From Unable to Regain the Ability to Stand/Walk
“Tetaplah mengingat dan menyebut nama Tuhan. Dalam kesusahan masih terselip kepercayaan bahwa Allah tidak akan meninggalkan dan akan memberikan yang terbaik pada waktunya. Meski kita tidak dapat mengerti akan alasan/penyebab/akhir dari suatu musibah, namun kita masih tetap percaya Gusti Allah mboten sareh, Allah akan memulihkan segalanya.”
Pada saat berumur 14 tahun, tempurung lutut kiri saya tiba-tiba mengalami dislokasi/bergeser pada saat sedang berbincang-bincang dengan teman sekolah. Teman saya melihat saya jatuh dan berteriak minta tolong. Salah satu pegawai sekolah datang untuk menolong saya berdiri. Namun saya tidak bisa berdiri dikarenakan dislokasi tempurung lutut kiri. Setelah itu, pegawai sekolah itupun membantu untuk mengembalikan tempurung lutut saya. Setelah dia berusaha untuk mengembalikan tempurung lutut, saya bisa berdiri dan jalan kembali walaupun terpincang-pincang.
Setelah pulang sekolah, orang tua saya bertanya kenapa saya berjalan terpincang-pincang. Saya menceritakan apa yang terjadi. Di malam yang sama, papa saya membawa saya ke sensei yang menggunakan cara kerok dalam penyembuhannya untuk berusaha mengembalikan tempurung lutut saya. Saya berteriak-teriak kesakitan dan bercucuran air mata pada saat sensei itu mengerok kaki kiri saya. Setelah dari situ, ternyata tempurung lutut saya belum bisa kembali normal. Di hari pekan di minggu yang sama, papa saya membawa saya ke sensei lain yang menggunakan cara uap, namun tidak berhasil juga. Di pekan berikutnya papa membawa saya ke sensei lain lagi yang menggunakan salep obat Cina. Tempurung lutut dan kaki kiri saya merasa sedikit baikan dan saya tidak berjalan terpincang-pincang lagi, tetapi itu tidak berhasil mengembalikan nya 100%.
Setelah tiga Sensei, orang tua saya tidak tahu harus berobat ke mana lagi selain pergi ke dokter melakukan ronsen. Ronsen dijalani dan hasilnya tidak ada tulang yang retak selain tempurung lutut tidak ada di tempat yang seharusnya. Dokter menganjurkan untuk operasi. Saya tidak mau dioperasi dan orang tua sayapun tidak memaksa. Setelah ke dokter, saya pindah ke Amerika Serikat bersama dengan keluarga.
5 tahun berlalu sejak saya pindah ke Amerika Serikat, saya melakukan pekerjaan dan kegiatan lain dengan hanya satu tempurung lutut yang sehat (sebelah kanan). Saya dapat berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa selama saya tidak melakukan kegiatan olahraga berat seperti waktu saya SD dan SMP.
Tepatnya setelah saya berulang tahun yang ke-19, saya pulang kerja shift malam di Panda Express dan siap untuk tidur, saya merasa ada yang mendorong saya dari belakang walaupun saya sendirian di dalam kamar. Saya tidak merasakan apa-apa dan tidur seperti biasanya. Keesokan pagi, pada saat saya mau berjalan ke kamar mandi setelah bangun, saya tidak bisa berdiri. Saya segera sadar kalau tempurung lutut kanan saya yang selama 5 tahun telah menanggung beban, karena kaki kiri saya tidak berfungsi normal telah ikut mengalami dislokasi/tergeser. Kedua lutut kaki saya kini mengalami hal yang sama. Sayapun merangkak ke kamar mandi dan setelah mandi, saya turun ke bawah di mana orang tua dan keluarga dekat (2 aunties dan 2 oma) saya berada. Saya meluncur melalui tangga dan semua sangat terkejut melihat saya tidak bisa berdiri dan berjalan. Tanpa ragu, semua berseru dan memutuskan untuk membawa saya ke tukang urut yang bernama KY (nama inisial) di Los Angeles. Saya tidak menolak atau berdebat karena saya ingin sekali bisa berdiri dan berjalan lagi seperti semula.
Di dalam perjalanan menuju rumah KY, salah satu auntie saya bercerita tentang anugerah kesembuhan yang Tuhan Yesus berikan ke KY. Kesaksian KY sudah diketahui dan tersebar oleh semua orang yang pernah urut dengan dia. Auntie saya bercerita, bahwa pada saat istri pertama KY meninggal dikarenakan kanker, diapun tidak ada keinginan untuk hidup lagi. KY kemudian berpuasa dengan tidak makan/minum selama 40 hari 40 malam. Namun di malam ke-40, ada satu orang berjubah putih datang kepadanya bertanya, "Sedang apa kamu tidak makan dan minum selama ini?" KY menjawab, "Saya ingin mati." Orang berjubah putih itu pun menjawab, "Waktumu belum tiba. Kamu masih harus menolong banyak orang di dunia ini." KY bertanya, "Bagaimana saya menolong orang lain; istri sayapun tidak bisa saya tolong." Orang berjubah putih itu menyuruh KY untuk membuka kedua telapak tangan selebar-lebar nya. Setelah itu ada sinar-sinar yang masuk ke dalam kedua telapak tangan nya. Esok paginya, KY ditemukan terbaring di lantai di dalam kamar. Setelah KY sadar kembali, dia masih belum tahu bagaimana harus menolong orang lain seperti orang berjubah putih itu katakan. Tidak lama kemudian, keponakan KY yang baru lahir tidak bisa menangis atau pun mengeluarkan air kecil dan tubuh nya sudah membiru. Dengan segera, KY pergi ke rumah sakit untuk membawa bayi itu pulang karena dia tidak ingin bayi itu meninggal di rumah sakit. Pada saat dia memegang bayi itu dan mengelus/mengurut halus, bayi itu tiba-tiba menangis dan mengeluarkan air kecil yang banyak sekali. Bayi itu selamat dan KY mulai menyadari apa yang harus dia lakukan agar bisa menolong orang, yaitu dengan menggunakan tangannya untuk mengurut. Setelah auntie saya selesai bercerita, auntie saya bilang kalau saya harus percaya bahwa Tuhan Yesus lah yang akan menyembuhkan kedua kaki saya 100% melalui KY. Saya langsung berkata, "Saya percaya!"
Setelah tiba di rumah KY, karena saya tidak bisa jalan, saya dibopong oleh tiga orang: papa saya dan 2 auntie saya untuk masuk rumah KY. Setelah KY melihat kedua kaki saya, dia menyuruh untuk tidur terlentang dan mulai mengurut kaki saya. Pertama, dia mulai mengurut kaki kanan saya, memutar tempurung lutut 360 derajat (satu lingkaran), dan menarik tempurung lutut yang tergeser dari dalam sampai bisa terlihat lagi seperti seharusnya. Saya pun berteriak sangat keras dan bercucuran air mata. Keluarga saya berusaha untuk menenangkan tapi dikarenakan rasa sakit yang luar biasa, saya pun tidak bisa tenang. Setelah tempurung kaki kanan saya kembali seperti semula, KY melakukan hal yang sama ke tempurung lutut sebelah kiri tanpa ada istirahat. Saya pun terus berteriak dan menangis keras. Tempurung lulut kiri saya pun terlihat kembali ke permukaan seperti sebelah kanan. KY pun terus mengurut saya selama beberapa menit setelahnya untuk meluruskan semua syaraf-syaraf di sekitarnya. Saya tetap berteriak karena merasa sakit sekali. Setelah selesai, KY menyuruh saya untuk berdiri dan berjalan tanpa bantuan dari siapapun. Saya langsung bisa berdiri dan berjalan sendiri walau masih pincang tanpa bantuan dari siapapun. Semua terkejut termasuk saya. Salah satu auntie saya bertanya kepada KY, ”apakah kedua kaki saya bisa 100% sembuh?” KY menjawab, ”Bisa, asalkan saya rutin datang urut setiap minggu sampai selesai.” Saya pun setuju. Selama 5 bulan, saya pun datang rutin setiap minggu (kadang-kadang 2x seminggu) untuk menerima urut dari KY. Setelah 5 bulan lamanya, KY pun memberi tahu kalau kedua kaki saya sudah 100% sembuh dan tidak perlu datang lagi. Saya sangat bergembira dan langsung bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang telah menyembuhkan kaki saya melalui KY.
Di dalam 5 bulan itu, saya juga mendapat cobaan dari beberapa orang termasuk mama saya agar berhenti total pergi ke rumah KY di Los Angeles setiap akhir pekan untuk menerima urut semata. Mereka berpendapat saya membuang waktu, tenaga, uang bensin, mileage mobil setiap minggu. Tetapi dengan dukungan auntie dan keteguhan hati, saya tidak mendengarkan mama dan orang-orang lain. Karena saya tidak mendengarkan omongan orang lain dan mama, ke dua kaki saya kembali normal 100% dan saya bisa kembali melakukan aktivitas-aktivitas seperti sebelumnya. Sayapun bisa kembali berlutut di gereja tanpa ada masalah dan tanpa rasa sakit di misa mingguan.
Seorang Romo menulis, “Tetaplah mengingat dan menyebut nama Tuhan. Dalam kesusahan masih terselip kepercayaan bahwa Allah tidak akan meninggalkan dan akan memberikan yang terbaik pada waktunya. Meski kita tidak dapat mengerti akan alasan/penyebab/akhir dari suatu musibah, namun kita masih tetap percaya Gusti Allah mboten sareh, Allah akan memulihkan segalanya.” Kutipan ini mengingatkan saya tentang kejadian ini. Walaupun kaki saya hampir dioperasi, setelah melalui 3 sensei, berjalan dengan satu tempurung lutut selama 5 tahun, dan pada akhirnya tidak bisa berdiri/berjalan, saya merasa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya. Saya percaya bahwa Dia-lah yang memberi saya kekuatan selama 5 tahun itu dan akhirnya menunjukan jalan untuk bertemu dengan KY dan menerima kesembuhan total dariNya. Amin!
~CS~
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3 of 4
Mulutnya tidak terbuka berbicara, tetapi katanya kepadaku: “Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga”
Diketik tanggal April 23, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 3
Saya bertanya, “Di manakah Sorga?”. Karena posisi saya di depan kedua malaikat itu, lebih dekat dengan malaikat yang di sebelah kiri, tetapi pandangan saya saat itu tertuju kepada malaikat yang berada di sebelah kanan sehingga malaikat yang di sebelah kanan itulah yang menjawab saya. Dia menaikkan wajahnya ke atas, memandang ke atas ke arah langit yang terbuka itu, asal sinar yang terang itu, sambil tangan kirinya terangkat ke atas, tangannya terbuka.
Tangan kirinya itu seolah menuntun saya agar melihat ke atas. Mulutnya tidak terbuka berbicara, tetapi katanya kepadaku: “Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga”. Seketika aku menjadi tahu bahwa di Sorga itu semuanya terang, karena meskipun tempat kami berdiri sangat jauh, tetapi aku masih bisa melihat dengan jelas .. tidak ada yang menghalangi pandangan saya. Dan sinar yang turun itu adalah sinar yang masih kuat dan utuh, tidak terdistorsi oleh jarak, cahayanya tidak terpecah pecah tetapi utuh.
Saya ingin sedikit menggambarkan apa yang saya bisa mengerti dari pandangan saya yang mungkin hanya dua atau tiga detik itu. Jadi ada gumpalan-gumpalan awan berwarna kelabu yang bergerak di sekeliling sinar itu. Awan-awan itu meskipun bergerak pelan, tetapi tidak bisa bercampur dengan cahaya sinar yang terpancarkan dari atas sana, turun ke tanah itu. Awan-awan itu tidak menyentuh sinar. Awan-awan itu seolah terbuka. Di balik awan itu seolah-olah saya melihat ada pintu besar yang terbuka. Daun pintunya dua, sebelah kiri dan kanan. Lebarnya daun pintu itu sekitar sepuluh meter sebelah kanan dan kiri, dan tingginya sekitar tiga puluh meter. Pintu itu terbuat dari logam, warnanya kemerah-merahan dan agak keemasan, tebalnya kira-kira tiga puluh sentimeter. Saya tidak melihat jelas daun pintu sebelah kiri, tetapi dari daun pintu sebelah kanan yang saya lihat, terlihat bahwa daun pintu itu terbagi oleh tiga bagian dari atas ke bawah. Bagian itu berupa rangka horisontal tetapi letak rangka itu sendiri ada di bawah / di dalam logam daun pintu, jadi terbungkus oleh logam yang secara merata melapisi seluruh permukaan daun pintu. Daun pintu itu berisi ukiran atau relief yang indah dan tidak ada manusia yang bisa membuatnya, oleh karena logam itu sendiri yang membentuk relief dan hiasan pada daun pintu itu. Di tengah-tengah langit yang terbuka itu, dan di tengah-tengah pintu yang terbuka itu dan agak tinggi, saya seperti melihat sebuah kursi besar, sebuah tahta dan sesosok duduk di sana. Saya tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi dari posisi duduknya saya merasa bahwa “Dia” sangat damai dan bijaksana. Kursi besar itu berwarna logam kemerahan dan keemasan, seperti warna tembaga / copper tetapi tidak memantulkan cahaya (mengkilat) seperti layaknya copper yang kita tahu. Ada dua lengan kursi di sebelah kanan dan kiri, dan setiap sisi kursi itu ada semacam ukiran atau relief. Saya tidak bisa melihat jelas sekali relief apa yang ada di sana, tapi saya tahu seperti apa dan bagaimana bentuknya.
Ada kehidupan di atas sana, di balik pintu itu. Saya merasakan ada pergerakan jiwa-jiwa di sebelah kanan dan sebelah kiri tahta itu. Jadi sebetulnya di balik awan dan semua awan yang ada, adalah sebuah tempat tanpa batas, yang semuanya terang dan penghuninya semua berjubah putih. Mereka tidak bersandal, mereka tidak memakai perhiasan. Jadi di balik gumpalan awan dan semua awan itu, adalah sebuah tempat yang tidak bisa diartikan sebagai tempat. Karena tempat memiliki batas, tetapi di sana tidak ada batas. Adalah sebuah nuansa, adalah sebuah universe yang hanya berisikan kebaikan dan syukur. Jadi tempat itu sangat luas, dan tempat saya berdiri ini, adalah tempat yang kecil, sementara, dan tidak ada bandingannya dengan yang di atas sana. Tempat saya berdiri sekarang ini, dan tempat gelap yang tadi saya lihat, sungguh adanya di bawah. Dan Sorga di sana, adalah tempat yang di atas.
Tempat segala siksaan kekal, yang tadi saya lihat di mana semua jiwa menderita, dipenuhi oleh kegelapan yang kegelapan itu sendiri bergerak-gerak menakutkan semua jiwa yang dinaunginya. Tempat itu juga sangat luas dan tidak terlihat batasnya, ada begitu banyak jiwa di sana, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan luas tempat yang di atas sana. Sekali lagi saya katakan, tempat gelap penuh siksaan itu sangat luas dan semua permukaannya dipenuhi oleh jiwa yang menderita, sempit bagi setiap jiwa karena mereka harus berdesak-desakan dalam kesakitan. Batas tempat itu selalu bergerak oleh karena seberapa banyakpun orang yang datang ke sana, tempat itu seakan melebarkan dirinya.
Tempat ini, tempat saya berdiri ini, dan tempat gelap yang penuh penderitaan dan penyesalan itu, letaknya adalah di bawah. Ini adalah dunia bawah, dunia yang jauh dari atas sana. Bila tempat saya berdiri ini adalah sementara, tetapi tempat yang gelap itu tetap ada selamanya.
Ketika saya menengadah ke atas melihat tahta dan pintu yang terbuka itu, sebetulnya bersamaan saya melihat satu dua jiwa yang terangkat ke Sorga. Di bagian tengah sinar yang seolah menjadi jalan ke Sorga itu, sebuah jiwa tengah naik ke atas dalam perjalanannya ke tempat yang lebih baik. Dia naik, tetapi bukan oleh kekuatannya sendiri. Ia tidak ditarik ke atas atau didorong dari bawah, tetapi jiwanya melayang, ringan, pelan mengelilingi sinar itu. Jiwa itu membuka tangannya, karena ia telah diberi kebebasan untuk bersuka cita sambil mengharapkan saat indah menjadi warga di atas sana. Tangannya bergerak-gerak pelan seperti menyuarakan kegembiraan hatinya, tetapi tidak seperti gerakan seorang penari.
Di bagian agak bawah, sekiranya sepersepuluh jauhnya panjang perjalanan sinar itu, ada sebuah jiwa wanita yang baru saja memulai perjalanannya. Jiwanya juga bersuka cita dan ingin segera sampai ke tujuannya. Jiwanya juga bergerak berputar mengelilingi sinar ini, dan pergerakannya pindah lebih cepat daripada jiwa lelaki yang mendahuluinya. Tetapi dia tidak akan sampai lebih dahulu ke depan pintu Sorga, karena seberapa pun cepatnya dia, jiwanya akan sampai setelah jiwa lelaki yang sudah terlebih dulu memulai perjalanannya.
Malaikat itu kembali melihat ke arah saya, kali ini pandangannya tajam dan menggambarkan ekspresi yang tidak bisa saya tuliskan dengan kata-kata. Pandangannya berisi gabungan begitu banyak perasaan dan harapan. Saya menangkap berbagai hal atau rasa di dalam tatapan itu. Ini yang bisa saya rasakan atau tuliskan. Ada rasa heran, ada rasa bertanya, ada rasa harapan, ada rasa perhatian dan perhatian itu layaknya (seperti) bila seorang kakak laki-laki berbicara kepada adiknya yang perempuan, ada rasa perlindungan. Ada care, ada cemas, ada keraguan apakah aku akan menerima dan kuat, apakah aku tetap setia, apakah aku akan bertahan sampai akhir, apakah aku akan mampu, apakah aku akan mau menderita, apakah aku mengerti, apakah aku bisa memilih yang terbaik dan yang lebih baik, apakah aku bisa sungguh belajar dari apa yang kepadaku telah dan sedang ditunjukkan saat ini.
Malaikat itu berambut keemasan, sebahu, dan bagian ujung rambutnya agak melengkung ke dalam menyentuh bahu atau punggungnya. Rambut itu tidak bisa berubah panjang, tetapi bebas bergerak meskipun tidak ada angin yang menggerakkannya. Rambut itu tidak perlu dirapikan tetapi akan selalu sama dan tidak pernah rusak atau terjatuh ke tanah.
Ia menatapku, sebentar saja tetapi ada begitu banyak hal yang seolah hendak disampaikannya. Katanya kemudian (setelah sejurus mengucapkan "Engkau tahu rumah Bapa adalah di atas sana. Di sanalah Bapa bertahta. Kalau maksudmu Sorga, di sanalah Sorga'): “Tetapi kerajaan Sorga itu ada di antara kamu. Ada di tengah-tengah kamu. Tugasmulah (maksud dia adalah semua orang yang mengakui Kristus adalah Tuhan dan Raja) mewujudkan dan membawa keindahan dan kehadiran Sorga itu di tengah umat manusia, supaya mereka tahu apa dan bagaimana kehidupan yang menanti di rumah Bapa". Aku terdiam tidak bisa berkata apa-apa, tetapi pikiranku berjalan seolah mengerti apa yang hendak disampaikannya. Sorga itu ada di tengah-tengah kita. Setiap ada kebaikan dalam hubungan kita dengan sesama, di situlah ada angin Sorga, ada nikmat Sorga, begitulah suka cita yang ada di dalam Sorga. Sebab di Sorga semuanya adalah kebaikan, dan kebaikan itu bersama-sama dengan kebahagiaan. Kebahagiaan di Sorga itu kekal sebab tidak ada kekuatan dari luarnya yang dapat menjangkau bahkan pinggir batas Sorga, sebab batas Sorga itu tidak ada, sebab dunia bawah ini terpisah begitu jauhnya dengan kerajaan di atas sana.
Aku bertanya,.. "mengapa semuanya ini?” sambil menoleh di sebelah kananku. Telapak tangan kananku terbuka, mengarah kepada semua rentetan boks-boks yang bersebelahan. Saat itu aku menjadi mengerti bahwa di tempat ini, di sekitar boks-boks ini..semua jiwa yang ada tidak bisa melawan kekuatan yang mengaturnya. Dan memang tidak ada jeritan atau kemarahan. Yang ada hanyalah kepasrahan dari jiwa-jiwa yang dalam penderitaan dan penantiannya, seolah sadar bahwa mereka pantas mendapatkan dan menjalani apa yang sedang mereka jalani. Jiwa mereka telah diberi pengertian bahwa mereka menjalani ini sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang telah mereka perbuat atau pilihan yang telah mereka ambil, baik yang disengaja maupun yang terjadi karena ketidakpedulian, kemalasan, atau ketidakpercayaan mereka akan sesuatu yang baik. Mereka telah tahu bahwa mereka telah diingatkan semasa hidupnya akan sebuah konsekuensi hukuman, meskipun tidak ada satu jiwapun yang tidak terkejut dan terkesima, setelah melihat dan mengetahui betapa penderitaan yang mereka sedang lalui di tempat ini, sungguh berat dan hampir tidak bisa mereka pikul beratnya. Kekuatan mereka sendiri tidak akan pernah menolong atau memperpendek masa mereka berada di tempat ini, hanya kekuatan dari luar mereka yang bisa menolong. Kekuatan dari luar itupun haruslah disetujui atau diamini oleh sebuah kekuatan yang menjaga tempat ini. Begitu doa-doa yang dipanjatkan itu berkenan, dan penjaga tempat ini berbelas kasihan, maka doa-doa itu barulah disampaikan kepada mereka yang doa-doa itu ditujukan. Setiap kali doa-doa itu sampai dan terdengar oleh jiwa-jiwa ini, maka seolah mereka bergembira, tubuh mereka terangkat ringan dan memiliki kebebasan yang lebih baik. Bila tidak ada doa untuk mereka, maka jiwa-jiwa ini hanya akan terdiam dan menunggu.
Ada suara yang berkata, bahwa semua yang ada di tempat ini adalah sementara. Semua penghakiman dan pemurnian ini, melalui boks-boks itu, akan berakhir. Semuanya itu akan dihancurkan dan dibuang sampai tidak ada bekas-bekasnya, dan boks-boks itu akan rata dengan tanah dan menjelma sama dengan harga tanah. Saat itu, saat semua boks itu dihancurkan, tidak ada sedikitpun material di dalamnya yang terbuang. Jadi semua material pemurnian itu tidak berkurang sedikitpun oleh masa.
Saat itu datang dan terjadi, yakni saat semua boks itu dihancurkan, anakKu akan turun dari Sorga dan mengklaim segala miliknya, sampai kepada jiwa yang terakhir sekalipun. Dia sendiri yang akan turun dari Sorga, menjemput jiwa terakhir yang disucikan. Bersama dengan jiwa itu, Dia akan memegang tangan jiwa itu, dan naik ke Sorga. Barulah kemudian kedua malaikat itu, dan seorang lagi yang berdiri di sebelah mereka, juga terangkat ke Sorga. Mereka juga akan melalui jalan terang itu, yakni sinar yang tetap ada dari jaman Abraham dan Musa, sampai hari ini ketika anak Domba Allah naik ke Sorga dan bertahta di Singgasananya. Sebelum Anak Domba Allah meninggalkan tempat ini, yakni tanah terang berlingkaran tempat turun dan datangnya jiwa-jiwa yang telah disucikan, Dia akan mengklaim tempat ini. Setelah Dia terangkat ke Sorga, yakni oleh kekuatanNya sendiri, dia menyerahkan segalanya kepada Bapa, Allah yang berkuasa. Di depan Bapa yang maha kasih, dia kemudian berpaling menoleh ke belakang, lewat bahunya yang sebelah kanan, memandang ke bawah, ke tempat yang terang ini. Ketika tangannya terlentang terbuka seperti mengundang, yakni tangan yang terlihat ada darah bekas paku dan tetesan darah ada di sekeliling lubang paku itu, diturunkanNya kembali tangannya lebih rendah.
Seketika itu juga tempat ini menjadi milikNya. Semuanya terjadi begitu cepat, angin-angin dan awan awan datang dari sebelah kanan bahuku, dari tempat yang paling jauh sampai tempat ini, berkumpul oleh sebuah kekuatan yang satu. Dan semuanya dirangkul dan seolah dibungkus menjadi satu oleh rahmat yang maha kasih, terbang terbawa ke atas sana. Kemudian tempat ini menjadi kosong. Tetapi tempat yang satunya lagi masih ada, yakni tempat di mana raungan dan tangisan begitu banyak.. itu masih ada karena tidak ada lagi kekuatan baik yang dapat sampai ke tempat itu. Demikianlah aku melihat betapa rendah tempat itu, betapa jauhnya terpisah dari Sorga. Tidak ada suatu kekuatan pun yang dapat menghubungkan keduanya, sebab di antara keduanya adalah kehampaan.
Sebelum sempat aku menoleh kembali pandanganku ke sebelah kiri, untuk bertanya apa yang selanjutnya akan terjadi,..sebuah suara yang begitu sejuk dan lembut berkata: “Sebab segala yang baik, adalah milikKu”.
Setelah menyaksikan semuanya, aku merasa dibawa kembali ke tempat di mana aku saat ini berada. Yakni di kamar tidurku, saat ini. Aku bisa melihat badanku tertidur, tetapi jiwaku seolah terduduk. Jadi badanku tertidur, tetapi aku merasa duduk dan berbicara.
Kemudian aku merasa bisa bertanya apa saja kepada Yesus, di tempat ini. Aku tidak melihat wajahNya, tetapi Dia ada, dan Dia sendiri berkata, bahwa Dia hadir dalam sakramen malam itu di gereja Mater Dolorosa (South San Francisco), dua hari lalu, tanggal 17 April 2015.
“Something Happens When You Surrender to Jesus” - part 2 of 4
Apalagi boks-boks ini terbuat dari metal yang begitu kuat, terbuat begitu rapi dan seolah tidak ada sambungannya. Tidak ada kekuatan dari jiwa-jiwa di dalamnya yang bisa membuat mereka keluar dari dalamnya, selain kekuatan yang datang dari luar boks ini.
Diketik tanggal April 21, 2015
“Something Happens When You Surrender to Jesus”
Saya merasa dituntun, berjalan bersebelahan dengan seseorang. Sebetulnya bukan sekedar berjalan, karena saya merasa berpindah tempat tetapi terasa ringan seolah melayang. Saya dituntun oleh seseorang di sebelah kiri saya yang seolah menyuruh saya menyaksikan. Saya melihat di sebelah kanan .... suatu tempat yang gelap dan luas, yang tidak bisa terlihat batasnya. Gelap, namun masih ada cahaya dari pantulan awan-awan yang bergerak tinggi di atasnya. Seketika terlihat bayangan banyak tangan seolah menjangkau ke atas, melambai ke atas, jiwa-jiwa yang tidak berpakaian, kurus, kotor penuh peluh dan luka. Saat bersamaan terdengar raungan-raungan yang menyayat hati...suara kesedihan dan pemberontakan, penyesalan, amarah, dan ketidakpuasan..menjerit-jerit riuh rendah antara kedengaran keras dan lemah. Wanita dan lelaki bercampur di situ, mereka tidak berperang satu melawan yang lain tetapi semuanya menyuarakan kesedihan, ketidakpuasan, dan pemberontakan. Tiap kali kulit mereka bersentuhan, mereka merasakan seperti terbakar dan kesakitan. Mereka semua ingin keluar dari tempat itu tetapi mereka mengetahui bahwa mereka akan lama berada di tempat itu. Dalam keputusasaan, yang mereka bisa lakukan adalah menjerit dan meneriakkan semuanya: kesedihan dan penyesalan yang mendalam, protes dan ketidak damaian. Mereka tidak bisa diam karena seolah tempat mereka berpijak adalah sesuatu yang panas, mereka tidak bisa berpijak dengan diam. Saya bisa menggambarkannya seperti cacing yang menggeliat geliat di tanah yang kering dan kepanasan.
Lebih dekat dengan saya, atau kami, adalah sebuah tempat yang agak gelap juga tetapi lebih terang daripada tempat yang tadi saya gambarkan. Karena posisi saya (atau kami) seolah melayang setinggi kira-kira lebih dari 10 meter....saya bisa melihat kedua tempat ini sekaligus. Tidak ada batas yang terlihat jelas memisahkan antara kedua tempat ini, tetapi ada seperti sebuah jurang panjang, dalam, dan gelap yang memisahkan keduanya.
Di tempat (area) ini ada serentetan wadah, mungkin ada 5, 6, atau 7... saya tidak memperhatikan jumlahnya. Wadah-wadah ini seperti sebuah boks kuat yang terbuat dari logam, seukuran rumah atau gedung yang besar, semuanya berisi sesuatu. Ketika saya cukup dekat dengan boks yang kedua atau ketiga,...barulah saya menyadari bahwa boks boks ini jauh lebih besar daripada yang terlihat dari jarak pertama saya melihatnya. Boks-boks ini bersebelahan, dari kanan ke kiri terletak secara diagonal, terpisahkan namun semuanya berhubungan dengan semacam terowongan yang menghubungkan antara boks yang pertama dan kedua, kedua ke ketiga, dan seterusnya. Terowongan atau lubang ini terletak di bagian sisi atas boks, tingginya sekitar seperlima bagian di bawah batas atas dindingnya. Diameter terowongan ini tidak besar, tetapi cukup kuat untuk menjadi penghubung antara boks satu dan yang lainnya. Letaknya di tengah-tengah, tidak di kiri atau di kanan sisi dinding boks. Material terisi dalam terowongan ini, berisikan material dari dua boks yang bersebelahan, bercampur sekitar di tengah-tengah terowongan antara bok satu dan bok yang berikutnya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, semua 'boks' ini berisi material yang hampir penuh.
Ketika saya "terbawa” lebih dekat, posisiku di antara boks kedua dan ketiga, terlihat olehku seseorang yang terangkat (atau mengangkat) kedua tangannya. Dia seperti seorang laki-laki, tetapi dia tidak terangkat oleh kehendak atau kekuatannya sendiri, melainkan oleh sebuah kekuatan yang lain. Dia terangkat dari boks nomor 3, yang setelah saya lihat, berisi sesuatu yang panas, cairan yang sepertinya hampir mendidih panasnya. Warnanya kecoklatan dan kehitaman, bergerak oleh sesuatu yang membuatnya panas. Jiwa ini seolah berteriak, namun tidak ada suara yang terdengar.
Yang saya dapat rasakan adalah bahwa dia merasa bersyukur. Dia merasa senang karena meninggalkan suatu tempat yang penuh penderitaan dan hukuman menuju tempat lain yang – dia tahu – akan ada penghukuman dan penantian juga, tetapi akan lebih 'tidak menyakitkan' dari boks yang berisi minyak itu. Tubuh jiwa ini tidak berpakaian, warna kulitnya kecoklatan dan terlihat telah mengalami banyak pemurnian dan penantian yang panjang. Saat kedua kakinya meninggalkan permukaan minyak, kedua tangannya bersilang di dada.
(Pada saat yang bersamaan saya menjadi mengerti bahwa terowongan-terowongan itu adalah jalan yang hendak dilalui oleh jiwa-jiwa untuk beralih dari satu boks ke boks yang berikutnya. Akan tetapi ada jiwa-jiwa yang bisa saja tidak melalui suatu terowongan, akan tetapi jiwanya langsung terangkat dari satu boks menuju ke boks yang berikutnya. Akan tetapi tidak ada satu jiwapun yang bisa terangkat dan tidak melewati terowongan, untuk lebih dari satu kali. Itu belum pernah terjadi).
Saya menoleh agak ke kanan dan melihat sesuatu yang berasap muncul dari permukaannya. Saya bertanya kepada malaikat yang dari tadi menemani saya. Saat ini saya menjadi tahu bahwa dia adalah malaikat. Saya bertanya apa isi boks itu...dia menjawab. Saya tidak melihat malaikat ini karena posisinya agak di belakang kiri saya, jadi saya tidak melihat dia berbicara. Tetapi kudengar dia berkata, isinya adalah lumpur panas. Seketika aku melihat dari permukaan lumpur ini muncul bebatuan kecil juga, mendidih seperti lahar namun warnanya kecoklatan agak kehijauan dan kebiruan. Berasap, kental, panas, dan baunya seperti belerang dan bercampur dupa yang menyesakkan dada. Tidak ada yang bisa keluar dari material-material dalam boks ini, selain karena materialnya tidak memberikan ruang gerak yang bebas, juga karena sangat pekat. Apalagi boks-boks ini terbuat dari metal yang begitu kuat, terbuat begitu rapi dan seolah tidak ada sambungannya. Tidak ada kekuatan dari jiwa-jiwa di dalamnya yang bisa membuat mereka keluar dari dalamnya, selain kekuatan yang datang dari luar boks ini. Seketika aku mengerti bahwa jiwa yang tadi kulihat melayang dan terangkat dari minyak yang panas, telah terbantu oleh sebuah kekuatan dari luar, dari doa orang-orang yang dipanjatkan kepadanya, berdoa untuknya.
Saya bertanya kepada malaikat itu, berapa lama penghukuman di boks yang kedua ini, dan aku diberi pengertian antara 51 dan 84 tahun, menurut kalender manusia. Aku bertanya berapa lama jiwa-jiwa akan berada dalam boks yang berisi minyak itu. Jawabnya paling sedikit sekitar 3 tahun menurut kalender manusia, tetapi tidak ada batas paling lamanya.
Aku menoleh agak ke kiri, sebelah kiri boks yang berisi minyak itu. Ada beberapa boks lagi tetapi pandanganku tertuju lebih jauh sehingga melewati boks yang terakhir, yang sepertinya berisi material yang lebih ringan, seperti debu-debu panas dan awan panas luncuran dari gunung berapi. Awan dan debu-debu ini berputar-putar di dalam boks itu, tidak ada jiwa yang bisa menghindar dari betapa panas dan sakitnya terjangan bebatuan seukuran kepalan tangan yang beterbangan berputar-putar di dalamnya, berlawanan arah jarum jam. Tetapi jiwa-jiwa di tempat ini bisa bernapas lebih baik atau lebih mudah bila dibandingkan dengan boks yang di sebelah kanannya. Still, mereka tidak bisa bernapas sepenuhnya seperti orang yang hendak menarik napas panjang, karena udara dan debu itu akan menyakitkan dan menyesakkan dada mereka.
Tempat itu yang jelas lebih terang daripada boks yang kedua dan ketiga. Terangnya tidak dari lampu atau matahari, tetapi dari sesuatu yang tidak bersumber. Setelah boks yang terakhir itu, yakni boks yang berisi udara dan debu panas yang berputar-putar, adalah sebuah tempat menyerupai lingkaran. Tanah, tetapi tanah itu sendiri terlihat terang namun tidak bercahaya.
Jadi boks-boks yang terletak bersebelahan itu letaknya di atas tanah dan melayang dan bagian bawahnya setinggi kira-kira3 atau 4 meter dari permukaan tanah. Di bawah boks-boks yang kedua, ketiga, keempat dan kelima,..tidak terlihat tanah karena gelap dan tidak ada cahaya. Barulah di bawah sekitar boks yang terakhir, tanah terlihat remang-remang karena sudah ada cahaya. Cahaya yang terbagi dan sama, yang diterima oleh tanah yang agak terang itu.
Tanah itu seukuran lingkaran besar,..tetapi tidak terlalu luas, mungkin bisa memuat sekitaran seratus orang. Ada beberapa sosok di situ. Dua orang berdiri berhadapan dengan posisi saya, berpakaian putih dan tangan mereka bersila di dada. Satu lagi orang di sebelah kanan mereka, yaitu di sebelah agak ke kiri dari pandangan saya, berpakaian putih juga. Mereka berdiri di luar lingkaran, menanti jiwa-jiwa yang akan datang, satu per satu. Jiwa-jiwa ini sepertinya melayang, meloncat dari boks yang terakhir, tetapi loncatan mereka tidak oleh karena kekuatan mereka sendiri. Mereka melayang turun...dan seolah mendarat di lingkaran di tanah itu. Saya melihat satu jiwa tiba di tempat itu, turun di tanah berlingkaran itu. Ia tidak berkata-kata tetapi saya bisa merasakan bahwa dia senang dan tubuhnya terasa ringan. Saya menjadi tahu bahwa tubuh laki-laki yang tadi saya lihat keluar dari boks minyak, itu lebih berat daripada jiwa yang keluar dari boks yang terakhir ini. Tubuhnya berwarna putih dan tidak lagi gelap, dan ketika tubuhnya mendarat di tanah sebuah jubah sudah disiapkan kepadanya. Sepertinya kedua malaikat yang menunggu itu adalah mengawasi tempat itu, dan memastikan bahwa semuanya berlangsung seperti apa yang kepada mereka telah diberitahukan atau diperintahkan. Mereka seolah tahu dan mengamini siapa saja jiwa yang akan tiba di tempat itu, tetapi mereka tidak memegang buku atau daftar. Mereka menunggu dan melihat dengan hati yang damai.
Tempat ini terang, tetapi tidak bercahaya. Jadi apa yang ada di situ semuanya berwarna putih. Jubah para malaikat dan jubah orang yang tiba di situ berwarna putih tetapi saya masih bisa membedakan putihnya dengan putih tanah. Putih tanah itu tidak bercahaya, tetapi jiwa-jiwa yang memakai jubah itu seolah hidup, ada sesuatu yang hidup di balik jubah itu, dan karena saya (melayang) mendekati kedua malaikat itu, saya bisa melihat warna merah di dada mereka, ada segumpal darah segar dari jantung yang terlihat berdetak.
Saat itulah saya melihat ke atas... dari manakah asal semua terang ini. Saya mendongakkan kepala ke atas...sekitar di atas lingkaran di atas tanah itu. Saya melihat langit yang terbuka oleh sinar yang terang. Sinar-sinar itu lurus tertuju ke tanah itu, menyebar ke seluruh permukaan tanah dan membuatnya terang. Sinar itu lurus dan terang, awan-awan yang bergerak di sekelilingnya tidak bisa menghalangi terang sinar itu, karena sinar itu harus tetap ada.
Saya bertanya di manakah Sorga?
Surat Cinta Rm. Macarius Maharsono, S.J
Doa kesembuhan kita lambungkan bersama. Allah akan selalu menjaga dan melindungi anak yang dikasihi dengan rencana terbaikNya.
Bahan tulisan oleh Hanafi Daud.
Kita mendengar kabar mengenai seorang romo yang pernah membaktikan diri melayani WKICU tahun 2002. Beliau adalah romo Macarius Maharsono, S.J. Beliau dikabarkan mengalami kecelakaan jatuh di kamar mandi beberapa minggu lalu, dan saat ini sedang menjalani operasi karena pendarahan di otak dan dirawat di ICU Rumah Sakit Panti Rapih, Jogjakarta. Doa kesembuhan kita lambungkan bersama. Allah akan selalu menjaga dan melindungi anak yang dikasihi dengan rencana terbaikNya.
Pengabdiannya yang hanya 8 bulan begitu memiliki kesan yang sangat mendalam bagi umat WKICU kala itu. Wajahnya yang kalem dengan senyum ramah yang selalu mengembang seperti meletupkan aura tersendiri sehingga umat merasa dekat dengan beliau.
Mungkin banyak anggota WKICU sekarang tidak tahu dan tidak kenal romo Maharsono, atau mungkin juga lupa. Di bawah ini ada sebuah surat yang ditulis sangat indah oleh beliau ketika beliau pamit karena harus menghentikan pelayanannya di WKICU dan melanjutkan pelayanan di Thailand. Ibu-ibu anggota Golden Girls WKICU mengatakan bahwa romo Maharsono ini mirip dengan salah satu bintang film seri California Highway Patrol/CHIP, Eric Estrada. (lihat foto).
Silakan Anda membaca surat perpisahan beliau kepada WKICU ini. Sebuah ungkapan rasa yang sangat menyentuh. Ungkapan rasa terima kasih dari hati tulus nan sederhana yang merasakan jalinan cinta umatnya dengan penyerahan total kepada Allah yang dirindukannya. Semoga rahmat kesembuhan beliau terima dengan segera, dan berkat kesehatan serta kebahagiaan menyertai beliau dalam pengabdian dan pelayanan kepada umat yang dicintainya.
————————ooo0ooo—————————
Surat diambil dari berita WKICU Juni 2002
Rembulan menggantung di jendela kamar. Itulah sambutan mesra kedatangan saya di Berkeley tahun lalu bulan Agustus. Hari berikutnya, Minggu pertama, saya merayakan ekaristi di komunitas WKICU.
Saya ingat, saya masuk tanpa pamit permisi. Terlambat lagi! Maaf ya. Oleh karena itu, supaya tidak terlalu kurang ajar, setelah 8 bulan merasakan kegembiraan dan kepahitan umat Katolik Indonesia di Bay Area, ijinkan saya pamit. Pamit dengan rasa haru dan penuh syukur terima kasih.
Hari-hari saya di Berkeley dan Bay Area penuh rahmat. Studi yang saya dalami terasa makin lama makin menarik. Makin lama makin terasa, betapa saya masih jauh dari mengenal Allah yang kita sembah bersama. Ya, Allah sungguh tak terpahami dengan budi akal. Allah hanya bisa kita rasakan dan alami hanya karena kasih KaruniaNya saja. Saya merasakannya secara berlimpah-limpah. Allah memang bagai laut tanpa tepi. Dan itulah sebabnya saya menjadi agak tidak berani bicara mengenai Allah. Biarlah Allah sendiri yang mewahyukan diri.
Saya mengalami betapa saya takut berdoa dengan banyak kata. Biasanya makin banyak kata, makin besar dan makin licin jalan menuju ke diri sendiri. Saya merasai kematian kata. Biarlah Tuhan yang berbicara, bukan saya yang merangkai selaksa kata. Tetapi saya juga mengakui betapa pada umumnya manusia kesulitan untuk doa diam dan mendengarkan. Orang masih mudah mengira bahwa dengan banyak kata bisa mengalahkan hati Allah. Makin banyak kata, makin licinlah jalannya. Bisa terpeleset dan memakai “doa” sebagai kendaraan penguasaan atas orang lain dan Allah. Wah! Doa diam dan mendengarkan memang memerlukan kerendahan hati luar biasa.
Delapan bulan di Bay Area bagai hidup dalam dua garba bunda pengasih. Cinta dan kehangatan komunitas Katolik Indonesia bagai air dingin penyejuk jiwa. Terima kasih. Terima kasih. Saya mohon maaf kalau kadang tiba-tiba menghilang dari arena. Bukan lari, marah atau ngambek. Saya tahu diri. Cinta mesra “umat” bisa menggoda seperti dibuai dalam ayunan kedamaian para pangeran besar. Dan itu tidak cocok untuk saya.
Saya sangat menghargai cinta yang tulus ini. Tetapi saya harus pergi. Masih panjang jalan pelayanan saya. Maka dengan sadar dan penuh syukur, Bay Area menjadi oasis yang menyejukkan. Sesudah dikuatkan dengan banyak berkah di sini, saya harus melanjutkan perjalanan pelayanan yang tidak mudah itu. Oasis memang surga bagi pengelana. Tetapi pengelana sejati tidak menetap di Oasis.
Gereja komunitas Katolik Indonesia di Bay Area memang unik. Sejarah tidak meluruhkan serat-serat ke-Indonesiaan umat. Meski Amerika bergerak dalam pikirannya sendiri, WKICU menari dalam tenunan banyak benang kultur: Amerika, Indonesia, Cina, Jawa, Jakarta, dan lain-lain. Dalam rajut-rajut budaya yang punya sejarah yang panjang dan berakar dalam itulah, kita sekarang memasuki wilayah refleksi mengenai peranan imam dalam jemaat. Dan yang luarbiasa (syukur alhamdulilah) Tuhan memberi diakon sebagai “penatua” bagi jemaat yang bergerak ini.
Kalau ada imam yang pastur, barangkali itu hanya kebetulan. Kebetulan ada yang sedang tugas belajar di Bay Area. Dan itu malah baik. Biarlah pastur itu menjadi orang-orang “kebetulan” saja. Kebetulan singgah di oasis penuh kasih ini. Terimalah mereka dan cintailah mereka secara bijaksana. Terlalu menuntut atau terlalu memanjakan barangkali adalah ketidak-bijaksanaan pula.
Saya mohon pamit. Saya meninggalkan Berkeley dan Bay Area dengan penuh rasa syukur dan terima kasih. Ada relung-relung karya lain yang akan saya masuki bersama kaum tanpa suara. Kalau ada yang mau belajar diam dan mendengarkan, saya akan mendapat lebih banyak teman lagi.
Tak ada gading yang tak retak. Begitulah pepatah Melayu kuno. Saya sadar sesadar-sadarnya, bisa saja saya pernah mengecewakan atau membuat orang tidak senang. Mohon maaf. Bagai tapak-tapak kaki di pasir pantai dihapus oleh ombak, biarlah kebaikan hati anda menghapus kesalahan-kesalahan saya.
Refleksi Singkat Satu Tahun Tahbisan Imamat (bagian 3)
Saya bisa melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam hidup saya dan saya tidak melihat alasan lain untuk memuji, menghormati dan mengabdi kepada Yesus dengan menjadi seorang Imam.
Oleh: Romo S. Hendrianto, SJ
Apakah ada yang lebih dahsyat dari doa seorang Ibu? Sungguh doa seorang ibu itu adalah sebuah keajaiban dan bahkan ada yang berkata bahwa doa seorang Ibu bisa menembus langit. Dalam renungan saya yang terdahulu saya juga sudah menceritakan doa ibu dapat merubah takdir yang tidak di sangka-sangka. Pengalaman pribadi saya menunjukkan bahwa doa ibu telah menghantarkan saya menjadi seorang Romo. Meskipun ibu saya tidak pernah punya niat agar anaknya menjadi Romo, dia terus berdoa kepada Bunda Maria agar menunjukkan jalan yang benar kepada anaknya, sehingga akhirnya Bunda Maria-pun menuntun saya menjadi seorang Romo.
Akan tetapi, dalam pengamatan saya, banyak juga para ibu yang berdoa hanya untuk sesuatu yang menurut dia terbaik buat anak-anak mereka. Dengan kata lain mereka tidak berdoa agar Tuhan memberikan yang terbaik menurut kehendak Tuhan. Para ibu banyak juga yang berdoa hanya untuk kepentingan dan kesuksesan duniawi semata bagi anak-anak mereka, mulai dari harta, karir, kekayaan dan prestasi yang cemerlang. Mungkin perlu dilakukan survey untuk menilai berapa banyak para Ibu yang berdoa untuk keselamatan jiwa-jiwa anak mereka atau agar anak-anak mereka menjadi orang Kudus.
Santa Monica adalah teladan bagi para Ibu untuk bisa berdoa agar anak-anak mereka menjadi orang Kudus. Santa Monica sendiri adalah seorang Ibu yang menderita cukup panjang. Secara pribadi dia menderita karena ketergantungan pada alkohol. Akan tetapi niat beliau yang kuat untuk berhenti minum alkohol menjadi fondasi untuk bisa bertahan dalam penderitaan dan masa-masa sulit dengan keluarganya. Di atas segalanya Santa Monica mengerti bahwa menjadi pengikut Yesus berarti kita harus memikul salib dan menderita seperti Yesus. Pemahamannya yang mendalam tentang penderitaan Yesus dan Salib terwujud dalam kata-katanya menjelang ajalnya kepada putranya Santo Augustinus, “Makamkan aku di manapun juga sesuai dengan keinginanmu, jangan sampai pemakamanku menjadi masalah buatmu. Aku hanya meminta satu hal bahwa agar kamu selalu mengingatku di altar Tuhan di manapun kamu berada.”
Santa Monica mengucapkan pernyataan di atas karena dia tahu bahwa anaknya Santo Agustinus telah dipilih oleh Tuhan untuk berkarya dalam namaNya, lebih tepatnya Yesus telah memilih Augustinus untuk menjadi seorang Imam dan Uskup. Sama halnya dengan sang Ibu, Santo Augustinus sendiri sadar bahwa identitas ganda seorang Imam dan Kurban dalam perayaan Ekaristi. Dalam karyanya yang berjudul De Trinitate (Tri Tunggal MahaKudus), menjelaskan bahwa Misa adalah kurban kudus, di mana Kristus menjadi Imam dan sekaligus Kurban. Santo Agustinus menulis, “Apa yang bisa kita berikan dan terima, dengan mengurbankan diri kita sendiri, sehingga kita menjadi seorang Imam?” Santo Augustinus juga menekankan bahwa makna kurban kudus dalam Misa tidak bisa dipisahkan dari pengorbanan Kristus untuk manusia. Dalam khotbahnya kepada orang-orang yang baru dibaptis pada Malam Paskah, Augustinus berkata, “Setelah konsekrasi dari Kurban Kudus oleh Tuhan, Dia menginginkan kita juga menjadi kurban, sebuah fakta yang jelas bahwa ketika Kurban Kudus pertama kali ditetapkan pada perjamuan malam terakhir, dan oleh karena kurban tersebut adalah jati diri kita yang utama, maka setelah upacara pengurbanan selesai, kita pun mendoakan doa Bapa Kami” (Sermon 227).
Dalam renungan singkat saya pada bagian pertama, saya sudah menjelaskan tentang peran Bunda Maria sebagai seorang Ibu yang berpengaruh besar terhadap perjalanan Imamat saya. Sementara dalam tulisan bagian kedua, saya lebih menceritakan peran ibu biologis yang mendoakan saya tanpa sadar untuk menjadi seorang Romo. Dan karena ibu saya meminta doa kepada Bunda Maria, maka semuapun menjadi klop karena Bunda Maria langsung menunjukkan jalan kepada saya untuk menjadi seorang Romo.
Ketika merenungkan kembali satu tahun tahbisan Imamat saya, khususnya hubungan Santa Monica dengan Santo Augustinus, saya jadi teringat akan sosok seorang “ibu” yang juga ikut berjasa dalam menghantarkan saya menjadi seorang Romo yaitu “ibu persusuan” saya. Istilah Almamater populer di kalangan akademik untuk menyebut perguruan tinggi atau sekolah tempat seseorang menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Akan tetapi banyak orang yang tidak tahu arti sesungguhnya dari istilah tersebut. Secara harafiah, istilah alma mater dalam Bahasa Latin bermakna “ibu persusuan.” Istilah ini digunakan berdasarkan kebiasaan orang Yunani Kuno dalam mengirim anak- anaknya untuk mengenyam pendidikan, dengan menyerahkan atau menitipkan anak-anak mereka kepada seseorang yang dianggap bijaksana. Di tempat orang bijak itulah, anak-anak dapat belajar atau berlatih untuk melakukan segala hal sebagai bekal untuk menjalani kehidupan orang dewasa. Tempat pendidikan ini disebut alma mater yang bisa juga berarti “ibu pengasuh” atau “ibu yang memberikan ilmu.”
Fakta yang menarik adalah setelah kejatuhan kerajaan Romawi, istilah alma mater mulai masuk ke dalam kosa kata liturgi Gereja Katolik dan Gereja pun menggunakan istilah ini untuk merujuk Bunda Maria. “Alma Redemptoris Mater” (Ibu Sang Penyelamat) adalah antifon yang cukup popular pada abad ke 11 dan didedikasikan kepada Bunda Maria.
Setelah ditahbiskan sebagai seorang Imam pada bulan Juni 2019, saya kembali ke tempat saya pernah bersekolah dan mempersembahkan misa syukur pada hari pertama tahun ajaran baru, tanggal 15 Juli, 2019. Ketika mempersembahkan misa syukur di SMA Katolik Santo Yosef dan SMP Theresia, Pangkalpinang, saya merasakan suasana hati yang berbeda sekali dengan pengalaman sehari sebelumnya ketika mempersembahkan misa syukur di Paroki tempat saya dibaptis. Dalam renungan terdahulu (bagian 2) saya telah mengutip penyair asal Inggris Hilaire Belloc “…setiap kali aku mengingat masa kecilku dan setiap kali aku merasa senang pulang ke rumah. Tapi aku tidak pernah menemukan kebahagiaan terakhir” (each time I have remembered my boyhood and each time I have been glad to come home. But I never found it to be a final gladness). Akan tetapi ketika mempersembahkan misa syukur di alma mater saya, saya merasa benar-benar pulang ke rumah dan menemukan “kebahagian terakhir.”
Tanpa saya sadari, SMA Katolik Santo Yosef dan SMP Theresia Pangkalpinang telah berjasa besar sebagai alma mater yang ikut menumbuhkan panggilan imamat saya. Saya bukanlah murid yang saleh dan suka berdoa; saya tidak pernah ikut Legio Maria atau pesekutuan doa, ataupun kelompok rosario di sekolah. Bahkan dalam beberapa hal saya juga sering berbuat onar di sekolah. Saya juga bukanlah seorang putra altar waktu di sekolah dulu. Selama hidup, baru sekali saya jadi putra altar waktu Ulang Tahun SMA tahun 1990, itupun karena putra altar yang seharusnya bertugas berhalangan. Jadilah detik-detik terakhir saya diminta jadi putra altar. Bisa dipastikan tidak ada guru-guru yang pernah membayangkan seorang murid seperti saya bisa menjadi seorang Rohaniawan Katolik.
Meski demikian, guru-guru di SMP dan SMA cukup luhur untuk mendidik saya menjadi seorang terbuka dan percaya kepada penyelenggaraan Ilahi. Pendidikan di bangku sekolah menengah juga cukup mumpuni untuk mempersiapkan saya lebih terbuka dan mendalami pengetahuan filsafat, politik, hukum dan teologi, sehingga saya pun terus mencari makna kehidupan.
Melihat ke belakang, sewaktu SMA dulu banyak guru-guru saya yang lulusan IKIP Sanatha Dharma, jadi secara tidak langsung saya juga sering mendengar tentang Serikat Yesus melalui mereka. Kemudian waktu di SMA, suatu hari guru agama saya pernah menceritakan kisah tayangan film di bioskop lokal berjudul ‘The Mission’ yang dibintangi oleh Robert De Niro dan Jeremy Irons. Film tersebut bercerita tentang perjuangan para Romo Jesuit di Paraguay. Setelah menonton film itu saya cukup terkesan akan komitmen para Romo Jesuit dalam menyebarkan injil kepada kelompok Indian Guarani yang tinggal di perbatasan Paraguay dan Uruguay, bahkan sampai mereka rela memberikan nyawanya demi kehidupan Gereja. Jadi sedikit banyak para guru-guru saya ikut menanamkan bibit panggilan untuk masuk Serikat Yesus.
Akan tetapi, pada akhirnya rahmat Tuhanlah yang menggerakan saya untuk menjadi seorang Romo, dan kemudian saya pun merespon rahmat Tuhan tersebut dengan memenuhi panggilanNya. Melihat pengalaman saya sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, saya bisa melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam hidup saya dan saya tidak melihat alasan lain untuk memuji, menghormati dan mengabdi kepada Yesus dengan menjadi seorang Imam.
Untuk lebih mendalami suasana batin saya ketika kembali ke alma mater, silakan dibaca teks homily dibawah ini.
Homili pada misa syukur Romo Stefanus Hendrianto, SJ pada tanggal 15 Juli, SMAK St. Yosef and SMP St. Theresia Pangkalpinang.
Teman-teman yang terkasih dalam Kristus, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya Romo Stefanus Hendrianto, SJ; saya adalah lulusan Angkatan 1992 SMA Santo Yosef dan Angkatan 1989 SMP Santa Theresia. Bisa dipastikan bahwa sebagian besar dari kalian belum lahir ketika saya lulus dari bangku SMP dan SMA. Mungkin sebagian guru – guru kalian juga masih duduk di bangku SD waktu saya bersekolah dulu.
Adalah sebuah kehormatan besar bagi saya hari ini bisa mempersembahkan misa syukur di depan murid-murid SMP Santa Theresia dan SMA Santo Yosef, khususnya pada hari pertama pembukaan tahun ajaran baru. Kemarin saya sudah sempat berkeliling Gedung baru SMA Santo Yosef dan juga SMP Theresia. Pak Frans (kepala sekolah SMA) dengan senang hati memberikan tour kepada saya untuk melihat fasilitas sekolah. Saya harus mengakui bahwa sudah banyak kemajuan secara fisik baik untuk SMP maupun SMA dibanding ketika jaman saya sekolah 30 tahun yang lalu. Akan tetapi setelah berkeliling cukup lama, saya tidak melihat dua obyek yang penting, pertama saya tidak melihat ada patung Santo Yosef dan kedua saya juga tidak melihat ada patung Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus. Dua patung pelindung sekolah yang saya pikir bisa dengan gampang ditemukan di kompleks sekolahan.
Setelah tidak melihat kedua patung tersebut, saya juga tidak melihat patung saya. Mengapa harus ada patung saya? Jawabannya karena saya juga akan menjadi orang Kudus. Kalian mungkin menduga saya adalah orang yang narsistik, akan tetapi menjadi orang kudus itu bukan hanya panggilan bagi seorang romo seperti saya, melainkan panggilan bagi semua orang termasuk kalian sebagai pelajar. Izinkan saya mengulangi pelajaran agama Katolik yang mendasar, bahwa kita sebagai orang Katolik percaya akan kehidupan setelah mati. Bagi orang yang meninggal dalam dosa berat tanpa bertobat dan menolak rahmat Tuhan, mereka akan masuk ke neraka. Sementara bagi orang yang meninggal dalam rahmat Tuhan dan persahabatan dengan Tuhan akan hidup selamanya bersama Yesus di surga. Orang-orang ini kemudian disebut orang-orang Kudus. Oleh karena itu saya yakin kalian semua juga pasti ingin masuk surga dan menjadi orang-orang Kudus.
Berbicara tentang orang kudus, hari ini kita merayakan pesta seorang Santo, yaitu Santo Bonaventura. Saya pikir sangat pas sekali bagi SMA Santo Yosef dan SMP Theresia memulai tahun ajaran baru pada hari peringatan Santo Bonaventura, yang merupakan seorang uskup, kardinal, dan doktor gereja. Santo Bonaventura hidup pada abad ke 13 dan dia telah menyumbangkan banyak pemikiran-pemikiran besar bagi Gereja Katolik. Santo Bonaventura adalah pemimpin Ordo Fransiskan dan dia memberi dukungan kepada kehadiran para Romo Fransiskan di universitas dan mendirikan biara khusus di dalam universitas kota karena menurutnya, belajar merupakan kunci dari sikap apostolik biarawan dan juga membuat mereka dapat berkhotbah dan memberikan pengarahan spiritual kepada masyarakat.
Salah satu pemikiran Santo Bonaventura yang relevan untuk kita semua, khususnya kalian para murid adalah teori tentang perilaku manusia. Santo Bonaventura membedakan antara tiga macam perilaku manusia (human behavior). Pertama adalah perilaku bawaan (Innate Habit atau habitus innatus), yang kita dapatkan secara lahiriah, dan kita mempelajari perilaku ini dari usia yang sangat dini dan sangat mudah untuk dipelajari. Contohnya, seorang anak kecil akan cepat belajar untuk mempertahankan barang miliknya dan jikalau barang tersebut diambil oleh anak yang lain, dia akan berusaha merebut kembali.
Kedua, ada perilaku yang muncul karena kehendak pribadi kita yang bebas (acquired habit – habitus acquistus). Ketika seorang anak sudah tumbuh dewasa, dia pun mempunyai keinginan-keinginan dalam hidup, mulai dari menyantap makanan tertentu, ice cream, chocolate atau pola hidup tertentu, seperti pesta, dansa-dansi dan sebagainya.
Yang terakhir adalah perilaku manusia yang ditanamkan oleh Tuhan (infused habit – habitus infusus), khususnya melalui perantaraan Roh Kudus. Perilaku manusia yang berhubungan dengan iman, harapan, dan kasih adalah perilaku yang ditanamkan oleh Tuhan dan semua perilaku ini ditanamkan Tuhan bersama-sama dengan rahmatNya.
Apa hubungannya tiga model perilaku manusia tersebut dengan kehidupan kita? Sering kali dalam kehidupan ini, kita dikuasai oleh nafsu dan keinginan yang kuat, sehingga kita tidak bisa keluar dari kungkungan hawa nafsu tersebut tanpa bantuan dari rahmat Tuhan. Jikalau tubuh kita yang sakit, terkadang tubuh kita bisa menyembuhkan diri sendiri. Akan tetapi, jikalau kita berdosa, kita tidak bisa menyembuhkan luka dalam jiwa-jiwa kita dengan kekuatan sendiri, karena jiwa kita membutuhkan suntikan dari kasih Tuhan yang menyembuhkan.
Saya pikir teori Santo Bonaventura tentang perilaku manusia masih cukup relevan untuk kehidupan kalian sebagai siswa sekolah di abad ke -21 ini. Ketika saya seusia kalian 30 tahun yang lalu, tantangan dan godaan yang saya hadapi tidaklah sehebat yang kalian alami. Saat ini kalian telah hidup di era digital, yang mana godaan dan tantangan di dunia digital sangat luar biasa, mulai dari pornografi, gossip, ataupun informasi yang tidak benar. Media sosial telah membuat kita menjadi monster karena kita bisa dengan gampang menyerang karakter orang atau bahkan membunuh karakter orang.
Dunia digital juga menawarkan godaan bagi kalian untuk serba instant sehingga banyak anak-anak muda yang tidak bisa tekun belajar lagi. Dunia digital menawarkan informasi yang serba cepat, sehingga kalian cenderung ingin copy and paste, tanpa ada lagi keinginan untuk membaca lebih dalam ataupun melakukan penelitian terhadap sebuah subyek. Pada intinya, dunia digital telah memupuk keinginan kita untuk selalu ambil jalan pintas.
Bagaimana kita mengatasi semua masalah tersebut. Kita tentu bisa berusaha mengurangi ketergantungan kita terhadap internet ataupun media sosial. Kita tentu saja bisa berkeinginan untuk mengubah diri ataupun berikrar untuk melawan semua yang berbau godaan di dunia digital. Akan tetapi kita tidak bisa melepaskan diri dari rasa lekat yang tidak sehat itu dengan kemampuan kita sendiri. Semua rasa lekat itu hanya bisa diatasi dengan doa dan rahmat Tuhan
Di injil hari ini Yesus mengatakan bahwa “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Melalui pernyataan ini Yesus ingin mengingatkan kita yang sering mengandalkan kekuatan sendiri, dengan cara meninggikan diri kita sendiri. Tapi kita lupa akan keterbatasan kemampuan kita, sehingga Tuhan pasti akan selalu mengingatkan kita dengan merendahkan kita.
Apakah Yesus berlaku semena-mena dengan merendahkan kita. Yesus tentu tidak bisa disalahkan di sini karena tanpa Yesus berbuat apa-apapun, kita pasti akan direndahkan entah itu karena keterbatasan kemampuan fisik, pikiran, ataupun rohani. Oleh karena itu Yesus mengingatkan kita untuk merendahkan diri dan bergantung kepada rahmat Tuhan sehingga kita akan ditinggikan. Meski demikian bukan berarti kita bersikap pasif atau pasrah saja. Kita tentu harus berusaha sekuat tenaga karena pikiran, dan kemampuan fisik kita juga adalah anugrah Tuhan, akan tetapi kita sadar bahwa pada akhirnya semua usaha kita tidak akan berhasil tanpa rahmat Tuhan.
Hari ini adalah hari pertama kalian memulai tahun ajaran baru. Salah satu pertanyaan yang harusnya hadir di benak kalian semua pada hari pertama sekolah ini adalah, “Apa yang aku cari dalam hari pertama di sekolah?” Saya menduga salah satu jawaban kalian atas pertanyaan itu adalah pertemanan atau friendship.
Kalian semua pasti ingin mencari teman baru atau merajut hubungan pertemanan selama bersekolah. Akan tetapi hubungan pertemanan adalah hubungan yang cukup rumit. Sebagai seorang romo dan juga orang yang telah hidup lebih lama, saya ingin berpesan kepada kalian untuk mencari teman yang ingin berbuat terbaik buat diri kalian masing masing. Carilah teman-teman yang ingin membantu kamu tumbuh berkembang dan menjadi orang yang lebih baik. Tentu saja kalian bebas untuk memilih berteman ataupun bergabung dengan teman-teman yang pecundang. Jikalau itu pilihan kalian, ingatlah bahwa kalian juga harus siap menanggung konsekuensinya bahwa suatu hari nanti para pecundang tersebut akan menggiring kalian atau membawa kalian ke dalam jurang kejatuhan.
Yang lebih penting adalah carilah teman-teman yang bisa membantu kalian menjadi orang kudus, ataupun kalian juga bisa menjadi orang kudus buat teman-teman kalian. Hal ini mungkin terkesan sangat berat untuk dijalani oleh anak-anak SMP ataupun SMA. Akan tetapi, saya pikir hal ini bukan tidak mungkin dilakukan oleh kalian semua. Tiga puluh tahun yang lalu, saya mempunyai pengalaman dengan seorang teman yang menjadi orang kudus buat saya.
Ketika duduk di bangku SMA dulu, saya sering berbuat onar dengan cara saya sendiri. Suatu hari seorang teman perempuan saya yang kebetulan nama baptisnya adalah Katarina dari Siena minta waktu berbicara dengan saya. Santa Katarina dari Siena terkenal sebagai seorang Santa yang berani menghadap Paus dan meminta Paus untuk bertobat dan kembali ke Roma dari pelariannya di Avignon. Jadi bukan sebuah kebetulan teman saya ini juga mewarisi karisma yang sama dari Santa pelindungnya. Singkat cerita kita duduk bersama dan teman ini berkata kepada saya, “Hendri, saya tahu mengapa kamu sering membuat ulah di sekolah, jawabannya adalah karena kamu bukan murid yang berprestasi.” Terus terang saja ketika itu saya marah dan sekaligus terhina juga oleh ucapan teman saya tadi. Tapi kata-katanya justru mencambuk untuk menunjukkan saya bisa berprestasi dan melakukan introspeksi diri. Teman tersebut berani mengingatkan saya dan menjalankan peran sebagai orang Kudus karena dia ingin saya menjadi orang yang lebih baik. Oleh karena itu carilah teman yang seperti itu ataupun kalian bisa bersikap seperti teman saya tersebut.
Akhir kata, saya mengucapkan selamat menempuh tahun ajaran baru buat kalian semua. Marilah kita saling mendoakan agar kita semua bisa menjadi orang kudus buat sesama kita. Panggilan untuk menjadi orang kudus bukanlah suatu hal maksimal yang harus kita capai melainkan hal itu adalah hal minimal yang harus kita capai sebagai pengikut Kristus. Tuhan memberkati kalian semua.
Membantu dan Dibantu
Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
Apakah ada orang dalam kehidupan Tanpa persoalan Tanpa penderitaan Tanpa kesakitan Tanpa kekurangan Tanpa perjuangan
Karena akibat adanya dosa Adam dan Hawa
Manusia pertama yang diciptakan Tuhan di dunia
Manusia perlu bersusah payah mencari rezeki dan makanan
Mengalami kesakitan saat melahirkan keturunan
Juga akhirnya harus mengalami kematian
Dimana sebagai Kristiani yang memiliki kasih, iman dan harapan
Percaya akan mendapat keselamatan dan kebangkitan
Dalam kondisi epidemi saat ini.
Makin banyak yang ditangisi
Makin banyak yang menangisi
Makin banyak yang mengalami masalah ekonomi
Dan makin banyak negara yang mulai menghadapi resesi
Karena semuanya semakin dibatasi
Sampai akses keluar masuk negara bisa dikunci
Semua berusaha melindungi diri sendiri
Jangan sampai banyak orang yang tidak dapat bernafas lagi
Begitu banyak orang semakin berada
Tapi banyak juga yang tambah menderita
Kapan orang bisa merasa sudah memiliki cukup harta
Bagi keluarga dan keturunannya
Dengan segala ambisi, ego dan cita-cita
Meski sudah lama belajar dan bekerja
Usaha kerasnya masih terasa belum cukup saja
Apalagi ada pertimbangan butuh banyak dana
Jika nanti sakit atau sudah tua
Jika sudah tidak bisa lagi bekerja
Berharap akan panjang usianya di dunia
Apakah banyak harta bisa membawa bahagia
Jadi kapan saat memberi derma dan untuk siapa?
Bagaimana kalau kita terlahir hidup sederhana sekali
Biaya sekolah susah, tidak bisa sekolah tinggi
Kerja berat, tidak seberapa penghasilan gaji
Persaingan usaha di sana sini
Keluarga besar perlu dibiayai
Apa arti kehidupan masih bisa lebih dimaknai
Untuk bisa diisi lebih lama lagi
Apabila tanggung jawab sudah menanti
Tapi belum juga bisa terpenuhi
Kalau bisa mencari jalan keluar untuk menghindari
Apalagi memikirkan untuk berbagi
Paling tidak, berilah bantuan dalam doa dan belajar mengerti
Supaya orang bisa memperoleh kedamaian hati
Karena Tuhan baik dan selalu mengasihi
Semoga kita semua selalu diberkati
1 Korintus 10:13
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
Matius 5:2-12
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah (‘poor in spirit’), karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Lukas 6:20
Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah
1 Timotius 6: 17-19
Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.
Katekismus Gereja Katolik No.1723
Kebahagiaan yang dijanjikan menuntut keputusan-keputusan moral yang penting dari kita. Ia mengundang kita, membersihkan hati kita dari nafsu yang jahat dan berusaha supaya mencintai Allah di atas segala-galanya. Ia mengajarkan kepada kita: kebahagiaan sejati tidak terletak dalam kekayaan dan kemakmuran, tidak dalam ketenaran dan kekuasaan, juga tidak dalam karya manusia - bagaimanapun juga nilainya seperti ilmu pengetahuan, teknik dan kesenian - dan juga tidak dalam salah satu makhluk, tetapi hanya di dalam Allah, sumber segala yang baik dan segala cinta kasih.
LL - 7/18/2020
Iman dan Kasih di Atas Sebuah Pulau
Untuk semua yang kita tahu, berkat-berkat kita bukanlah buah dari doa-doa kita sendiri, tetapi buah dari doa-doa orang lain untuk kita.
Sebuah kapal pesiar karam saat terjadi badai di laut, dan hanya dua orang pria di atasnya yang mampu berenang ke pulau terdekat yang kecil dan tandus seperti gurun. Kedua orang yang selamat itu, yang tidak tahu harus berbuat apa lagi, setuju bahwa mereka tidak punya jalan keluar selain hanya berdoa kepada Tuhan. Namun, untuk mengetahui doa siapa yang lebih kuat, mereka sepakat untuk membagi wilayah di antara mereka dan tetap tinggal di sisi pulau yang berlawanan.
Hal pertama yang mereka doakan adalah makanan. Keesokan paginya, pria pertama melihat ada sebuah pohon penuh dengan buah-buahan di sisi tanahnya dan dia langsung memakan buahnya. Sedangkan sebidang tanah milik pria lain tetap tandus, tak ada apa-apa. Setelah seminggu, pria pertama merasakan kesepian dan dia memutuskan berdoa untuk meminta seorang istri. Keesokan harinya, kapal lain karam, dan satu-satunya yang selamat adalah seorang wanita yang berenang ke sisi daratannya. Sementara, di sisi lain pulau, tidak terjadi apa-apa.
Lalu kemudian pria pertama tadi melanjutkan berdoa untuk sebuah rumah, pakaian, dan juga lebih banyak makanan. Dan keesokan harinya, seperti sulap, semua ini diberikan kepadanya. Namun sungguh berbeda dengan apa yang terjadi di sisi pulau bagian lain, keadaan masih sama….pria kedua tidak mempunyai apa-apa.
Berikutnya pria pertama yang permintaanya selalu terkabul ini berdoa untuk mendapatkan sebuah kapal, agar dia dan istrinya dapat pergi meninggalkan pulau itu. Dan kemudian di pagi hari tertambat sebuah kapal berlabuh di sisi pulau bagiannya. Pria itu naik kapal bersama istrinya dan memutuskan untuk meninggalkan pria kedua di pulau itu. Dia menganggap pria kedua itu tidak layak untuk menerima berkat Tuhan, karena tidak ada doanya yang terkabul. Pada saat kapal hendak berangkat, terdengar suara menggelegar dari atas langit, "Mengapa kau meninggalkan teman kamu di pulau itu?"
Dengan ketakutan pria pertama itu menjawab lirih, “Berkat-berkat aku adalah milikku sendiri, karena akulah yang mendoakan semua berkat itu.” Kemudian ia melanjutkan . "Dan doa-doa orang itu tidak terjawab, karena itu dia tidak pantas mendapatkan apa pun."
"Kamu salah!" Suara itu terdengar lebih keras. "Dia hanya memiliki satu doa, dan Aku telah menjawabnya. Dan jika bukan karena doa orang itu, kamu tidak akan menerima satu pun berkat daripada Ku."
"Apa yang dia doakan sehingga aku harus mengajaknya ikut serta bersama ku?" Kata pria itu.
"Dia berdoa agar semua doamu terkabul."
Untuk semua yang kita tahu dan renungkan, berkat-berkat kita bukanlah buah dari doa-doa kita sendiri, tetapi buah dari doa-doa orang lain untuk kita.
Iwan S. (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)
'Forgiveness Wanted'
Kita semua membutuhkan pengampunan, dan kita semua harus belajar bagaimana cara mengampuni.
Cerita ini mengisahkan tentang seorang ayah dan putranya yang tinggal di Spanyol. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka menjadi tegang. Daftar rasa sakit hati bertambah panjang sehingga akhirnya putranya memutuskan kabur dari rumah. Sang ayah mencari putranya, tetapi setelah berbulan-bulan berusaha mencari, dia gagal menemukannya. Sang ayah melakukan upaya terakhir, karena sudah merasa putus asa, dengan memasang iklan di koran lokal di Madrid. Dalam iklan tersebut, tertulis:
“Paco sayang, tolong temui aku di depan kantor penerbit koran ini pada siang hari. Semuanya telah dimaafkan. Aku mencintaimu - Ayahmu."
Keesokan siangnya, di depan kantor penerbit surat kabar itu, delapan ratus orang bernama Paco muncul.
Kita semua membutuhkan pengampunan, dan kita semua harus belajar bagaimana cara mengampuni.
Iwan S. (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)
Penyelamatan Yang Salah
Aku adalah malaikat pelindung yang menjagamu
Seorang pemuda berjalan tergesa-gesa setelah mendapat telpon dari istrinya yang bawel dan suka marah-marah. Suara teriakan sang istri yang menyuruhnya segera pulang dari kantor karena hari sudah malam terdengar memekakkan telinga, padahal sebentar lagi pekerjaan kantor itu akan selesai. Dengan rasa takut istrinya akan bertambah marah pemuda itu segera angkat kaki pulang dengan setengah berlari menuju parkiran mobil yang terletak di gedung seberang kantornya. Tiba-tiba ada suara berseru sebelum pemuda itu menyeberang jalan, “Berhenti! Jangan kau lanjutkan…!'“.
Mendengar seruan itu sontak si pemuda kaget dan menghentikan langkahnya. Sedetik kemudian meluncur sebuah mobil dengan sangat kencang lewat persis di depan jalan yang ingin dia lewati. Pemuda tadi kaget dan juga bersyukur ada orang yang mengingatkan dia untuk berhenti. Pemuda itu celingukan kanan-kiri mencari tahu siapa yang berseru tadi, tetapi tidak ada siapapun di sana. Kosong….
Pemuda itu kemudian menyeberang dan melanjutkan jalan menuju mobil. Masih dengan pertanyaan besar dan rasa heran sang pemuda menghidupkan mesin mobilnya menuju rumah. Dalam perjalanan pulang, sebelum mobil pemuda ini melewati sebuah jembatan kecil, seruan yang sama kembali terdengar, “Berhenti! Jangan kau lanjutkan….!”
Dalam keadaan kaget tetapi percaya dengan pengalaman akan kejadian pertama tadi, sang pemuda dengan cepat menginjak rem dan membanting stirnya ke pinggiran jalan. Sedetik kemudian sebuah pohon besar tiba-tiba tumbang menimpa jembatan dan membuat setengah badan jembatan itu rusak parah. Kembali pria muda itu bersyukur karena telah diselamatkan oleh suara itu.
Akhirnya dengan berani dan rasa penasaran pemuda itu keluar dari mobil dan berteriak lantang, “Siapakah kamu?” sambil melihat sekeliling dan juga memeriksa di dalam mobil. “Anda telah dua kali menyelamatkan saya…” sambungnya lagi dengan suara pelan.
Tak lama kemudian sebuah suara lembut berseru, “Aku adalah malaikat pelindung yang menjagamu…” kata suara itu.
Paras wajah pemuda itu seketika berubah “Oh yah..?! Di mana kamu waktu aku memutuskan untuk menikahi istriku?!” Kata pemuda tadi dengan marah.
Bathtube
Kalau bertanya, pilihlah orang yang tepat
Bobby sedang berbelanja di toko kelontong milik Koh Aseng untuk membeli kebutuhan sehari-hari, dan secara tidak sengaja di sana dia bertemu dengan seorang Romo yang biasa melayani misa di gerejanya. Bobby mendekati sang Romo itu untuk bertegur sapa. Ketika mendekat terlihat jelas di wajah sang Romo ada memar di dahi dan benjol besar di kepala. Bobby yang merasa heran menyapa dengan ramah.
Bobby : “Halo Romo…Apa kabar?”
Romo : “Waaah….Bobby yah?! Kabar baik! Kok bisa ketemu di sini?”
Bobby : “Ha…ha…Iya Romo. Ngomong-ngomong apa yang terjadi dengan kepala Romo?”
Romo : “Oooo ini….saya terjatuh tadi pagi dan kepala terbentur “bathtube”, karena masih mengantuk.”
Bobby : “ Sepertinya harus dikompres benjol di kepala Romo itu agar cepat kempis.”
Romo : “ Iya…setelah pulang nanti akan saya kompres dengan air dingin. Baiklah, sampai berjumpa lagi, Bobby.” kata si Romo sambil ngeloyor pergi.
Setelah Romo keluar dari toko itu, Bobby dengan heran dan penasaran mendekati Koh Aseng pemilik toko langganannya itu dan bertanya kepada Koh Aseng.
Bobby : “Bathtube itu apaan yah Koh?”
Koh Aseng : “Nggak tau yah? Gue khan bukan Katolik….”