“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3 of 4
Diketik tanggal April 23, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3
Saya bertanya, “Di manakah Sorga?”. Karena posisi saya di depan kedua malaikat itu, lebih dekat dengan malaikat yang di sebelah kiri, tetapi pandangan saya saat itu tertuju kepada malaikat yang berada di sebelah kanan sehingga malaikat yang di sebelah kanan itulah yang menjawab saya. Dia menaikkan wajahnya ke atas, memandang ke atas ke arah langit yang terbuka itu, asal sinar yang terang itu, sambil tangan kirinya terangkat ke atas, tangannya terbuka.
Tangan kirinya itu seolah menuntun saya agar melihat ke atas. Mulutnya tidak terbuka berbicara, tetapi katanya kepadaku: “Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga”. Seketika aku menjadi tahu bahwa di Sorga itu semuanya terang, karena meskipun tempat kami berdiri sangat jauh, tetapi aku masih bisa melihat dengan jelas .. tidak ada yang menghalangi pandangan saya. Dan sinar yang turun itu adalah sinar yang masih kuat dan utuh, tidak terdistorsi oleh jarak, cahayanya tidak terpecah pecah tetapi utuh.
Saya ingin sedikit menggambarkan apa yang saya bisa mengerti dari pandangan saya yang mungkin hanya dua atau tiga detik itu. Jadi ada gumpalan-gumpalan awan berwarna kelabu yang bergerak di sekeliling sinar itu. Awan-awan itu meskipun bergerak pelan, tetapi tidak bisa bercampur dengan cahaya sinar yang terpancarkan dari atas sana, turun ke tanah itu. Awan-awan itu tidak menyentuh sinar. Awan-awan itu seolah terbuka. Di balik awan itu seolah-olah saya melihat ada pintu besar yang terbuka. Daun pintunya dua, sebelah kiri dan kanan. Lebarnya daun pintu itu sekitar sepuluh meter sebelah kanan dan kiri, dan tingginya sekitar tiga puluh meter. Pintu itu terbuat dari logam, warnanya kemerah-merahan dan agak keemasan, tebalnya kira-kira tiga puluh sentimeter. Saya tidak melihat jelas daun pintu sebelah kiri, tetapi dari daun pintu sebelah kanan yang saya lihat, terlihat bahwa daun pintu itu terbagi oleh tiga bagian dari atas ke bawah. Bagian itu berupa rangka horisontal tetapi letak rangka itu sendiri ada di bawah / di dalam logam daun pintu, jadi terbungkus oleh logam yang secara merata melapisi seluruh permukaan daun pintu. Daun pintu itu berisi ukiran atau relief yang indah dan tidak ada manusia yang bisa membuatnya, oleh karena logam itu sendiri yang membentuk relief dan hiasan pada daun pintu itu. Di tengah-tengah langit yang terbuka itu, dan di tengah-tengah pintu yang terbuka itu dan agak tinggi, saya seperti melihat sebuah kursi besar, sebuah tahta dan sesosok duduk di sana. Saya tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi dari posisi duduknya saya merasa bahwa “Dia” sangat damai dan bijaksana. Kursi besar itu berwarna logam kemerahan dan keemasan, seperti warna tembaga / copper tetapi tidak memantulkan cahaya (mengkilat) seperti layaknya copper yang kita tahu. Ada dua lengan kursi di sebelah kanan dan kiri, dan setiap sisi kursi itu ada semacam ukiran atau relief. Saya tidak bisa melihat jelas sekali relief apa yang ada di sana, tapi saya tahu seperti apa dan bagaimana bentuknya.
Ada kehidupan di atas sana, di balik pintu itu. Saya merasakan ada pergerakan jiwa-jiwa di sebelah kanan dan sebelah kiri tahta itu. Jadi sebetulnya di balik awan dan semua awan yang ada, adalah sebuah tempat tanpa batas, yang semuanya terang dan penghuninya semua berjubah putih. Mereka tidak bersandal, mereka tidak memakai perhiasan. Jadi di balik gumpalan awan dan semua awan itu, adalah sebuah tempat yang tidak bisa diartikan sebagai tempat. Karena tempat memiliki batas, tetapi di sana tidak ada batas. Adalah sebuah nuansa, adalah sebuah universe yang hanya berisikan kebaikan dan syukur. Jadi tempat itu sangat luas, dan tempat saya berdiri ini, adalah tempat yang kecil, sementara, dan tidak ada bandingannya dengan yang di atas sana. Tempat saya berdiri sekarang ini, dan tempat gelap yang tadi saya lihat, sungguh adanya di bawah. Dan Sorga di sana, adalah tempat yang di atas.
Tempat segala siksaan kekal, yang tadi saya lihat di mana semua jiwa menderita, dipenuhi oleh kegelapan yang kegelapan itu sendiri bergerak-gerak menakutkan semua jiwa yang dinaunginya. Tempat itu juga sangat luas dan tidak terlihat batasnya, ada begitu banyak jiwa di sana, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan luas tempat yang di atas sana. Sekali lagi saya katakan, tempat gelap penuh siksaan itu sangat luas dan semua permukaannya dipenuhi oleh jiwa yang menderita, sempit bagi setiap jiwa karena mereka harus berdesak-desakan dalam kesakitan. Batas tempat itu selalu bergerak oleh karena seberapa banyakpun orang yang datang ke sana, tempat itu seakan melebarkan dirinya.
Tempat ini, tempat saya berdiri ini, dan tempat gelap yang penuh penderitaan dan penyesalan itu, letaknya adalah di bawah. Ini adalah dunia bawah, dunia yang jauh dari atas sana. Bila tempat saya berdiri ini adalah sementara, tetapi tempat yang gelap itu tetap ada selamanya.
Ketika saya menengadah ke atas melihat tahta dan pintu yang terbuka itu, sebetulnya bersamaan saya melihat satu dua jiwa yang terangkat ke Sorga. Di bagian tengah sinar yang seolah menjadi jalan ke Sorga itu, sebuah jiwa tengah naik ke atas dalam perjalanannya ke tempat yang lebih baik. Dia naik, tetapi bukan oleh kekuatannya sendiri. Ia tidak ditarik ke atas atau didorong dari bawah, tetapi jiwanya melayang, ringan, pelan mengelilingi sinar itu. Jiwa itu membuka tangannya, karena ia telah diberi kebebasan untuk bersuka cita sambil mengharapkan saat indah menjadi warga di atas sana. Tangannya bergerak-gerak pelan seperti menyuarakan kegembiraan hatinya, tetapi tidak seperti gerakan seorang penari.
Di bagian agak bawah, sekiranya sepersepuluh jauhnya panjang perjalanan sinar itu, ada sebuah jiwa wanita yang baru saja memulai perjalanannya. Jiwanya juga bersuka cita dan ingin segera sampai ke tujuannya. Jiwanya juga bergerak berputar mengelilingi sinar ini, dan pergerakannya pindah lebih cepat daripada jiwa lelaki yang mendahuluinya. Tetapi dia tidak akan sampai lebih dahulu ke depan pintu Sorga, karena seberapa pun cepatnya dia, jiwanya akan sampai setelah jiwa lelaki yang sudah terlebih dulu memulai perjalanannya.
Malaikat itu kembali melihat ke arah saya, kali ini pandangannya tajam dan menggambarkan ekspresi yang tidak bisa saya tuliskan dengan kata-kata. Pandangannya berisi gabungan begitu banyak perasaan dan harapan. Saya menangkap berbagai hal atau rasa di dalam tatapan itu. Ini yang bisa saya rasakan atau tuliskan. Ada rasa heran, ada rasa bertanya, ada rasa harapan, ada rasa perhatian dan perhatian itu layaknya (seperti) bila seorang kakak laki-laki berbicara kepada adiknya yang perempuan, ada rasa perlindungan. Ada care, ada cemas, ada keraguan apakah aku akan menerima dan kuat, apakah aku tetap setia, apakah aku akan bertahan sampai akhir, apakah aku akan mampu, apakah aku akan mau menderita, apakah aku mengerti, apakah aku bisa memilih yang terbaik dan yang lebih baik, apakah aku bisa sungguh belajar dari apa yang kepadaku telah dan sedang ditunjukkan saat ini.
Malaikat itu berambut keemasan, sebahu, dan bagian ujung rambutnya agak melengkung ke dalam menyentuh bahu atau punggungnya. Rambut itu tidak bisa berubah panjang, tetapi bebas bergerak meskipun tidak ada angin yang menggerakkannya. Rambut itu tidak perlu dirapikan tetapi akan selalu sama dan tidak pernah rusak atau terjatuh ke tanah.
Ia menatapku, sebentar saja tetapi ada begitu banyak hal yang seolah hendak disampaikannya. Katanya kemudian (setelah sejurus mengucapkan "Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga'): “Tetapi kerajaan Sorga itu ada di antara kamu. Ada di tengah-tengah kamu. Tugasmulah (maksud dia adalah semua orang yang mengakui Kristus adalah Tuhan dan Raja) mewujudkan dan membawa keindahan dan kehadiran Sorga itu di tengah umat manusia, supaya mereka tahu apa dan bagaimana kehidupan yang menanti di rumah Bapa". Aku terdiam tidak bisa berkata apa-apa, tetapi pikiranku berjalan seolah mengerti apa yang hendak disampaikannya. Sorga itu ada di tengah-tengah kita. Setiap ada kebaikan dalam hubungan kita dengan sesama, di situlah ada angin Sorga, ada nikmat Sorga, begitulah suka cita yang ada di dalam Sorga. Sebab di Sorga semuanya adalah kebaikan, dan kebaikan itu bersama-sama dengan kebahagiaan. Kebahagiaan di Sorga itu kekal sebab tidak ada kekuatan dari luarnya yang dapat menjangkau bahkan pinggir batas Sorga, sebab batas Sorga itu tidak ada, sebab dunia bawah ini terpisah begitu jauhnya dengan kerajaan di atas sana.
Aku bertanya,.. "mengapa semuanya ini?” sambil menoleh di sebelah kananku. Telapak tangan kananku terbuka, mengarah kepada semua rentetan boks-boks yang bersebelahan. Saat itu aku menjadi mengerti bahwa di tempat ini, di sekitar boks-boks ini..semua jiwa yang ada tidak bisa melawan kekuatan yang mengaturnya. Dan memang tidak ada jeritan atau kemarahan. Yang ada hanyalah kepasrahan dari jiwa-jiwa yang dalam penderitaan dan penantiannya, seolah sadar bahwa mereka pantas mendapatkan dan menjalani apa yang sedang mereka jalani. Jiwa mereka telah diberi pengertian bahwa mereka menjalani ini sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang telah mereka perbuat atau pilihan yang telah mereka ambil, baik yang disengaja maupun yang terjadi karena ketidakpedulian, kemalasan, atau ketidakpercayaan mereka akan sesuatu yang baik. Mereka telah tahu bahwa mereka telah diingatkan semasa hidupnya akan sebuah konsekuensi hukuman, meskipun tidak ada satu jiwapun yang tidak terkejut dan terkesima, setelah melihat dan mengetahui betapa penderitaan yang mereka sedang lalui di tempat ini, sungguh berat dan hampir tidak bisa mereka pikul beratnya. Kekuatan mereka sendiri tidak akan pernah menolong atau memperpendek masa mereka berada di tempat ini, hanya kekuatan dari luar mereka yang bisa menolong. Kekuatan dari luar itupun haruslah disetujui atau diamini oleh sebuah kekuatan yang menjaga tempat ini. Begitu doa-doa yang dipanjatkan itu berkenan, dan penjaga tempat ini berbelas kasihan, maka doa-doa itu barulah disampaikan kepada mereka yang doa-doa itu ditujukan. Setiap kali doa-doa itu sampai dan terdengar oleh jiwa-jiwa ini, maka seolah mereka bergembira, tubuh mereka terangkat ringan dan memiliki kebebasan yang lebih baik. Bila tidak ada doa untuk mereka, maka jiwa-jiwa ini hanya akan terdiam dan menunggu.
Ada suara yang berkata, bahwa semua yang ada di tempat ini adalah sementara. Semua penghakiman dan pemurnian ini, melalui boks-boks itu, akan berakhir. Semuanya itu akan dihancurkan dan dibuang sampai tidak ada bekas-bekasnya, dan boks-boks itu akan rata dengan tanah dan menjelma sama dengan harga tanah. Saat itu, saat semua boks itu dihancurkan, tidak ada sedikitpun material di dalamnya yang terbuang. Jadi semua material pemurnian itu tidak berkurang sedikitpun oleh masa.
Saat itu datang dan terjadi, yakni saat semua boks itu dihancurkan, anakKu akan turun dari Sorga dan mengklaim segala miliknya, sampai kepada jiwa yang terakhir sekalipun. Dia sendiri yang akan turun dari Sorga, menjemput jiwa terakhir yang disucikan. Bersama dengan jiwa itu, Dia akan memegang tangan jiwa itu, dan naik ke Sorga. Barulah kemudian kedua malaikat itu, dan seorang lagi yang berdiri di sebelah mereka, juga terangkat ke Sorga. Mereka juga akan melalui jalan terang itu, yakni sinar yang tetap ada dari jaman Abraham dan Musa, sampai hari ini ketika anak Domba Allah naik ke Sorga dan bertahta di Singgasananya. Sebelum Anak Domba Allah meninggalkan tempat ini, yakni tanah terang berlingkaran tempat turun dan datangnya jiwa-jiwa yang telah disucikan, Dia akan mengklaim tempat ini. Setelah Dia terangkat ke Sorga, yakni oleh kekuatanNya sendiri, dia menyerahkan segalanya kepada Bapa, Allah yang berkuasa. Di depan Bapa yang maha kasih, dia kemudian berpaling menoleh ke belakang, lewat bahunya yang sebelah kanan, memandang ke bawah, ke tempat yang terang ini. Ketika tangannya terlentang terbuka seperti mengundang, yakni tangan yang terlihat ada darah bekas paku dan tetesan darah ada di sekeliling lubang paku itu, diturunkanNya kembali tangannya lebih rendah.
Seketika itu juga tempat ini menjadi milikNya. Semuanya terjadi begitu cepat, angin-angin dan awan awan datang dari sebelah kanan bahuku, dari tempat yang paling jauh sampai tempat ini, berkumpul oleh sebuah kekuatan yang satu. Dan semuanya dirangkul dan seolah dibungkus menjadi satu oleh rahmat yang maha kasih, terbang terbawa ke atas sana. Kemudian tempat ini menjadi kosong. Tetapi tempat yang satunya lagi masih ada, yakni tempat di mana raungan dan tangisan begitu banyak.. itu masih ada karena tidak ada lagi kekuatan baik yang dapat sampai ke tempat itu. Demikianlah aku melihat betapa rendah tempat itu, betapa jauhnya terpisah dari Sorga. Tidak ada suatu kekuatan pun yang dapat menghubungkan keduanya, sebab di antara keduanya adalah kehampaan.
Sebelum sempat aku menoleh kembali pandanganku ke sebelah kiri, untuk bertanya apa yang selanjutnya akan terjadi,..sebuah suara yang begitu sejuk dan lembut berkata: “Sebab segala yang baik, adalah milikKu”.
Setelah menyaksikan semuanya, aku merasa dibawa kembali ke tempat di mana aku saat ini berada. Yakni di kamar tidurku, saat ini. Aku bisa melihat badanku tertidur, tetapi jiwaku seolah terduduk. Jadi badanku tertidur, tetapi aku merasa duduk dan berbicara.
Kemudian aku merasa bisa bertanya apa saja kepada Yesus, di tempat ini. Aku tidak melihat wajahNya, tetapi Dia ada, dan Dia sendiri berkata, bahwa Dia hadir dalam sakramen malam itu di gereja Mater Dolorosa (South San Francisco), dua hari lalu, tanggal 17 April 2015.