'Forgiveness Wanted'
Kita semua membutuhkan pengampunan, dan kita semua harus belajar bagaimana cara mengampuni.
Cerita ini mengisahkan tentang seorang ayah dan putranya yang tinggal di Spanyol. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka menjadi tegang. Daftar rasa sakit hati bertambah panjang sehingga akhirnya putranya memutuskan kabur dari rumah. Sang ayah mencari putranya, tetapi setelah berbulan-bulan berusaha mencari, dia gagal menemukannya. Sang ayah melakukan upaya terakhir, karena sudah merasa putus asa, dengan memasang iklan di koran lokal di Madrid. Dalam iklan tersebut, tertulis:
“Paco sayang, tolong temui aku di depan kantor penerbit koran ini pada siang hari. Semuanya telah dimaafkan. Aku mencintaimu - Ayahmu."
Keesokan siangnya, di depan kantor penerbit surat kabar itu, delapan ratus orang bernama Paco muncul.
Kita semua membutuhkan pengampunan, dan kita semua harus belajar bagaimana cara mengampuni.
Iwan S. (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)
Mengapa Kuatir tentang Hari Kemarin dan Risau tentang Hari Esok?
“Karena itu Aku berkata kepadamu, janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?”
Ditulis oleh Hanafi Daud
Orang seringkali gelisah sampai tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi hari esok. Orang juga sering gelisah dan tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang telah terjadi kemarin.
Pikiran menimbulkan emosi. Ada dua macam emosi; emosi jelek, negative, dan emosi bagus, positive. Emosi karena sesuatu yang menyenangkan adalah emosi yang baik, yang positive, tidak mengganggu kesehatan badan, bahkan berpengaruh baik. Tetapi emosi buruk, emosi negative, bisa sangat memperburuk kesehatan dan berpengaruh jelek terhadap keadaan umum seseorang.
Berpikir tentang sesuatu yang menyenangkan, yang telah terjadi kemarin atau yang dinantikan akan terjadi hari esok, menimbulkan emosi baik.
Tetapi kalau yang dipikirkan adalah sesuatu yang buruk atau yang tidak menyenangkan yang terjadi hari kemarin, atau sesuatu yang merisaukan yang dikira akan terjadi esok, akibatnya juga akan buruk, dan kemungkinan besar menggangu kesehatan.
Apa yang diajarkan oleh Jesus tentang kekuatiran hari ini dan hari esok? Kita lihat Matius 6:25-34. “Karena itu Aku berkata kepadamu, janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?
Pandanglah burung-burung di udara, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya yang dapat menambahkan satu menit saja pada jalan hidupmu? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu, Salomo dalam segala kemegahannya tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu akan memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah lebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Jangan salah mengerti bahwa kita tidak boleh memikirkan atau mengingat kembali apa yang terjadi kemarin. Jangan pula salah mengerti kita tidak boleh memikirkan atau merencanakan hari esok. Yang penting ialah kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.
Setiap pikiran, setiap perasaan, setiap perbuatan dan setiap kegiatan badaniah diatur oleh sejumlah besar sel-sel saraf, yaitu otak.
Dr. John A Schindler M.D., mantan kepala klinik Monroe di Wisconsin sejak 1954 sudah mengatakan bahwa emosi bisa menimbulkan banyak macam sakit badani. Keadaan ini kadang disebut Emotionally Induced Ilness (EII). Menurur Dr. Monroe, minimal 50% orang sakit disebabkan oleh EII. Bahkan menurut data yang ada padanya, 74% dari 500 pasien sakit maag disebabkan EII.
Salah satu definisi singkat dan sederhana tentang emosi ialah: emosi adalah satu keadaan dalam pikiran seseorang yang berakibat terjadinya perubahan-perubahan dalam badan.
Ada dua kelompok besar emosi: Pertama ialah emosi yang membawa perangsangan berlebihan melalui sistim syaraf, yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, diantaranya marah, kuatir, takut, kecewa, duka, tidak puas, dan lain-lain.
Kelompok besar kedua ialah emosi yang memberikan perangsangan oprtimal, yaitu tidak berlebihan dan tidak terlalu kecil, yang bisa kita namakan emosi yang menyenangkan, yang nyaman. Contoh-contohnya ialah harapan indah, suka, kasih, dan lain-lain.
Tulisan ini untuk direnungkan. Bukan membahas soal sakit penyakit, tetapi bagaimana menghadapi Hari Kemarin, Hari Ini, dan Hari Esok, dan tentang bagaimana gangguan kesehatan merupakan salah satu alasan mengapa kita jangan terlalu risau dengan apa yang telah terjadi Hari Kemarin, dan kuatir apa yang akan terjadi Hari Esok, Ingat apa yang dikatakan oleh Jesus: Kesusahan sehari cukup untuk sehari.
Matthew 6:34:
Therefore I tell you, do not worry about your life, what you will eat or drink; or about your body, what you will wear. Is not life more than food, and the body more than clothes?
Ini saya quote sesuatu uraian yang bagus tentang “Worry”
Worry does not empty tomorrow of its sorrow, it empties today of its strength.
If a problem is fixable, if a situation is such that you can do something about it, then there is no need to worry. If it's not fixable, then there is no help in worrying. There is no benefit in worrying whatsoever.
There is only one way to happiness and that is to cease worrying about things which are beyond the power of our will.
The only thing you will ever accomplish by worrying is to elevate your stress levels.
Worry a little bit every day and in a lifetime you will lose a couple of years. If something is wrong, fix it if you can. But train yourself not to worry. Worry never fixes anything.
The more you pray, the less you'll panic. The more you worship, the less you worry. You'll feel more patient and less pressured.
If you can't sleep, then get up and do something instead of lying there worrying. It's the worry that gets you, not the lack of sleep.
Happy is the man who has broken the chains which hurt the mind, and has given up worrying once and for all.
There is a great difference between worry and concern. A worried person sees a problem, and a concerned person solves a problem.
Whatever is going to happen will happen, whether we worry or not.
Kisah Uang 150 Juta
“Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas”
Sebelum pulang kantor, sang suami menelpon istrinya, "Sayang, PUJI TUHAN bonus akhir tahun dari perusahaan sudah turun, Rp. 150 juta." Di ujung telpon, sang istri mengungkapkan rasa syukurnya, “Semoga berkah ya mas!"
Sejak beberapa bulan yang lalu mereka sudah merencanakan beli mobil sederhana untuk keluarga kecilnya. Dan uang yang akan didapat sebagai bonus itu mereka rasa cukup pas sesuai budget.
Namun dalam perjalanan pulang, sang suami ditelpon oleh ibunya di kampung, "Nak, kamu ada tabungan? Tadi ada orang datang ke rumah. Ternyata almarhum ayahmu punya hutang cukup besar, Rp. 50 juta." Tanpa pikir panjang, ia pun bilang ke ibunya, "Iya, Bu, Puji TUHAN ada." Dalam perjalanan pulang ia pun berpikir, "Nggak apa-apa lah, masih cukup untuk beli mobil yang 100 jutaan. Mungkin ini lebih baik."
Ia pun melanjutkan perjalanan. Belum tiba di rumah, hand phone nya kembali berdering. Seorang sahabat karibnya semasa SMA tiba-tiba menghubunginya sambil menangis. Sahabatnya itu, sambil terbata mengabarkan bahwa anaknya harus segera operasi minggu ini. Banyak biaya yang tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan dari pemerintah. Tagihan dari rumah sakit Rp. 80 juta.
Ia pun berpikir sejenak. Uang bonusnya tinggal 100 juta. Jika ini diberikan kepada sahabatnya, maka tahun ini ia gagal membeli mobil impiannya. Tapi nuraninya mengetuk, "Berikan padanya. Mungkin ini memang adalah jalan Allah untuk menolong sahabatmu. Mungkin ini memang rezekinya yang datang melalui perantaraan dirimu." Ia pun menuruti panggilan nuraninya.
Setibanya di rumah, ia menemui istrinya dengan wajah yang lesu. Sang istri bertanya, "Kenapa, mas? Ada masalah? Nggak seperti biasanya pulang kantor murung gini?" Sang suami mengambil napas panjang, "Tadi ibu di kampung telpon, butuh 50 juta untuk bayar utang almarhum bapak. Nggak lama, sahabat abang juga telpon, butuh 80 juta untuk operasi anaknya. Uang kita tinggal 20 juta. Maaf ya, tahun ini kita nggak jadi beli mobil dulu."
Sang istri pun tersenyum, "Aduh, mas, kirain ada masalah apaan. Mas, uang kita yang sebenarnya bukan yang 20 juta itu, tapi 150 juta. Uang yang kita infakkan kepada orang tua kita, kepada sahabat kita, itulah harta kita yang sesungguhnya. Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas. Sedangkan yang 20 juta di rekening itu, masih belum jelas, benaran harta kita atau akan menjadi milik orang lain."
Sang istri pun memegang tangan suaminya, "Mas, Puji Tuhan ini yang terbaik. Bisa jadi jika kita beli mobil saat ini, justru menjadi keburukan bagi kita. Bisa jadi musibah besar justru datang ketika mobil itu hadir saat ini. Maka mari berbaik sangka kepada Allah, karena kita hanya tahu yang kita inginkan, sementara Allah-lah yang lebih tahu apa yang kita butuhkan."
Anonymous (org. post by Yayasan Keluarga Bunda Suci/YKBS)
Rintangan Di Jalan
Cobaan membuat kita lebih kuat. Hidup ini penuh dengan tantangan, tetapi Tuhan akan membantu kita menghadapi tantangan ini dan membuat kita berani.
Pada zaman dahulu kala, seorang Raja meletakkan sebuah batu besar di jalan. Setelah meletakkan batu itu sang Raja kemudian menyembunyikan diri dan memperhatikan apakah ada yang mau menyingkirkan batu besar itu. Beberapa pedagang dan abdi dalem yang kaya-raya melewati jalan itu dan hanya berjalan mengelilinginya. Banyak yang dengan keras menyalahkan sang Raja karena tidak mengawasi dan memerintahkan orang-orangnya membersihkan jalan. Tidak ada satu pun yang lewat melakukan tindakan untuk menyingkirkan batu itu.
Kemudian datanglah seorang petani yang membawa banyak sayuran. Setelah mendekati batu besar tersebut, petani itu meletakkan bebannya dan mencoba memindahkan batu ke sisi jalan. Setelah banyak mendorong dan mengerahkan tenaganya, akhirnya dia berhasil memindahkan batu itu. Setelah petani kembali untuk mengambil beban sayurannya, dia melihat ada sebuah dompet tergeletak tepat di bawah tempat batu itu berada. Dompet itu berisi banyak koin emas dan sebuah catatan dari Raja yang bertuliskan bahwa hadiah ini untuk orang yang memindahkan batu itu dari jalan. Perbuatan petani itu memberikan kita banyak pelajaran dari sesuatu yang tidak pernah kita mengerti!
Setiap rintangan menghadirkan peluang untuk memperbaiki kondisi saat ini. Kita sering gagal melihat melampaui rintangan. Masalah memang ada di dalam kehidupan setiap orang, tetapi cara kita memandang masalahnya adalah yang terpenting. Memilih untuk mengacaukan hidup kita atau memilih untuk menangani masalah. Kita perlu melampaui masalah untuk mendapatkan solusinya.
Cobaan membuat kita lebih kuat. Hidup ini penuh dengan tantangan, tetapi Tuhan akan membantu kita menghadapi tantangan ini dan membuat kita berani.
“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” (Yakobus 1:12)
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.“ (Roma 5: 3-5)
- Iwan S. - (Artikel diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)
Anak Lelaki Kecil dan Pelayan Kedai
Sepatah ucapan “Terima Kasih” atau memberi “Senyuman” dapat mengubah hidup kita.
Ketika harga es krim sundae masih jauh lebih murah dari harganya sekarang ini, seorang bocah lelaki berusia 10 tahun memasuki sebuah kedai minum dan duduk di salah satu meja. Salah seorang pelayan kedai itu menghampiri dan segera menanyakan pesanan.
“Berapa harga es krim sundae?” tanya bocah itu kepada pelayan tersebut.
“Lima puluh sen,” jawab pelayan itu.
Bocah lelaki itu mengeluarkan tangannya dari saku dan menghitung koin-koin yang berada di dalam tangannya.
“Lalu, berapa harga es krim biasa? ” bocah itu bertanya lagi.
Saat itu sudah lebih banyak orang yang sedang menunggu meja kosong dan pelayan kedai itu menjadi semakin tidak sabar. “Tiga puluh lima sen,” jawabnya kasar.
Bocah kecil itu menghitung lagi koinnya. “Kalau begitu, aku pesan satu es krim biasa saja…” katanya.
Pelayan itu mengantar es krim pesanan bocah itu, meletakkan tagihannya di atas meja dan berjalan pergi.
Bocah lelaki itu menghabiskan es krimnya, lalu membayar ke kasir dan pergi.
Pelayan itu segera menuju meja bocah tadi untuk membersihkan. Ketika sampai di meja itu dia terkejut dan hampir menangis karena melihat berjejer rapi di samping piring kosongnya ada 2 nikel dan 5 sen.
Mengertikah kamu? Bocah kecil itu tidak dapat memiliki es krim sundae karena dia harus memiliki cukup sisa uang untuk meninggalkan tip.
Kita sering melupakan dan meremehkan orang-orang di sekitar kita, orang-orang yang membantu atau melayani kita. Padahal, hanya diperlukan sebuah senyum atau ucapan kata sopan untuk membawa kebahagiaan ke dalam kehidupan orang lain. Selalu ingat orang-orang yang melayani kita di restoran, kasir di supermarket, bocah tukang koran dan lainnya. Sepatah ucapan “Terima Kasih” atau memberi “Senyuman” dapat mengubah hidup kita.
Iwan S. (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)
Where Is Your Faith?
Yesus berkata kepada mereka: ”Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu”. (Matius 17:20)
Oleh: Ichwan Susilo
Believe, Trust and Faith.
Ketiga kata tersebut di atas jelas memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Believe menyangkut kepercayaan akan informasi suatu peristiwa. Misalnya saya percaya bahwa kemarin terjadi gempa di kota Ambon atau jatuhnya pesawat Lion Air di laut Jawa. Walaupun kita tidak menyaksikannya sendiri namun kita percaya akan kredibilitas berita tersebut baik dari seseorang maupun dari media massa tertentu. Adapun Trust menyangkut kepada keyakinan kita kepada seseorang atau individu tertentu karena integritas, kedudukan, kharisma maupun keahliannya yang khusus. Dari ketiganya Faith menduduki tingkat yang paling tinggi karena bersifat transendental yang berada diluar jangkauan pengalaman dan panca indera kita bahkan diluar nalar akal budi kita.
Hubungan antara Believe, Trust dan Faith - dapat lebih dijelaskan dengan contoh aktual sebagai berikut:
Ada seorang penderita kanker rahim yang telah berobat ke mana saja, baik pengobatan modern maupun ke pengobatan alternatif, namun tidak sembuh bahkan semakin parah. Menurut kawan baiknya dan rujukan literatur kedokteran, jalan satu-satunya harus dioperasi dan diangkat rahimnya. Kemudian dia mengambil keputusan untuk operasi. Keputusan yang diambil ini dikatakan Believe.
Untuk pelaksanaannya dia harus memilih seorang dokter yang akan menangani operasi ini. Dari berbagai dokter yang direkomendasi, dia memilih Dr. Budi. Keputusan ini adalah Trust. Dan pada saat dia masuk ke dalam ruang operasi sebelum menjalani anestesi dia berdoa dan menyerahkan segala sesuatunya ke tangan Tuhan agar operasi ini berhasil dengan baik dan berjalan dengan lancar. Tindakan berserah terhadap penyelenggaraan Ilahi ini disebut sebagai Faith.
Tindakan Faith dapat dilihat pada cerita berikut ini:
Di suatu desa di India terkena kekeringan yang berkepanjangan, pohon-pohon mati dan sumur kering. Kemudian dipanggil seorang Brahman (pendeta Hindu) untuk upacara doa bersama di lapangan meminta hujan. Ratusan yang datang tetapi hanya seorang bocah yang membawa dan membuka payung di tengah terik matahari. Orang-orang heran dan bahkan mengejek si bocah dan mengiranya hilang ingatan. Namun terlepas apakah terjadi hujan atau tidak, tindakan si bocah ini adalah contoh FAITH yang paling nyata.
Dalam konteks cerita diatas dapat kita simpulkan sebagai berikut; Ratusan warga yang lain BELIEVE bahwa doa bersama bisa membawa hujan. Ratusan yang lain TRUST kepada kepiawaian sang pendeta untuk memimpin doa........tetapi hanya tindakan si bocah yang memiliki FAITH sehingga yakin dan percaya akan turunnya hujan.
Cerita ini adalah suatu introspeksi bagi kita semua; “Where is your faith?” Faith adalah dasar kepercayaan Kristiani yang memberikan kita harapan (hope) dan cinta kasih (charity).
Pentingnya Faith dalam kitab Injil dapat kita temukan di dalam Matius 17:20;
Ia (Yesus) berkata kepada mereka: ”Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu”.
Ora Et Labora
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Matius 6: 33-34)
Ora Et Labora artinya berdoa dan bekerja
Dua hal penting yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Tanpa bekerja kita tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup kita. Semakin banyak pekerjaan, kebutuhan, tekanan dan tanggungjawab yang menyelimuti kehidupan hari-hari kita hingga menghabiskan seluruh waktu yang ada. Apakah masih ada waktu tersisa untuk berdoa jika kita selalu hanyut dalam kesibukan itu? Yang muda terlalu sibuk belajar di sekolah dan di rumah, yang bekerja kantoran juga tenggelam dalam pekerjaan di kantor maupun di rumah. Belum lagi sisipan hiburan yang sering kita lakukan dengan browsing, bermain game atau aktif chat di social media. Masihkah tersisa peluang waktu untuk berdoa?
Apakah Anda semua merasakan sesuatu yang berbeda saat epidemi virus Corona ini? Dimana kita diminta tinggal di rumah saja, berjaga, belajar dan bekerja sambil berkumpul bersama keluarga. Keadaan ini memberikan hikmah yang besar kepada kita. Hikmah yang menyadarkan dan memberikan peluang untuk merenung. Hikmah yang datang dari banyaknya waktu yang kita miliki saat ini. Tidak perlu bermacet-macet menghabiskan waktu pulang pergi di jalan. Berkurangnya stres dan kelelahan dapat membantu kesehatan dengan meningkatnya kekebalan pada tubuh kita.
Dengan keadaan ini juga akhirnya kita menjadi lebih memperhatikan dan melayani anggota keluarga. Yang terpenting dan merupakan anugerah dan hikmah terbesar dari keadaan ini adalah tersedianya banyak waktu yang dapat kita isi dengan berdoa. Menyadarkan kita sebagai anak Allah yang perlu melayani dan berdoa kepada Allah Bapa yang sungguh mencintai kita. Marilah kita mendoakan diri sendiri dan semua orang tercinta agar terhindar atau sembuh dari virus Corona. Mendoakan dokter dan tenaga medis yang merawat dan melayani si penderita. Berdoa untuk kebijaksanaan dan kelangsungan jalannya pemerintahan negara dan gereja. Juga berdoa agar segera ditemukan vaksin dan obat Covid 19 ini sehingga saat New Normal, kita dapat berkumpul bersama lagi tanpa takut dan curiga.
Apa sih yang masih diharapkan pada akhir perjalanan jika nantinya semuanya akan kita tinggalkan? Janganlah ada kekhawatiran asal kita percaya, tetap setia dan beriman bahwa pasti ada keselamatan.
Renungkan ayat kitab suci Matius 6:33-34 berikut ini:
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
-LL/ June 2020-
Bagaimana Melawan Musuh Yang Tidak Terlihat?
Dalam doa, harapan kita akan terus dipupuk menjadi antibodi yang menghidupkan keadilan, amal dan solidaritas bagi dan bersama sesama dalam mewartakan kabar baik Kerajaan Allah.
"May we find within us the necessary antibodies of justice, charity and solidarity. We must not be afraid to live the alternative – the civilization of love" (Pope Francis).
Belum lama ini Paus Fransiskus menerbitkan sebuah buku: “Life after the pandemic.” Buku ini berisi delapan tulisan yang dibuat/disampaikan Paus terkait masa pandemi. Tanpa ragu, Paus Fransiskus menawarkan jalan keluar dalam menghadapi krisis iman yang terjadi karena adanya pandemi ini. Solusi untuk menanggulangi virus Covid-19 ini adalah melalui solidaritas dan doa. “Jangan takut,” tawaran alternatif ini merupakan peradaban cinta yang akan mengantar pada keselamatan.
Gerakan solidaritas adalah hal yang penting dalam melawan musuh yang tak terlihat. Dengan solidaritas, kita bahkan akan dimampukan melawan virus egoisme yang lebih mematikan dibanding Covid-19. Doa menjadi api baru yang senantiasa menyemangati kita dalam berharap dan berjuang melawan pasukan yang tidak kasat mata. Untuk itulah, persiapan diri menjadi penting. Doa menjadi senjata dan perisai kita dalam melawan dosa dan egoisme.
Kristus menjadi teladan nyata dalam cara kita berdoa; Kristus bukan saja berseru kepada Bapa, tetapi Dia juga menghidupi doa-Nya dengan tindakan nyata. Tidak hanya kasihan terhadap mereka yang kelaparan, tetapi mau memberi mereka makan; tidak hanya mendoakan yang cacat, tetapi juga memulihkan mereka dari kutuk yang melumpuhkan; terlebih tidak hanya mengeluh terhadap dosa kita, tetapi rela menebus dan menyelamatkan kita dengan wafat-Nya di salib.
Itulah sebabnya, kita diajak untuk berani berdoa secara benar sebagaimana Kristus. Melakukan/menghidupi apa yang didoakan dan mendoakan apa yang telah/sedang/akan dilakukan. Dengan berdoa, kita menunjukan kerendahan diri kita dihadapan Tuhan, sehingga tidak dipandang jahat sebagaimana raja Yoyakhin. Dalam doa, harapan kita akan terus dipupuk menjadi antibodi yang menghidupkan keadilan, amal dan solidaritas bagi dan bersama sesama dalam mewartakan kabar baik Kerajaan Allah.
Kontemplasi:
Bayangkanlah Allah yang bukan saja mendengar doa-doamu, tetapi juga mengajak anda untuk menghidupkan doa melalui tindakan nyata.
Refleksi:
Bagaimana anda berani melakukan apa yang anda doakan dan mendoakan apa yang anda lakukan?
Doa:
Ya Bapa, ajarlah kami untuk berani menghidupi doa-doa kami dengan tindakan nyata; sehingga melalui doa, solidaritas kami diperkuat dan kabar keselamatan dapat semakin dirasakan oleh banyak orang. Amin.
Perutusan:
Aku akan melakukan apa yang kudoakan dan mendoakan apa yang kulakukan.
– Rm. Antonius Yakin –
The Cookies
Cerita ini membantu kita untuk tidak mudah menghakimi dan mampu melihat melampaui apa yang sekilas terlihat.
Bayangkan saat kamu berada di airport. Ketika sedang menunggu penerbangan, kamu melihat kios yang menjual kue kering yang orang sini menyebutnya “cookies”. Kamu membeli satu bungkus, menaruhnya dalam tas perjalanan dan kemudian dengan sabar mencari kursi kosong di mana kamu bisa duduk dan menikmati cookies itu. Akhirnya kamu mendapat kursi di samping seorang pria yang berpenampilan rapih dan terlihat baik.
Kamu merogoh tas perjalanan dan mengambil bungkusan cookies tadi. Ketika melakukan itu, kamu melihat pria di sampingmu mulai mengamati dengan seksama. Dia memperhatikan kamu ketika membuka bungkusan cookies itu dan matanya mulai mengikuti setiap gerakan tanganmu ketika mengambil dan memasukkannya ke mulut. Tiba-tiba dia mendekat dan menjangkau mengambil satu kue kesukaanmu itu dari dalam bungkusan dan memakannya! Kamu sangat terkejut, kehilangan kata-kata. Pria itu tidak hanya mengambil satu, tetapi dia juga bergantian mengambilnya bersama kamu. Dari setiap satu yang kamu ambil, dia juga mengambil satu.
Sekarang, apa kesan kamu terhadap pria ini? Gila? Rakus? Berani dan kurang ajar sekali dia? Tak terbayangkan kata-kata yang bisa kamu gunakan untuk menggambarkan pria ini. Sementara itu, dia dan kamu masih melanjutkan makan cookies tadi sampai tinggal satu yang tersisa. Pada saat tinggal satu di bungkusan, tiba-tiba dengan mengejutkan pria itu meraih dan mengambil satu-satunya yang tersisa. Kemudian dia melakukan sesuatu yang tidak disangka-sangka. Dia membagi dua cookies itu dan memberikan separuhnya kepadamu. Setelah dia menghabiskan bagiannya, dia berdiri, dan tanpa sepatah katapun, dia pergi.
Kamu berpikir, “Apa yang sesungguhnya terjadi?” Kamu ditinggal duduk di sana tercengang dan masih lapar. Dalam keadaan kesal, marah dan bingung kemudian kamu kembali ke kios penjual cookies tadi. Kamu berjalan kembali ke kursi sambil pelan-pelan memperhatikan apakah pria itu masih ada. Kemudian, sekali lagi kamu membuka tas untuk memasukkan bungkusan cookies yang baru kamu beli itu. Pada saat melihat ke dalam tas, terlihat di sana ada bungkusan yang sama persis dengan bungkusan yang baru saja kamu beli. Orisinil dan belum dibuka! Sambil melompat dari bangku karena terkejut luar biasa, kamu tersadar bahwa tadi itu, sewaktu mengambil cookies milikmu, kamu telah salah mengambil dari dalam tas pria di sampingmu, dan mengambil bungkusan cookies milik pria itu dengan tidak sengaja.
Sekarang apa yang kamu pikirkan tentang pria itu? Baik hati? Toleran? Kamu baru saja mengalami pergeseran paradigma yang mendalam. Kamu melihat sesuatu dari sudut pandang yang baru. Apakah ini waktunya untuk mengubah sudut pandang kamu?
Berkali-kali, kita diragukan oleh insting dan kecenderungan kita. Ini menghambat hubungan kita dengan teman sebaya, bawahan dan atasan kita. Cerita di atas membantu kita untuk tidak mudah menghakimi, dan mampu melihat melampaui apa yang sekilas terlihat.
- Iwan S. - (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh team E-Bulletin)
Wanita Pembersih Sekolah
Kitab Suci mengajarkan kita bahwa kita semua adalah sama di mata Tuhan. Setiap orang adalah penting, terlepas dari apapun, warna kulit, peran, kepercayaan, pekerjaan, kebangsaan dan yang lainnya
Pada bulan kedua masa kuliah, guru besar saya memberikan kuis secara mendadak kepada setiap murid. Saya adalah seorang murid yang teliti. Setelah mendapat lembaran kuis dadakan itu saya segera melihat dan membaca semua pertanyaan yang ada hingga sampailah saya pada pertanyaan terakhir:
“Siapa nama depan dari wanita yang membersihkan sekolah?”
Sepertinya ini semacam candaan. Saya sering melihat wanita pembersih sekolah kami. Dia tinggi, memiliki rambut gelap dan berumur sekitar 50 tahun, tapi bagaimana saya mengetahui namanya?
Saya menyerahkan kertas saya dan meninggalkan pertanyaan terakhir kosong. Sesaat sebelum kelas berakhir, seorang murid bertanya apakah pertanyaan terakhir itu akan dihitung untuk menentukan nilai kuis kami. Guru besar kami menjawab “Tentu. Dalam karir kamu, kamu akan bertemu banyak orang. Semua orang penting. Mereka berhak mendapat perhatian dan bantuan, meskipun jika yang kamu lakukan hanyalah tersenyum dan memberi salam“.
Saya tidak pernah melupakan pelajaran itu. Dari situ saya belajar sesuatu yang sangat berharga, dan akhirnya ingat sampai saat ini bahwa nama wanita pembersih sekolah itu adalah Dorothy.
Kitab suci mengajarkan kita bahwa kita semua adalah sama di mata Tuhan. Kita adalah putra dan putri dari Allah Bapa di Surga. Kita mungkin pendosa tetapi Allah mencintai kita. Setiap orang adalah penting, terlepas dari apapun, warna kulit, peran, kepercayaan, pekerjaan, kebangsaan dan yang lainnya.
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni…” (Lukas 6:37)
“…Yesus memanggil kedua belas murid itu. Katanya kepada mereka “Jika seorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (Markus 9:35)
- Iwan S. - (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh team E-Bulletin)
Sedia Payung Sebelum Hujan
Apakah ‘Social Distancing’ Keharusan atau Kebiasaan?
Kata-kata ini sangat bermakna…
untuk menjalani ‘Social Distancing’ karena epidemi virus Corona.
Sebenarnya sejak pindah ke San Francisco Bay Area, saya sudah lebih mengenal cara menjaga kesehatan diri alias mandiri.
Makan vitamin dan jangan sentuh barang bukan milik sendiri tanpa pakai tisu dan perlunya sering cuci tangan. Kalau bisa, buka pintu didorong dengan kaki. Menjaga jarak dari orang batuk pilek karena flu atau alergi.
Keluarga di Indonesia anggap kebiasaan baru itu berlebihan, tapi setelah dipikir lagi, apalagi setelah ada epidemi, menjadi keharusan.
Lebih baik mencegah daripada kena penyakit dari orang baru yang ketemu di jalan. Biaya pengobatan mahal dan sulit bertemu dokter setiap saat. Untung bisa bertanya ‘Mbah Google’ setiap ada gejala penyakit jadi tahu harus minum obat atau vitamin apa supaya tidak tambah menderita dan tentu disertai doa mohon pengampunan dan penyembuhan dari Yang Kuasa.
Seharusnya lebih siap menghadapi kondisi epidemi, tapi ternyata kadar takut tertular makin menghantui sampai tidak berani belanja kebutuhan hidup sehari-hari. Takut akan kematian kalau sampai sesak nafas, lupa kalau hidup kita di dunia memang ada batas. Tapi sebagai seorang Kristiani, masih ada harapan kehidupan abadi di hadirat-Nya. Setelah melewati penghakiman apa kita masuk neraka atau surga.
Apakah kita sudah bersiap diri memaknai dan mengisi kehidupan untuk lebih berarti sebelum kita tinggalkan? Apakah kita sudah mempersiapkan masa depan? Apakah masih ada ‘Seven Deadly Sins” yang tersisa dalam diri kita? Hawa nafsu/ lust, Kerakusan/ gluttony, Ketamakan/ greed, Kemalasan/ sloth, Kemarahan/ wrath, Iri hati/ envy dan Kesombongan/ pride.
Apakah kita sudah ada ‘Seven Heavenly Virtues’ untuk melawan godaan dosa?
Kesucian/ Chastity, Kesederhanaan/ Temperance, Kasih/ Charity, Ketekunan/ Diligence, Kesabaran/ Patience. Kebaikan Hati/ Kindness dan Kerendahan Hati / Humility.
Jika jatuh dalam dosa, apa kita sudah memohon ampun kepada Tuhan? Apakah kita terus mau belajar dan mengampuni kesalahan orang lain serta percaya rencana dan kehendak Tuhan dalam kehidupan ini? Sudahkah kita menjadi orang yang bersyukur dan tabah dalam menghadapi segala rintangan?
Sore ini terdengar suara petir dari awan gelap disertai kencangnya angin tanda akan derasnya hujan turun.
Apakah kita sudah sedia payung sebelum hujan…?
LL - 5/6/2020
Perspektif Seorang Putri
Cara Melihat Hitam Putih Suatu Masalah
Dahulu kala di sebuah kota kecil di Italia, seorang pedagang yang malang memiliki hutang yang banyak kepada seorang rentenir. Sang rentenir yang sudah tua dan berhati jahat, mengusulkan kepadanya suatu hal yang mengerikan dan hampir tidak masuk akal. Sang rentenir mengatakan akan melupakan semua hutang sang pedagang, asalkan dia dapat menikahi putri pedagang itu. Baik pedagang maupun sang anak perempuannya yang cantik sangatlah ketakutan dengan tawaran itu. Rentenir yang licik itu menyarankan melakukan sebuah undian, dan katanya biarlah takdir yang akan menentukan.
Kata si rentenir: “Aku akan meletakkan kerikil hitam dan kerikil putih ke dalam karung. Sang putri kemudian harus mengambil salah satu kerikil dari karung itu, dengan tanpa melihat. Jika terambil kerikil hitam, dia akan menjadi milik saya dan hutang ayahnya akan dianggap lunas. Jika kerikil putih yang terambil, maka beruntunglah dia dan tidak perlu menikah denganku, dan hutang ayahnya dianggap lunas juga. Tetapi jika dia menolak untuk mengambil kerikil, ayahnya akan dijebloskan ke penjara.”
Bersama banyak orang, mereka semua memang sedang berada di jalan setapak yang berkerikil. Selagi berbicara, sang rentenir membungkuk untuk mengambil dua kerikil. Namun sang putri sempat melihat bahwa si rentenir telah mengambil dua buah kerikil namun keduanya berwarna hitam, kemudian memasukkannya ke dalam karung. Sang putri kemudian diminta untuk mengambil satu kerikil dari dalam karung itu.
Sekarang, bayangkan anda adalah sang putri itu. Apa yang akan anda lakukan? Atau jika anda harus menegurnya, teguran apa yang akan anda lontarkan kepada si rentenir itu?
1. Sang Putri itu harus menolak untuk mengambil kerikil.
2. Sang Putri itu harus menunjukkan ke semua orang bahwa nyatanya ada dua kerikil hitam di karung, dan membuktikan bahwa si rentenir telah melakukan kecurangan dan penipuan.
3. Sang Putri itu harus mengambil kerikil hitam dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan ayahnya dari hutang dan hukuman penjara.
Luangkan waktu sejenak untuk merenungkan cerita di atas. Pendapat apa yang akan anda berikan kepada sang putri?
Apa yang terjadi kemudian di dalam cerita ini adalah:
Putri itu memasukkan tangannya ke dalam karung dan mengambil sebuah kerikil tanpa meilihatnya. Kemudian sang putri sengaja menjatuhkan kerikir yang diambilnya dari dalam karung hingga terbuang ke jalan setapak yang berkerikil itu. Tentu saja krikil tadi segera menjadi hilang dan bercampur di antara semua kerikil lainnya.
"Oh, betapa cerobohnya aku," katanya. "Tapi tidak apa-apa, jika kamu melihat ke dalam karung, masih ada satu kerikil yang tersisa, dan anda akan tahu kerikil apa yang tadi saya pilih. "
Karena kerikil yang tersisa berwarna hitam, harus diasumsikan bahwa dia telah mengambil yang putih. Dan karena rentenir tidak berani mengakui kecurangannya, sang putri telah mengubah situasi yang tampaknya mustahil menjadi sebaliknya.
MORAL OF THE STORY:
Meskipun rumit dan sulit, semua masalah masih dapat terselesaikan dengan baik; terkadang kita hanya perlu memikirkannya dengan perspektif yang tepat, seperti Sang Putri dalam cerita di atas.
Nafas Hidup
Nafas Kehidupan,
tak ternilai dan jauh melebihi peran sebuah ventilator
Baru-baru ini, seorang pasien pria berusia 93 tahun di Italia dirawat di rumah sakit. Setelah kondisinya membaik, dia segera menuju ruang administrasi untuk membayar tagihan perawatan. Pria tua itu menerima sebuah lembaran kertas yang di situ terdapat keterangan dan angka dalam jumlah cukup besar untuk pemakaian sebuah ventilator.
Orang tua itu menangis seketika, dan kemudian datanglah seorang dokter menghibur menyarankannya untuk tidak menangisi soal tagihan. Pasien tua itu berkata, "Saya bukan menangis karena harus membayar semua ini. Saya dapat membayar tagihan ini. Saya menangis karena selama 93 tahun saya telah menghirup udara yang diberikan Tuhan, tetapi saya tidak pernah harus membayar sepeser pun. Tagihan Ventilator ini 5.000 Euro per hari.”
Kemudian orang tua itu memandang sang dokter dan berkata lirih; “Apakah anda tahu sudah berapa banyak saya berhutang pada Tuhan namun saya tidak pernah menyadari dan berterima kasih pada Nya untuk itu?”
Mendengar perkataan pasien itu sang Dokter menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca dan ikut menangis.
(Artikel diambil dari berbagai sumber).