mencuri dan dimarahi oleh pemiliknya. Semua itu membuat saya mengalami kekhawatiran dan stress yang terus-menerus, sehingga saya akhirnya mencari seorang penasihat hukum. Atas nasihat pengacara hukum, saya memutuskan untuk pindah dari kediaman itu demi kesejahteraan dan kesehatan mental saya. Sejak itu saya tidak pernah kembali ke kediaman sejak itu.
Setelah menerima gugatan itu, saya terus berdoa meminta bimbingan Tuhan serta lewat sang pengacara. Pengacara saya meyakinkan saya bahwa tuduhan perampokan dan melanggar dan memasukkan klaim telah melewati masa pembatasan tiga tahun. Satu-satunya klaim yang layak adalah pelanggaran kontrak; namun karena karena faktor perilaku mengerikan sang pemilik property, ada argumen yang harus dibuat.
Saya akan diadili di tengah Pekan Suci pada 12 April, yakni 2 hari sebelum Kamis Agung. Saya menganggapnya sebagai tanda berkat karena hampir sejajar dengan awal penderitaan Tuhan Yesus; saya merasa seperti memikul salib bersama-Nya. Sebelum hari pengadilan, saya diberi doa pembebasan oleh salah satu tante saya yang menyatakan, "Darah Yesus Kristus yang Mahakudus, selamatkan saya (kita) dan seluruh dunia." Saya disarankan oleh tante saya untuk membaca ini terus menerus serta berdoa Salam Maria. Saya mengikuti nasihatnya dalam hati dan berdoa Rosario selain melakukan doa hening 20 menit setiap hari. Saya juga berdoa doa perlindungan Malaikat Agung St. Michael, berdoa doa tindakan pentahbisan kepada roh kudus, berdoa Novena penyerahan diri pada kehendak Tuhan oleh Pastor Don Dolindo Ruotolo, dan berdoa doa untuk tujuh karunia roh kudus. Saya juga berdoa kepada malaikat penjaga saya, kepada keluarga suci, dan kepada santa-santa baptis/konfirmasi saya, St. Stephanie dan St. Agnes.
Pada hari pengadilan, saya terus membaca Salam Maria dan doa pembebasan dalam perjalanan ke gedung pengadilan dan di dalam gedung pengadilan. Sungguh, saya dapat mengatakan bahwa saya benar-benar merasakan kehadiran Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan semua Malaikat Agung di ruang sidang karena saya sangat tenang dan damai. Saya dimampukan menjawab semua pertanyaan hakim dengan tenang dan hormat. Sementara, orang yang menggugat saya tampak marah, tidak teratur, dan sangat emosional. Selain itu, dia tidak dapat memberikan bukti kuat kepada hakim ketika ditanya.
Hakim menyatakan bahwa kasus tersebut sedang diajukan; penghakiman dan semua bukti akan dikirimkan melalui surat dalam satu atau dua minggu. Meskipun penghakiman belum disampaikan, saya merasa damai dan berserah penuh kepada Tuhan karena Dia adalah hakim tertinggi, satu-satunya yang mengetahui kebenaran. Saya percaya ini dengan sepenuh hati! Amen Amen Amen!!!
Sebagai penutup, saya menyadari betapa diberkatinya saya memiliki keluarga, teman, dan teman-teman kerja yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu yang mendukung saya selama masa sulit ini. Tuhan benar-benar telah memberkati saya dengan menempatkan mereka semua dalam hidup saya. Janganlah pernah meragukan rencana-Nya! Selalu percaya lah kepada-Nya karena Dia selalu menyediakan segalanya dan tidak pernah membiarkan siapa pun melewati cobaan sendirian karena Dia selalu bersama kita semua! Amen!
Aging Gracefully
“Aging gracefully is my gratitude to Him for what He has given to me. It is the joy in me today, tomorrow and until I meet Him in Eternity.”
Aging Gracefully
Life unfolds day by day with the moments we treasure whether they are ordinary or extra-ordinary. Chatting heart to heart with hubby and kids, having lunch together, holding hands, or short encounters with beautiful souls have become the best part of my days. The older I get, the more I realize and cherish that. Yet, I ponder about the meaning of life - what my real calling in this life is.
As years go by, I grow more in the knowledge of myself and others. Physically diminishing but spiritually solidifying. Yes, something grow in me!
My eyes have begun to sag, my hair is thinning, my face is getting more wrinkly, my memory isn’t as sharp as it used to be, and I need reading glasses most of the time. Yes, I am getting older. Yikes. Time passes so quickly, and I wonder where the years have gone. It takes courage to face the brevity of life. No one has a clue when the last day will be. So, the present moment is all we have.
A common saying is “aging gracefully”, but what does it mean? How do we do that? Is it just some cliché saying?
Father, grant me awareness if I lack gratitude. Thank you for everything, not only for all the joyful events, but also for the sadness, failure, dryness and dark clouds. They have made me wait patiently for You, to feel Your love and to discover Your presence.
A friend asked me “what’s your new year’s resolution?” Maybe aging gracefully can be my resolution this year, Lord? You and I have to work together. Don’t lead me to age “disgracefully” to become bitter, frustrated, or full of self-pity, and to let those close to us feel guilty for not doing enough for me.
Aging gracefully is for me to always feel Your Presence and not to let the physical appearance stained the inner beauty. Aging gracefully is my gratitude to Him for what He has given to me. It is the joy in me today, tomorrow and until I meet Him in Eternity.
Wound of Christ
“as you repeat your same sins, my wound would bleed again …. “
(By Yanli S. Guerzon)
In 2017, I was blessed to be able to join a pilgrimage with Pater Robby Wowor OFM to the Holyland. We visited Egypt, Israel and Jordan in about 10 days trip. The overall journey was splendid and lots of graces for my spiritual experience. Today, I’d like to share with you a special spiritual enrichment. With hope the story will strengthen each other faith.
It was a beautiful winter morning, we started our day with a holy mass at a small chapel. As always, I was ready with my small camera to capture the beauty of the surrounding. The chapel was called “Scourging of the Pillar”. It was the very place where our Lord, Jesus Christ was scourged.
I started taking pictures of the stain glass behind the altar. It was depicting Jesus in pains from the scourging that He endured. Then, Pater Robby told us what had happened to Jesus inside the room 2000 years ago. The chandelier above are the pieces of the metal tools used to beat Him up. I got goosebumps and immediately put my camera away and started to pray intensely. It was intense alright. I was in tears thinking of what had happened to my beloved Jesus. In just a short moment I was transcendent to a very deep contemplation of the sorrowful mystery.
All of the sudden in my meditation, I spotted Jesus’s bloody torso. It was in red blood color. All of his skin was red and plenty of wounds in shape of holes. Then, I was brought to a specific wound of Christ. Please look at the enclosed picture. I’ve tried to illustrate what I have seen in my canvas painting. It was His fresh dry wound. All of the sudden, blood flow out from the dry wound. I cried more and more as I saw it vividly. Then, I asked Jesus. “What is happening.” He simply replied. “as you repeat your same sins, my wound would bleed again …. “ “Oh no,” I said. “Forgive me Lord, for I have sinned. I didn’t realized it hurt you more in your wounds”.
I cried and cried. Then, I was awakened from my deep contemplation, and realized it was the time to receive communion already on the holy mass. I lined up and received the Eucharist. Then, after receiving the Body of Christ, as I was chewing the Bread I was again brought to a deep meditation. This time the wound was covered with a tiny medal of St. Benedict. I heard the voice of the Lord, “…I conquered dead and live. “. The Lord advised me to share this vision to all of my friends and other Christians. I was then, try to sketch the vision using pen on my notebook. Jesus told me to paint it also in canvas. He wanted me to try my best in drawing it and shared with others.
In the nutshell, we are reminded that every time we repeat our offensive deeds, and make sin again and again. We pretty much scourge Jesus wound one more time. So, I was warned to repent repeatedly as I sin and sin again. From that experience, I trust in Jesus more and more because He had told me and shared with me his pains. I immediately went to confession and repent. Thanks God for Sacrament of Reconciliation.
I would like to invite you to meditate on this Wound of Christ image. May the Lord grant you His graces and messages for own spiritual growth.
Mujijat di Lourdes
Apakah hatiku percaya oleh penampakan bunda Maria dan mujizat di Lourdes?
Apakah hatiku percaya oleh penampakan bunda Maria dan mujizat di Lourdes?
‘Our Lady of Lourdes’ adalah salah satu panggilan bunda Maria yang paling populer dan dihormati di Gereja Katolik dan di seluruh dunia. Pada 11 Februari 1858, seorang gadis muda petani Prancis bernama Bernadette sedang mengumpulkan kayu bakar bersama saudara perempuannya dan seorang teman di dekat tempat pembuangan sampah di kota Lourdes tempat mereka tinggal. Tiba-tiba, Bernadette melihat seorang wanita anggun muncul dengan rosario emas. Bernadette diundang untuk mulai berdoa Rosario bersama wanita itu, tanpa mengetahui siapa dia. Wanita itu meminta Bernadette untuk kembali ke Gua, dan setelah beberapa saat, dia mengungkapkan dirinya sebagai "Dikandung Tanpa Noda", yang merupakan sebutan yang asing bagi Bernadette karena kurangnya pendidikan. Hanya mereka yang belajar teologi yang dapat memahami arti kata ini, yang dapat menafsirkan bahwa wanita ini adalah Maria, Bunda Allah.
Mengikuti instruksi Bunda Maria, Bernadette menggali tanah, di mana Bunda Maria memberitahukan bahwa mata air penyembuhan akan ditemukan. Tak lama kemudian, para peziarah melakukan perjalanan untuk menemukan kebenaran klaim ini, dan banyak yang disembuhkan dari berbagai penyakit fisik. Saat ini, Lourdes adalah salah satu situs ziarah paling populer untuk mencari kesembuhan.
Apakah hati anda yang terdalam, percaya dengan penampakan dan mukjizat di tempat ini?
Berikut adalah 10 kisah mukjizat yang disetujui dan didokumentasikan oleh Gereja. Mari kita simak, semoga mukjizat-mukjizat ini menginspirasi dan menguatkan iman kita untuk tumbuh lebih dekat dengan Tuhan.
Catherine Latapie
Keajaiban pertama yang didokumentasikan di Lourdes terjadi pada tahun 1858 ketika Catherine Latapie tiba-tiba merasakan dorongan untuk melakukan perjalanan ke Lourdes untuk mencari kesembuhan. Dua tahun sebelumnya, dia jatuh dari pohon dan tangan kanannya terluka parah. Kecelakaan itu menyebabkan dua jarinya lumpuh total. Latapie bertemu Bernadette di gua dan dengan sangat sederhana mencuci tangannya di mata air kecil yang telah terbentuk. Seketika, kelumpuhan jari-jarinya hilang, dan dia bisa menggerakkannya seperti sebelum kecelakaan itu terjadi.
Louis Bouriette
Mukjizat yang paling sering dikutip terkait Lourdes terjadi pada Louis Bouriette, seorang pria berusia 55 tahun pada tahun 1858. Mata kanannya menjadi buta akibat ledakan ranjau (yang menewaskan saudaranya, yang berada di sisinya), Bouriette mengklaim bahwa dia segera pergi berdoa kepada "Our Lady of the Grotto" segera setelah Bernadette menggaruk tanah di tempat pembuangan. Dia mencuci mata kanannya berulang kali dan berdoa kepada Bunda Maria dengan sungguh-sungguh untuk kesembuhan. Setelah mandi, penglihatannya pulih sepenuhnya, dan pada tahun 1862 penyembuhannya diakui "berkarakter supernatural".
Blaisette Cazenave
Obat lain yang terkait dengan pemulihan penglihatan dikaitkan dengan Blaisette Cazenave, seorang wanita yang menderita konjungtivitis kronis dan infeksi yang membuat kelopak matanya bersisik dan sakit. Kondisinya diberi label tidak dapat disembuhkan ketika dia, pada usia 51, menggunakan air di Lourdes sebagai lotion di matanya. Segera, sisik jatuh dari kelopak matanya, dan penglihatannya benar-benar pulih. Bahkan rasa sakit dan peradangan yang dideritanya hilang seluruhnya.
Henri Busquet
Benar-benar testimoni yang inspiratif dari Henri Busquet baru berusia 16 tahun pada saat penyembuhannya. Menderita selama lebih dari setahun dengan demam yang dikaitkan dengan timbulnya tuberkulosis, Busquet juga menderita abses (bisul) di leher yang menjalar ke dada kanan, yang akhirnya ditusuk oleh dokternya, tetapi kondisinya semakin memburuk. Dia memohon kepada orang tuanya untuk melakukan perjalanan ke Lourdes, tetapi mereka menolak untuk membawanya. Dengan keyakinannya, dia berpaling kepada seorang tetangga dan meminta air penyembuhan dari Lourdes untuk diberikan kepadanya. Setelah dikembalikan kepadanya dengan botol berisi air suci, keluarga Busquet berkumpul untuk berdoa bersama saat balutannya diaplikasikan, yang direndam dalam air Lourdes. Setelah tidur malam itu, dia terbangun dan menemukan bahwa bisulnya telah mengering dan infeksinya telah hilang! Keajaiban diakui pada tahun 1862.
Justin Bouhort
Justin baru berusia 2 tahun ketika dia disembuhkan di Lourdes. Sejak lahir, ia dianggap sebagai "anak yang tidak berkembang," tidak bisa ditolong menurut standar medis. Sesaat sebelum orang tuanya membawanya ke Lourdes, Justin mengidap TBC dan hampir meninggal karenanya. Menggendong Justin kecil dalam pelukan, ibunya berjalan ke Grotto setengah putus asa, mengetahui bahwa dia dapat ditangkap pada saat itu, karena pada tahun 1858 ada periode waktu di mana masyarakat dilarang mengunjungi Grotto. Meski begitu, dan terlepas dari jeritan orang-orang yang lewat, dia berdoa di dekat batu dan kemudian memandikan Justin di lubang yang baru digali oleh para buruh. Saat dia berjalan pulang, menggendong tubuh Justin yang lemas, dia menyadari bahwa Justin masih bernapas dan kemudian tidur nyenyak sepanjang malam. Justin pulih sepenuhnya dan bahkan hidup untuk menghadiri kanonisasi St. Bernadette pada tahun 1933.
Serge Perren
Pada usia 35, Serge Perren didiagnosis dengan kondisi neurologis aneh yang memengaruhi penglihatannya dan terkadang membuatnya tidak sadarkan diri. Setelah dirawat di rumah sakit saraf pada tahun 1964, ia terus mengalami kemunduran hingga kebutaan total dan episode pingsan yang berulang. Prognosisnya suram. Dengan dorongan imannya, Perren melakukan ziarah ke Lourdes pada tahun 1969, tetapi dia kembali tanpa kemajuan dalam penyembuhan apa pun. Karena putus asa, dia melanjutkan pengobatan, tetapi dianggap tidak ada harapan menurut standar medis. Namun, setelah desakan istrinya, dia kembali ke Lourdes pada tahun 1970 hanya untuk menenangkannya. Setelah menerima Sakramen Orang Sakit, dia langsung merasakan sensasi fisik di tubuhnya dan bisa melihat, walau belum sepenuhnya. Mujizat terjadi secara bertahan dan mencapai kepulihan total. Tak lama kemudian, biro medis Lourdes mengakui penyembuhan ini.
Vittorio Micheli
Vittorio Micheli adalah seorang prajurit di Korps Alpine dan menghabiskan banyak waktu di rumah sakit militer setelah dinyatakan menderita sarkoma yang tidak dapat diobati dan tidak dapat dioperasi di pinggul kirinya. Dokter dan ahli bedah mencoba secara medis yang ada selama tahun 1962, tetapi tidak berhasil. Setelah setahun penuh di rumah sakit, pinggul Micheli benar-benar memburuk. Meski begitu, ia memilih berziarah ke Lourdes bersama keuskupannya pada tahun 1963. Setelah mandi di mata air dari pinggul hingga kaki dengan gips, tidak ada perubahan sesaat pada pinggul Micheli. Namun, Micheli kembali ke rumah sakit militer setelah ziarah berakhir, di mana pada saat itu berbagai rontgen dan tes dengan jelas menunjukkan perbaikan fisik di pinggulnya! Dan medis mengklim ini adalah rekonstruksi pinggul yang luar biasa. Sebagai ucapan syukur, Micheli kembali ke Lourdes setiap tahun sejak 1963.
Jean-Pierre Bely
Dinyatakan cacat total pada usia 51, Jean-Pierre Bely melakukan ziarah ke Lourdes pada tahun 1987. Jean-Pierre lumpuh oleh ‘multiple sclerosis’ dan tidak ada kemajuan medis sejak 1972. Tanpa putus asa, dengan iman yang teguh pada Bunda Maria saat melakukan ziarah dan kemudian dikonfirmasi oleh kesembuhan ajaibnya. Banyak orang yang menemaninya ke Lourdes percaya dia akan meninggal sebelum menyelesaikan ziarahnya. Dia menerima Sakramen Orang Sakit ketika sampai di Lourdes. Dan bisa segera berjalan dan sejak itu dinyatakan sembuh total.
Anna Santaniello
Setelah mengunjungi Lourdes pada tahun 1952, Anna Santaniello melaporkan kesembuhan total dari penyakit fatal yang dideritanya sejak masa kanak-kanak, rematik jantung. Penyakit tersebut telah merenggut nyawa dua saudara kandungnya, sehingga prognosisnya sangat mengerikan. Pada saat berziarah ke Lourdes, Santaniello berusia 42 tahun. Pada tahun 1964, Gereja menyatakan kesembuhannya sebagai "penyembuhan luar biasa", dan secara resmi ditambahkan ke daftar mukjizat Lourdes pada tahun 2004.
Serge Francois
Ini adalah salh satu mukjizat di Lourdes baru-baru ini yang diakui Gereja, terjadi ketika Serge Francois, pada usia 56 tahun, berziarah ke Lourdes untuk penyembuhan. Kaki kirinya hampir tidak bisa bergerak sama sekali setelah dua operasi. Seperti kebanyakan peziarah, Francois membasuh wajahnya dan meminum air dari mata air di Lourdes pada bulan April 2002, di mana penyembuhan di kakinya mulai terjadi. Setelah sembuh total pada tahun 2003, Francois mendekati dewan medis di Lourdes untuk menyelidiki klaimnya, yang disetujui pada tahun 2011 oleh Uskup Emmanuel Delmas dari Angers, Prancis.
Community
“…for this is my body which will be given up for you.” From a routine, to a ritual, to a fascination of something deeper, something I did not appreciate.
by Theo (OMK)
My 28th birthday came and went uneventfully: a mini celebration – cheesecake topped with a single lanky candle, broken happy birthdays, and a photo or two to remember. Everything was the way I preferred it; of course, not counting the looming global pandemic situation that we are in right now. It was a bit special, as it signified that I have spent longer time away from home by then.
I left home for studies abroad in my early teens, having felt a somewhat premature sense of freedom. I learnt how to budget for lunch and games, how to study and interact with adults, to make bigger decisions with even bigger impacts, usually unknown, down the road. People call it being independent; I am far from it. Most of my friends then were either roommates, or fellow compatriots. In the beginning, most were Christian, or at least nominally. Studying abroad exposed us with a plethora of perspectives: some good, some bad, most we have no idea how to discern. Met my first staunch “communist” friend whom I had great time talking politics, nonsense, and Risk to; another self-proclaimed bohemian with a very Sartre-Derrida-esque attitude (he was and still is an amazing Jazz artist); another extremely bright, full-blown atheist, whose mother is one of the more devout, persevering person I have ever met. I was somewhat stuck in the middle, that one odd kid doing his routine, trying to fit in.
As with any young teenager, I wanted to latch onto a community. Obvious first step was with my fellow Indonesians, and then with my fellow Catholics. It was something of a routine: a small group of us went to church 20 minutes away every Sunday, get to see other Indonesians - those from the girls’ school especially, had lunch afterwards and played arcade games. After a short while the group got smaller; some just fell away from the faith, and no parents were there to tell us otherwise. There were occasions when I was drifting, but somehow, I stuck around.
Soon after it was time to move again, even further across the globe. Now I had my own room, in a student housing filled with everyone from everywhere. I wanted to go out of my shell a little bit, explore new extracurriculars, yet I found myself signing up for the university’s Catholic society. At first, I thought of it like a routine, going to church on Sunday, talking a bit with other churchgoers. I noticed how much fewer the attendees were compared to Indonesia especially: mostly older people – white hair, hunched backs, and some were veiled. There were no compatriots with me at that time. Yet, what was a routine had slowly morphed into a ritual. It became a source of stability in a strange land.
Even stranger when I stepped foot into a non-English speaking Mass in the old churches of Europe filled with history and grandeur. I found myself there understanding almost nothing, and yet I felt familiar – as if it was home. Even when words dissolved into a cacophony of noises, melodies, and ringing of the bells, there was stability: “…Das ist mein Leib, der für euch hingegeben wird”; “…detta är min kropp som offras för er.”; “Hoc est enim Corpus meum.”; “…for this is my body which will be given up for you.” From a routine, to a ritual, to a fascination of something deeper, something I did not appreciate.
Eucharist is also called Holy Communion, which in Greek (Κοινωνία) also refers to community – participation. It echoes 1 Corinthians 10:16, where the bread and wine that are blessed enable us to participate in the body and blood of Christ, the paschal sacrifice. Eucharist is at the core of our Faith, and in it there is shared community with one another in Christ Jesus. Such community was something I often take for granted: a given. Yet, it is none other than through God’s grace that I am still tethered to this community.
My younger self went through the motion, trying to break new grounds. I saw self-discovery as a romantic journey into the unknown grounds, to find something distinctive about our own self, or so that was what I thought. University is the marketplace of ideas, and its best-seller involves self-actualization: the me-centeredness, discovery of the real you, and defining your own meaning in life. Look at where those ideas took them: the great progress of the Western society! Equality and liberty! Lifting of human dignity! In retrospect, I understood better about how it was on the ivory tower. There is good in those ideas; if not, from where does the appeal come from? Maybe there is too much good; paraphrasing Chesterton: “modern world is not evil, instead it’s far too good, full of wild and wasted virtues.” Breaking new grounds are great, but sometimes we forget about the foundation.
Here I am now in the US. Somewhere along the way I should be called an adult by now. Sometimes I forgot how incapable I truly am, and in turn forgot about the community I am tethered to. Oftentimes I forgot about such reality, building my castle of dreams, ornate walls, towers, neglecting the base that supports it all. This community in one body of Christ, is the foundation on which we start building up our lives. Chesterton mentioned in Orthodoxy that he wanted to write about: “an English yachtsman who miscalculated his course and discovered England under the impression that it was a new island in the South Seas”. He went further: “he looked like a fool, but his mistake was an enviable one: what could be more delightful than to have in the same few minutes all the fascinating terrors of going abroad combined with all the humane security of coming home again?” I hope that I can always remember, coming home is a good thing.
Bis Itu Tak Bisa Jalan. DituntunNya Aku Kembali Pulang
Sang Pencipta penuh cinta, Sang Empunya segalanya.
DibalikNya arah perjalananku, dikirimkanNya aku kembali, ....pulang.
Hari Jum’at malam saya berangkat ke Surabaya menggunakan bus malam. Tujuan saya hanya satu, menemui ‘pacar baru’ saya. Waktu mepet dan padat dalam kesibukan hari-hari tidak menjadi kendala walaupun Minggu malamnya saya sudah harus berangkat kembali ke Jakarta, agar hari Senin bisa masuk kerja lagi. Perjalanan yang melelahkan sekali tetapi saya tidak peduli. Demi bertemu sang kekasih lain……”Toh ini perjalanan pribadi, tidak ada hubungannya dengan tugas kantor”. Begitu kata hati ini meyakinkan.
Bus malam P.O “New Rejeki” berangkat dari Kelapa Gading sekitar jam 7.30 malam. Dalam bus, perasaan saya begitu tenangnya karena mengira semua akan berjalan lancar-lancar saja dan sesuai rencana. Rencanaku.
Sekitar jam 11 malam, bus berhenti di sebuah rumah makan yang amat ramai karena banyak bus malam yang berhenti di situ. Para penumpang dipersilakan turun untuk makan malam, dan bus akan kembali berangkat setengah jam kemudian.
Selesai makan ketika satu-dua penumpang mulai kembali ke dalam bus, sopir mulai menghidupkan mesin, hendak memanaskan mesinnya dan menyalakan AC. Saya berdiri menunggu di dekat pintu masuk bus waktu itu jadi saya dapat menyaksikan apa yang sedang terjadi.
Sopir mematikan kambali mesinnya, lalu menghidupkan kembali, mematikan lagi sekitar semenit, lalu menghidupkannya lagi. Keningnya berkerut-kerut, ia cemas. Dipanggilnya sopir cadangan, dan sopir-sopir dari bus lain mulai berdatangan. Mereka membuka kap mesin bus di bagian belakang, menyenter dan memeriksanya, semua tampak normal. Sopir menghidupkan mesin dan mematikannya lagi.
Something was wrong, tapi mereka tidak bisa menemukan apa yang salah. "Bagaimana bisa begini?" Sang supir berkata heran. Dia tampak panik dan semuanya tampak kebingungan tidak tahu hendak berkata apa atau berbuat apa. Ternyata temperatur mesin amat tinggi,..tidak mau turun. "Kalau bus tetap jalan, mesin akan meledak" kata sopirnya. Saya ingat betul,..pada wajah orang-orang dan para sopir, yang heran tak tahu hendak berbuat apa.
Pikiran saya mulai menduga-duga. Apa yang salah? Tadi dalam perjalanan dari Jakarta semuanya normal dan tidak ada apa-apa. Bus itu masih termasuk baru. Apalagi kata sopirnya, bus itu baru seminggu lalu diservis dan hampir tiap hari selalu dipakai untuk trip Jakarta- Surabaya, dan tidak ada apa-apa. Bus-bus malam sangatlah terpelihara mesinnya, apalagi bus-bus malam yang relatif baru seperti yang saya tumpangi itu. Bagaimana mungkin ada masalah mesin sangat panas di tengah perjalanan, padahal tadinya dalam 3 jam perjalanan semuanya baik-baik saja ?.
Para penumpang hendak ditransfer ke bus New Rejeki yang lain,..tetapi ternyata tidak bisa. Bus-bus itu sudah penuh semua. Agent bus di Jakarta dikontak, minta segera bus pengganti. Tetapi tunggu punya tunggu, datang jawaban lewat telpon pengemudi yang mengabarkan bus pengganti itu juga rusak, harus tunggu bus dari Jakarta. Dua jam lagi paling cepat katanya.
Saya mulai khawatir,..mengapa tiba-tiba semuanya jadi kacau berantakan begini?.
Para penumpang kembali putus asa, karena tidak mungkin harus tidur di tengah perjalanan seperti itu. Akhirnya ada kepastian kabar...bus pengganti baru berangkat dari Jakarta. Perlu tiga jam untuk sampai di situ. Itu artinya, Saat itu tengah malam, yang berarti jam 3 pagi baru datang bus pengganti. Nah, kapan sampai Surabaya nya?. Dengan perhitungan bus mulai jalan lagi jam 3 pagi, maka paling cepat sampai Surabaya jam 3 sore, hari Sabtu. Sedangkan hari Minggu malam saya harus sudah berangkat ke Jakarta lagi. Edan..! Nggak mungkin begitu.
Ada sebuah kekuatan yang menuntun langkah kakiku untuk menyeberangi jalan. Di sana aku ‘kan menghentikan sebuah bus umum mana saja yang bertujuan ke Jakarta. Langkah kakiku menembus malam yang remang-remang, segundah hatiku. Tubuh ini berjalan melawan dinginnya hawa persawahan di perbatasan Jawa barat - Jawa tengah itu. Angin meniup kencang, seolah hendak berkata-kata, dan memeluk aku. Terpaan angin malam itu, adalah bagai pesan kesadaran. Tamparannya, adalah pesan dari Tuhan. Pesan kesadaran bahwa Dia ....ada, dan sedang bicara. KehendakNya lah yang sedang tiba. Aku tak bisa apa-apa. Segala rencanaku, dibuatNya terhempas,..berkeping-keping.
"Bukan kehendakmu yang terjadi, melainkan kehendakKu lah"
Tak mungkin lagi aku tak sadar, betapa Tuhan sayang aku.
Tak mungkin lagi aku tak tahu, aku bukan milikku saja.
Sebab aku tak kekal, dan Dia kekal.
Dan jiwaku, adalah milik kekekalan, milik Tuhan.
Sang Pencipta penuh cinta, Sang Empunya segalanya.
DibalikNya arah perjalananku, dikirimkanNya aku kembali, ....pulang.
Airmataku mengalir, sesalku tiba, dalam sebuah bus umum yang menembus kebisuan malam, mengantarku pulang.
Tuhan, ampuni aku telah melupakanMu. Dan ampuni aku, telah bermain-main dengan hal yang tiada Engkau berkenan.
Aku kembali kepadaMu. Ampunilah aku.
Story Background
Sebagai cost controller di kantor pusat sebuah perusahaan manufaktur; secara rutin saya berkomunikasi dengan staf akunting di kantor-kantor cabang dan pabrik, sehubungan dengan laporan cost bulanan yang secara rutin mereka sampaikan kepada saya. Karena salah satu pabrik ada di Surabaya, maka dalam beberapa kesempatan, saya juga perlu kunjungan tugas ke sana.
Di cabang Surabaya ini, suatu ketika saya berkenalan dengan seorang staf bagian purchasing yang walaupun penampilannya sederhana, namun tutur katanya begitu sopan, cantik, sangat menarik. Singkat cerita, saya ingin mendekati dia, walaupun saat itu saya sudah punya tunangan.
Tuhan jelas tidak berkenan akan rencanaku menemuinya di Surabaya. Keanehan yang terjadi dalam perjalanan malam itu, adalah kuasa dan bentuk campur tangan Tuhan yang sedikitpun tidak terpikirkan olehku. Tuhan bisa bertindak, dan Dia akan.
Jakarta; 2020
nH
Testimony: "Health"
“God knew I was. God is a good Father who teach me how to give thanks in every situation. Now I learn how to be grateful, down-to-earth, and most above all: I learn to surrender to God’s will for my life.”
Everybody wants to be healthy. But for healthy person health itself is often taken for granted (well at least for me), since I don't smoke, drink alcoholic beverages, or overeat.
Health for me is like something that is obvious. You order a burger and get the ketchup. That's simple. Never crossed on my mind that I could get cancer. And that is what God wanted to teach me through this season.
Until 26 years old, every medical check-up that I took never mentioned any serious issue. However, only within 4 months after proposed my girlfriend, I was diagnosed with cancer. To be precise, it is alveolar soft part sarcoma. The insidious and mostly fatal tumor that already took a lot of lives, especially at their youth age between 15 and 30s.
1. The painless lump grow slowly and until it gets big enough to be noticed or caused pain, and until then the tumor mostly already spread to your other body part. I noticed there is slow growing lump in my right thigh in early 2013, but only in summer 2014 it was diagnosed as my primary tumor after several misdiagnosis from local clinic. My plans of getting married, have own house, and traveling overseas were foiled by that one diagnosis. But God have His own plan. He shows me that He puts me in a workplace where my superior know one of the best sarcoma oncologist in Korea and arranged my check-up in a short time. The timing is also not so long after Korean government gave social insurance up to 95% for cancer patient. Without social insurance, I had to pay for 10 million KRW for my surgery. After surgery, I got crutch and I learned that to be able to walk normally is a grace.
2. The tumor usually spreads to lung, brain, bone, skull, and sometimes to liver, heart, pancreas, or eye socket. In 2017, I got two metastasis surgeries for both of my lungs. It was the most painful surgery in my life as they perform thoracotomy and you can have a glimpse of how painful it is if you look up for 'thoracotomy' in Google image. But God shows me how drama queen I am. I got narcotic painkiller, laid down on comfortable bed and got treated by professional health care in hospital to cure my cancer while He was almost naked, crucified on a wooden cross and got stabbed in His side by professional executioner on top of mountain to took my sins.
3. Sometimes even state-of-the-art medical scan could miss the metastasis. That is what happened to my right shoulder. Bone scan, PET scan, X-ray, MRI, you name it- they missed the metastasis on my right humerus. On my 1,000 days wedding anniversary, I was running to catch the train after leaving my office and didn't see the tines (Forks) of forklift truck by the road. My foot got caught and out of all of my body parts, my right shoulder hit the road first. Instead of spend dinner with my family, I have to spend that night on hospital bed (again) due to bone fracture. But God works even in the most trivial things in my life. If the forklift truck wasn't there, my metastasis would grow unnoticed and could break the bone in more painful way or at more crucial timing, or even worse, the metastasis could spread further until it's too late to be treated. If the forklift truck wasn't parked in front of my office, I couldn't get worker's compensation from government and have to pay the bone fracture treatment that wasn't covered by insurance.
4. Currently there is no 100% cure for this disease, as traditional chemotherapy mostly failed and there is limitation to surgery. My oncologist know this and tried new combination of drugs (Doxorubicin and Olaratumab) instead of conventional drug in the end of 2018. My hair fall within two weeks of chemotherapy, the other side effects started kick in and I have to take a sick leave from my office. By then, my wife got our third pregnancy and it would hurt us if I got unpaid leave. But God shows me He is the God who provide. I joined my company on October 2011. The sick leave policy is three months paid leave for new until six years staff and six months paid leave for seven years staff. I took the sick leave on November 2018.
5. The drugs didn't work for me and new metastasis found on my skull in 2019. I had to underwent craniectomy and craniotomy for tumor removal. My vision nerve was affected by craniectomy and the short-term side effect was my vision got weird. To describe it easily, watch Lily Allen F You video. I couldn't drive anymore and got freaked out whenever I see people. My wife told me to enjoy the sight by regard it as a Picasso art. I love you darling. But God is a God who hears prayer. I prayed and the weird vision just gone away before return to my office. I was worried about losing my job if that kind of vision remains.
6. During early of 2020, the metastasis spread as fast as COVID-19. Metastasis in my lymph node in neck area got bigger really fast, there was another metastasis in my left arm and other small metastasis on skull. My left arm was planted with intramedullary nail because the metastasis grew really fast and already infested a portion of left humerus bone marrow. But God is our refuge and strength, an ever-present help in trouble. Another painful surgery and intramedullary nail implantation, and I know God still stays by my side, He still cares and do not forget me.
7. Start from June 2020, I take another round of chemotherapy (Pazopanib) because there is another metastasis growing on skull base around sphenoid area that is difficult to be resected. Moreover, the tumor pressed another vision nerve and caused diplopia (Double vision). Another concern for me as a breadwinner. But God is close to the brokenhearted and saves those who are crushed in spirit.
First round of chemotherapy already reduced the size of tumor and the diplopia was gone right away in just a few days.
It’s already eight surgeries and two chemotherapies, which takes more than six years! During the last six years, God taught me a lot of hard lessons. I knew I was an ungrateful person. God knew I was. God is a good Father who teach me how to give thanks in every situation. Now I learn how to be grateful, down-to-earth, and most above all: I learn to surrender to God’s will for my life. And learn not to get irritated easily if someone park forklift truck right in front of my property- it could save life.
Thank you Lord for this opportunity to help me grow.
Your Beloved Son,
Daniel Dewangga
Seoul, 18 July 2020