Message from Pope Francis
The One who “humbled himself and became obedient unto death, even death on a cross” - Phil 2:8
Dear Brothers and Sisters,
Jesus revealed to his disciples the deepest meaning of his mission when he told them of his passion, death and resurrection, in fulfilment of the Father’s will. He then called the disciples to share in this mission for the salvation of the world.
In our Lenten journey towards Easter, let us remember the One who “humbled himself and became obedient unto death, even death on a cross” (Phil 2:8).
During this season of conversion, let us renew our faith, draw from the “living water” of hope, and receive with open hearts the love of God, who makes us brothers and sisters in Christ.
At the Easter vigil, we will renew our baptismal promises and experience rebirth as new men and women by the working of the Holy Spirit.
This Lenten journey, like the entire pilgrimage of the Christian life, is even now illumined by the light of the resurrection, which inspires the thoughts, attitudes and decisions of the followers of Christ.
Fasting, prayer and almsgiving, as preached by Jesus (cf. Mt 6:1-18), enable and express our conversion. The path of poverty and self-denial (fasting), concern and loving care for the poor (almsgiving), and childlike dialogue with the Father (prayer) make it possible for us to live lives of sincere faith, living hope and effective charity.
Rome, Saint John Lateran, 11 November 2020, the Memorial of Saint Martin of Tours
Rabu Abu (17 February 2021)
Rabu Abu tahun ini jatuh pada tanggal 17 February.
Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28), demikian pula Nabi Elia (lih. 1 raj 19:8). Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya (lih. Mat 4:2).
Mengapa hari Rabu?
Gereja Katolik menetapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu).
Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.
Mengapa Rabu “Abu”?
Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6). Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Lih. Kej 2:7), dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Romo, “Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil” atau, “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu” (you are dust, and to dust you shall return).”
Mengapa kita berpantang dan berpuasa?
1. Tanda pertobatan
2. Silih atas dosa
3. Turut ambil bagian dalam sengsara Yesus Kristus
4. Berdoa bagi perdamaian dunia
Kapan harus puasa dan pantang?
Puasa wajib dilakukan saat Rabu Abu dan Jumat Agung.
Sedangkan pantang juga dilakukan saat Rabu Abu, Jumat Agung.
Kemudian, setiap hari Jumat selama masa Prapaskah hingga Jumat Agung.
Siapa yang harus berpantang dan berpuasa?
Wajib puasa dilakukan oleh orang Katolik yang berusia 17 tahun sampai 60 tahun. Selanjutnya, wajib pantang dilakukan seorang Katolik yang sudah berusia 14 tahun ke atas.
Adapun cara pantang puasa Katolik sebagai berikut:
- Makan kenyang hanya 1 kali. Artinya dari tiga kali makan (makan pagi, makan siang, makan malam) pilih satu kali untuk makan kenyang. Ketika waktu makan lainnya, hendaklah mengurangi porsi makan.
- Bedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Satu kali makan kenyang bukan berarti kamu bisa ngemil atau makan asal tidak kenyang.
- Aturan pantang dalam Katolik adalah menghindari konsumsi daging dan ikan.
- Umat Katolik juga dianjurkan melakukan pantang dari segala yang disenangi, misalnya pantang main handphone, pantang jajan, pantang ngopi dan lainnya.
Mari kita memasuki Masa Prapaska dengan hati yang selalu tertuju pada keabadian hidup bersama Tuhan. Amin.
—- Sebagian tulisan disunting dari https://www.katolisitas.org/—
Februari 14 & 1 Korintus 13
Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.
Coklat, bunga, nice dining out
Surprise presents, cute doll
Family gets together, lots of smile and laughter
Kartu ucapan yg ditulis kata-2 indah
Looks handsome, looks pretty
Romantic music playing somewhere in the air...
Dan pertokoan pun tampak lebih sibuk dan berwarna lebih pink dari biasanya.
Valentine’s Day is here...
and some say .. ‘wish you were here’
Begitu kira-2 yang sebagian terlintas di pikiranku setiap kali sudah menjelang St.Valentine’s Day tanggal 14 Februari. Mencoba mewakili bagaimana suasana hari Kasih Sayang, dengan berbagai macam kasih sayang yang orang rayakan.
Apakah Valentine’s Day dirayakan oleh semua orang?
Itu pasti, bahwa setiap orang tentu punya someone dear in the heart, dan menjadi pula someone dear untuk orang lain, tetapi tampaknya tidak semua orang merayakannya. Tidak semua orang mau atau bisa merayakannya, betapapun sederhananya itu.
Terlepas dari dirayakan atau tidak, mungkin hari Kasih Sayang ini bisa menjadi moment yang baik untuk masing-masing kita merefleksikan diri. Merefleksi apakah saya sudah cukup berusaha untuk menunjukkan kasih sayang itu kepada orang-orang terdekat dengan saya; apakah itu kekasih, pasangan hidup, orang tua atau anak-anak, saudara-saudara atau teman-teman. Pokoknya semua yang punya relasi dengan saya.
Ataukah sebaliknya saya lebih suka menerima dan menunggu orang lain terlebih dahulu untuk menunjukkan itu kepadaku?. Intinya, kalau mereka bersikap manis kepadaku, maka aku akan membalas dengan bersikap manis pula. Kalau mereka menunjukkan sikap sayang dan care kepadaku, maka aku akan berbuat yang sama pula. It’s that simple.
But wait…, wait a minute….
tadi saya bilang ‘Pokoknya semua yang punya relasi dengan saya’. Is it really fair ?
Karena sepertinya ada ayat yang berkata ‘Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian’.
. . . . . . . . hening…., as I am now thinking…
Kalau begitu, pertanyaannya, .. apakah in celebrating hari KS ini,...saya harus menunjukkan kasih sayang juga kepada orang yang tidak related dengan saya juga ?. Seperti....pegawai kantor pos, tukang parkir, kasir supermarket, pelayan toko, dan orang yang saya temui di jalan ?. How much more time and efforts do we have to spend sekiranya kepada semua orang kita harus baik-baikin ??.
No.
Yes, the answer is no.
Terhadap sesama yang tidak kita kenal,.. tentu saja kita tidak harus bersikap sebagaimana layaknya kita mengenal mereka. Nggak juga harus dikasih bunga atau coklat, tidak perlu dikasih kartu atau ditraktir makan, that’s not the point.
Tapi setidaknya ...
Ketika seseorang bersikap salah di matamu, atau berbuat suatu kesalahan...
Bisakah kita mencoba sabar dan tidak langsung marah ?
Saat seseorang menderita, sampai harus meminta-minta dan sangat butuh bantuan…
Bisakah kita menunjukkan sebuah kemurahan hati ?
Saat kita merasa dinomor duakan, atau merasa diperlakukan tidak adil. Atau bahkan saat orang lain lebih beruntung dan lebih segalanya…Bisakah kita tepiskan munculnya rasa cemburu ?
Ketika menjadi sukses atau berkecukupan secara materi maupun non materi,..
Bisakah kita tidak menjadi sombong atau memandang rendah orang lain ?.
Atau ketika ada kesempatan untuk meraih kenikmatan sepihak atau kesempatan menguntungkan diri sendiri dengan cara yang tidak baik,..
Sanggupkah kita menepis keinginan-keinginan seperti itu?.
Katakanlah kita benar dan orang lain yang salah, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, dua tahun yang lalu.
Bukankah sangat lebih baik bila kesalahan orang lain tidak kita simpan ?.
Mungkin itulah makna kasih sayang yang lebih mendalam dan tidak memilih-milih, seperti tawaran keselamatan dari Yesus Kristus yang juga universal dan tidak memilih-milih bagi siapa saja yang percaya.
Mungkin dengan begitu kita bisa memaknai hari Kasih Sayang dengan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih terbuka, sehingga kasih sayang itu menjadi universal, ..tertuju kepada siapa saja yang kita temui dalam hidup sehari-hari.
Happy Valentine’s Day. Semoga hati kita senantiasa dipenuhi kasih sayang yang memancar bagi sesama. Amin.
Bekerja dan Bekerja
“Berkatku selalu cukup untuk semua orang yang percaya dan berserah kepadaku”
Teringat ketika masa menjelang remaja,..dalam beberapa kesempatan saya ingin mengajak teman-teman saya bermain, tetapi mereka tidak bisa. Umumnya karena mereka harus membantu pekerjaan orang tua mereka. Jadi saya terpaksa harus bermain sendiri, sambil berpikir,.. mengapa dalam hidup ini orang harus terpaksa bekerja.
Ketika masa SMP dan SMA,.. sebaliknya saya yang tidak pernah punya waktu bermain dengan teman-teman saya. Itu karena di luar jam sekolah, setiap hari saya harus membantu pekerjaan orang tua. Saya senang membantu pekerjaan orang tua saya, tetapi setelah beberapa kali terpaksa tidak bisa ikut acara bersama teman-teman, saya kembali menjadi sering bertanya dan protes dalam hati, mengapa waktu harus dihabiskan untuk bekerja. Tentu, saat itu saya sudah mulai mengerti bekerja itu untuk menghasilkan income, dan tanpa income maka tidak akan punya uang untuk membeli makanan dan berbagai keperluan hidup keluarga.
Tetapi tetap saja saya bertanya kepada Tuhan, mengapa orang harus bekerja. Atau lebih tepatnya, mengapa pekerjaan menjadi bagian yang begitu menyita waktu dalam kehidupan seseorang.
Saya melihat pagi-pagi orang sudah terburu-buru ke pasar, membuka toko mereka. Mereka juga makan siang di sana, di tempat yang sempit bahkan sambil melayani calon pembeli. Mereka baru kembali ke rumah ketika hari sudah sore menjelang malam. Saya tahu mereka tidak pernah mengeluh, tetapi... tidak adakah yang lebih penting dari income dan pekerjaan dalam hidup ini ?. Apakah tujuan hidup yang terutama dalam hidup ini adalah bekerja ?. Apakah benar, seperti itu yang Tuhan mau ?.
Sekarang setelah dewasa, saya juga menjadi mengerti ada begitu banyak orang yang tidak bahagia dengan pekerjaanya, tetapi tetap bertahan melakukannya karena memang tidak punya pilihan lain.
Yang lebih parah lagi, ada begitu banyak orang yang kehilangan pekerjaan di saat kebutuhan hidup begitu memaksa. Juga tak terhitung banyaknya anak muda yang tidak pernah berkesempatan memiliki sebuah pekerjaan tetap padahal mereka sangat ingin sekali mulai bekerja. Padahal mereka sudah harus bekerja.
Tuhan,.. bagaimana saya harus memandang pekerjaanku di hadapanMu?.
Lembut kudengar ..
Tuhan ingin manusia bersyukur atas pekerjaan yang dijalaninya, atas peran sosial ekonominya masing-masing di dalam keluarga dan masyarakat. Dengan menyadari bahwa semua pekerjaan dan usaha adalah berkat yang datang dari Tuhan, maka selayaknyalah kita membawa pekerjaan dan semua usaha kita itu sebagai bentuk doa dan persembahan kepada Tuhan. Maka ada syukur di dalamnya, ada kedamaian. Rasa syukur dan kedamaian dalam bekerja itu, membuat kita bekerja dengan sepenuh hati. Pekerjaan yang dijalani dengan sepenuh hati sungguh mendatangkan kebahagiaan.
Tetapi Tuhan, ......?! tanyaku lagi
Saya sudah rajin bekerja,.. tetapi income saya tidak pernah cukup, uang saya jauh dari cukup. Saya belum bisa hidup aman dan terbebas dari beban finansial. Engkau juga tahu, ada begitu banyak orang yang ingin saya bantu. Mereka yang ingin bekerja tetapi tidak punya pekerjaan, mereka yang tidak punya rumah untuk berteduh, mereka yang kelaparan dan sakit. Mereka yang mau bekerja apa saja sampai-sampai tidak tahu lagi apa tujuan hidup mereka selain untuk bekerja. Tuhan, mengapa orang harus bekerja baru bisa hidup ?.
Lembut kudengar..
“Berkatku selalu cukup untuk semua orang yang percaya dan berserah kepadaku”
Buanglah angan-angan bahwa kamu patut dan berhak atas hidup yang problem-free. Sebagian darimu masih selalu mengharap mujijat agar semua kesulitan hidup dapat teratasi. Ini adalah harapan yang salah !. Seperti yang kukatakan kepada murid-muridKu, dalam dunia kamu akan mengalami masalah dan kesulitan. Tautkan harapanmu bukan untuk memecahkan permasalahan hidup di dunia, tetapi terlebih kepada janji kehidupan kekal di Sorga. Daripada mencari kesempurnaan dalam dunia yang fana ini, curahkanlah segenap hati dan kekuatanmu dalam pencarian akan daku: Yang Sempurna.
Adalah mungkin bagimu untuk menikmati berkatKu dan memuliakan Aku di tengah keadaan-keadaan yang sulit. Sesungguhnyalah, lewat orang beriman yang percaya kepadaku, sinarku akan memancar terang di tengah-tengah kegelapan. Percaya yang seperti itu sungguh supernatural: buah-buah Roh Kudus yang bekerja dan bersemayam di hati. Saat semuanya tampak tidak beres dan salah, tetaplah percayalah kepadaku. Tidaklah Aku lebih tertarik kepada keadaan yang baik-baik saja, melainkan kepada sikap hati dan tanggapan benar atas apapun yang datang dalam hidupmu.
Newark, Jan 2021
Love in the Time of Covid-19
Kita adalah manusia rapuh, tapi kita adalah anak-anak Allah yang mempunyai kemampuan mencintai sama seperti Yesus mencintai.
Rm. Effendi Kusuma Sunur, SJ
Siapakah dari Anda yang pernah membaca novel Gabriel García Márquez, pemenang Nobel Sastra di tahun 1982, yang berjudul “Love in the Time of Cholera”, atau, paling tidak menontonnya di film dengan judul yang sama? Singkatnya, dikisahkan dua sejoli Florentino Ariza dan Fermina Daza yang saling jatuh cinta dan mabuk kepayang sehingga dunia ini adalah milik mereka berdua. Namun apa daya, ayah sang gadis tak merestui dan mereka harus berpisah kota. Sang gadis, Fermina pada akhirnya menyadari bahwa cintanya kepada Florentino tidak realistis dan lebih memilih seorang dokter yang mempunyai reputasi tinggi, terhormat dan kaya-raya, Juvenal Urbino. Fermina tahu bahwa ia tak mencintai Juvenal, namun bujukan ayahnya membuatnya menerima orang terhormat itu sebagai suaminya. Juvenal sebagai dokter memunyai komitmen untuk memberantas kolera pada zamannya adalah orang yang terhormat dan tampak sangat disiplin. Walaupun demikian, akhirnya ia mengakui kegagalannya, yakni ia pernah melakukan perselingkuhan dalam perkawinannya. Fermina tetap melanjutkan hidupnya dengan Juvenal lengkap dengan segala jatuh-bangunnya sebuah perkawinan.
Florentino sendiri patah hati namun bersumpah untuk setia kepada Fermina. Walau dia menampakkan diri sebagai seorang “playboy” dengan menjalin relasi dengan ratusan perempuan, Florentino memutuskan untuk menyimpan Fermina di sudut hatinya yang paling dalam, yang tak mungkin diraih oleh siapapun. Ketika Juvenal meninggal, Florentino yang sudah berpisah dari Fermina sekitar lima dekade, mendekati Fermina dan memohon untuk menerimanya sebagai pasangan hidupnya. Walau sempat ragu, Fermina akhirnya menerima Florentino sebagai pasangan dan cinta sejatinya. Terpisah dalam waktu lima dekade dan ditawari begitu banyak kemungkinan serta dihantui ketidakpastian, Florentino tetap berpegang teguh pada apa yang diyakininya: Fermina adalah cinta sejatinya.
Kita yang ada di dalam masa pandemi ini juga melihat karya fiksi ini sebagai sesuatu yang dekat dengan kita. Bukan karena kita mempunyai kesamaan atau kemiripan dengan cerita Florentino atau Fermina, tetapi kita diajak untuk merenungkan cinta yang sejati sekaligus manusiawi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Florentino dalam masa adanya penyakit yang mendesak ditangani. Sejati karena dia memelihara komitmen untuk tetap mencintai Fermina dengan segala kemuraman hidup; dan manusiawi karena segala keinginan luhurnya bercampur dengan segala hasrat kelelakiannya untuk bisa mendapatkan pasangan, walau sementara. Fermina pun tak lepas dari kemanusiaannya. Ia memilih seseorang yang tidak dicintainya demi kemapanan hidup. Dari dua sosok ini, tampak bahwa manusia, kita semua, mampu mencintai dalam berbagai tingkatan. Juga, seberapa mampunya kita mencintai dapat diukur dari cara kita bertindak dan berpikir saat ancaman dan ketidakpastian dalam hidup hadir.
Dalam tradisi kristiani, ada setidaknya 4 macam cinta, yakni eros, storge, filia dan agape. Eros adalah cinta yang sensual dan romantis, yang kalau sudah melekat, mampu membuat “tahi kambing serasa coklat.” Ini adalah jenis cinta yang sering kita lihat ketika seseorang mengalami jatuh cinta kepada lawan jenisnya. Storge adalah cinta yang kepada keluarga, sebuah kecondongan alamiah untuk mencintai mereka yang berkerabat dekat seperti orangtua kepada anak-anaknya. Filia adalah rasa cinta kepada sahabat dan kerabat dan agape adalah cinta tak bersyarat, yang memberikan diri untuk orang yang dikasihinya.
Pandemi ini juga menguji kadar dan tingkatan cinta kita. Di tengah banyak keadaan yang tak ideal: kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan, bahaya penularan, sakit dan kematian menjadi sesuatu akrab tetapi tetap menakutkan. Kolera, pes hitam, flu spanyol, atau covid adalah sebuah situasi yang mengancam serta membuat kita tak lagi merasa nyaman dan aman. Tepat di sinilah manusia seperti apa kita ditentukan kemampuan kita untuk mencintai, dan tentunya cinta yang tidak biasa-biasa saja. Bukan cinta sensual dan romantis, bukan juga hanya storge yang memang secara alamiah melekat pada kita. Tapi cinta dalam jenis filia dan tentunya cinta yang dalam pengertian agape. Yesus pernah berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Ini adalah cinta yang filia sekaligus agape di mana cinta kepada sahabat bercampur dengan sebuah pemberian diri sampai tuntas, yakni pemberian kehidupan itu.
Kita adalah manusia rapuh, tapi kita adalah anak-anak Allah yang mempunyai kemampuan mencintai sama seperti Yesus mencintai. Pandemi, situasi yang merongrong kerapuhan kita, dan saat ini, cinta kita diuji bukan hanya dengan ancaman bahaya sakit dan kematian tetapi juga ketidakpastian akan bangkitnya ekonomi global kita yang terpuruk. Inilah saatnya cinta kita diukur, bukan oleh orang lain, tetapi oleh diri kita sendiri. Bahaya dan ketidakpastian menantang kita untuk bisa semakin mencintai sebagaimana Yesus melakukannya dalam hidupnya. Bahkan ketika bahaya kematian mendatangiNya, Yesus tidak melarikan diri tetapi menghadapinya dengan pemberian diri seutuhnya. Bahkan ketika ia merasa ditinggalkan oleh murid-murid yang sekaligus sahabat-sahabatNya, Ia tidak menjadikan kekecewaan dan ketakutanNya sebagai alasan untuk membenci mereka. Ia menjawab mereka dengan memikul salibNya sampai ke Golgota dan menyerahkan diriNya, hidupNya di sana yang merupakan lambang aib bagi sebagian besar orang. Kisah cinta manusiawi ditunjukkan oleh Yesus, dan cinta manusiawi kita bisa mencapai apa yang disebut sebagai cinta ilahi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus.
Kita akan segera merayakan Imlek, Valentine dan memasuki masa prapaskah di dalam pandemi ini. Valentine sebagai hari merayakan cinta hendaknya tidak dilihat sebagai sebuah perayaan eros, cinta romantis dan sensual belaka. Imlek juga hendaknya tidak dilihat semata perayaan cinta yang disebut storge semata. Justru di masa pandemi ini, ketika bahaya sakit dan kematian serta ketidakpastian menghantui hidup kita, ada sebuah ajakan untuk belajar mencintai melampaui masa-masa normal. Ada berkat terselubung dalam bahaya dan ketidakpastian, yakni kita semakin mengerti kemampuan mencintai kita dan belajar mencintai lebih dari sebelumnya. Kita diajak untuk mencintai lebih dari cinta romantic dan kekeluargaan, tapi juga cinta dalam persahabatan dengan semua orang dan cinta yang sanggup membuat kita mengorbankan diri demi kebaikan dan kebahagiaan yang lain.
Mungkin kita bisa menggunakan masa prapaskah sebagai masa belajar mencintai seperti Yesus. Dengan solidaritas dan berbela rasa kepada mereka yang paling kurang di antara kita, bukan hanya kurang dalam hal material tetapi juga yang immaterial. Bukan kepada orang-orang tertentu saja tetapi kepada siapapun yang paling dipinggirkan, dipojokkan, dan tidak dipedulikan. Dengan demikian, cinta kita menjadi cinta yang semakin universal, yang menembus tembok-tembok dan pembatas yang ada dalam pikiran kita. Cinta universal itu adalah cinta Yesus, dan kita mau mengikutiNya secara lebih dekat dan mencintaiNya secara lebih dalam.
Selamat merayakan Imlek, Valentine dan memasuki masa prapaskah!!