Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai): Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus
Mengenal Santo Tomas More yang merupakan Santo Pelindung bagi para ahli hukum, saya pun berpikir bahwa masih ada harapan untuk seorang lawyer seperti saya untuk masuk surga.
Refleksi Satu Tahun Tahbisan Imamat (Bagian 5 - Selesai)
Merayakan Natal Bersama Orang - Orang Kudus
(My Christmas with the Saints)
S. Hendrianto, SJ
Pengantar
Natal tahun Ini adalah Natal kedua yang saya rayakan sebagai seorang rohaniawan Katolik. Mengingat Natal tahun Ini sangat berbeda dengan Natal - Natal tahun sebelumnya, karena kita semua masih dalam situasi pandemi, maka saya pun mencoba merenungkan dan mengingat kembali pengalaman - pengalaman Natal saya.
Saya tidak besar di keluarga Katolik, meski demikian orang tua saya mengirim saya menempuh pendidikan di SD Katolik. SD tempat saya bersekolah mengambil nama Santa pelindung Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus. Jadi dia adalah orang Kudus pertama yang saya kenal. Sebagai anak yang bersekolah di sekolah Katolik, kita juga harus ikut hadir di misa meski kita tidak mengerti makna misa tersebut. Ketika duduk di kelas V, saya mulai mengenal Santo Fransiskus Xaverius sebagai orang pertama yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, saya mengikuti program katekumen di sekolah dan kemudian di baptis.
Sejak mengikuti program Katekumen dan setelah dibaptis, saya pun mulai merayakan Natal di Gereja tempat saya dibaptis, yaitu Gereja Santo Petrus. Karena di rumah kita tidak merayakan Natal, maka pengalaman saya hanya terbatas di Gereja dan sekolah saja. Meski demikian saya percaya bahwa pengalaman Natal saya tidak kalah meriahnya dengan teman - teman saya yang berasal dari Keluarga Katolik, karena saya merayakan Natal bersama orang - orang kudus, Santa Teresia Kanak - Kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo dan Santa Pelindung Kaum Misionaris dan juga Santo Petrus.
Ketika duduk di bangku SMA, saya tentu sudah lebih sering merayakan Natal. Saya masih ingat dalam salah satu perayaan Natal di SMA, para panitia malah sibuk memutar lagu Black or White dari Michael Jackson yang sedang ngepop saat itu. Dalam hati saya berpikir, apakah saya benar - benar merayakan Natal karena sama sekali tidak terdengar lagu Natal. Meski demikian saya percaya bahwa Santo Yosef, sebagai Santo pelindung SMA saya ikut hadir di tengah - tengah kami dan saya bisa merasakan kehadiran dia dan merayakan bersama ayah duniawi Yesus.
Setelah saya pindah ke Yogya dan duduk di bangku kuliah, saya rutin Ikut misa hari Minggu di Kapel Sanatha Dharma. Meski saya tidak kuliah di Santha Dharma, tapi karena saya tinggal tidak jauh dari kampus Santha Dharma, saya pun sering misa ke Kapel Santo Bellarminus. Selama lima tahun lebih tinggal di Yogya saya mempunyai banyak kenangan indah dalam merayakan perayaan ekaristi di Kapel tersebut, khususnya pada hari Natal. Di Kapel tersebut juga saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pas Misa Natal.
Mengingat kembali pengalaman Natal saya di kapel Sanatha Dharma, saya juga yakin bahwa saya merayakan Natal bersama orang - orang Kudus, khususnya Santo Robertus Bellarminus sebagai penlindung Kapel dan juga orang kudus lainnya dari Serikat Yesus, yaitu Santo Bernardus Realino. Pada awalnya saya tidak tahu bahwa Realino adalah nama seorang Santo. Saya cuma tahu bahwa Asrama Mahasiswa Realino adalah rumah bagi mahasiswa, khusus laki - laki, yang cukup terpandang di Yogyakarta. Asrama Itu sendiri telah ditutup sekitar tahun 1990, dua tahun sebelum saya tiba di Yogja. Ketika saya tiba di Yogya, yang tersisa hanyalah Lembaga Studi Realino. Baru belakangan saya tahu bahwa Santo Bernardus Realino adalah seorang pengacara dan bekerja di pemerintahan kota di Napels sebelum masuk Serikat Yesus pada tanggal 13 October 1564. Ketika Itu saya sedang duduk di bangku Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, dan saya percaya bahwa Santo Bernardus Realino telah berdoa buat saya jauh - jauh hari dan akan terus berdoa buat saya.
Akan tetapi menjelang akhir masa kuliah saya di Yogya, saya pun mulai meninggalkan Gereja, karena berbagai macam alasan yang membuat Iman saya terguncang. Setelah Itu saya pun tidak pernah lagi merayakan Natal sampai pada akirnya setelah saya pindah ke Jakarta, saya kembali ke Gereja pada awalnya hanya karena ajakan mantan pacar saya. Mulai lah saya merayakan Natal di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Di Angkat ke Surga yang kebetulan juga di ampu oleh para Romo Serikat Yesus. Jadi disini saya mendapat kesempatan merayakan Natal bersama Santa Perawan Maria sendiri. Setelah berminggu - minggu ke Gereja, hati saya pun mulai tersentuh kembali dan mulai kembali ke Gereja dengan kemauan saya sendiri dan bukan karena pacar saya.
Di Gereja Katedral juga pertama kali saya mendengar nama Santo Tomas More dari seorang Romo Yesuit yang berkhotbah tentang Santo yang mati demi membela Gereja Katolik karena dia menolak mendukung Raja Henry VIII yang Ingin memisahkan diri dari Gereja Katolik. Mengenal Santo Tomas More yang merupakan Santo Pelindung bagi para ahli hukum, saya pun berpikir bahwa masih ada harapan untuk seorang lawyer seperti saya untuk masuk surga.
Setelah saya pindah ke Amerika Serikat, khususnya di Seattle, rumah spiritual saya adalah University of Washington Catholic Newman Center. Di sini lah saya pengalaman spiritual saya mulai tumbuh lebih mendalam dan kemudian akhirnya benih panggilan tumbuh. Selama kurang lebih lima tahun tinggal di Seattle, saya selalu merayakan Natal di Newman Center, yang mana saya percaya bahwa saya merayakan besama Santo John Henry Cardinal Newman sebagai santo pelindung Newman Center.
Pada suatu hari, setelah misa Natal di Newman Center, ada seorang mahasiswa dari South Korea yang mengatakan saya, mengapa kamu datang sendirian ke Gereja malam ini. Mengapa kamu tidak datang bersama keluargamu? Dalam hati saya berpikir aneh juga pertanyaan orang Ini, akan tetapi mungkin dia berpikir bahwa teman - teman dari Mudika Seattle yang sering bersama saya ke Newman adalah anggota keluarga saya. Mungkin malam Itu saya datang sendirian, tapi saya yakin para orang Kudus Ikut hadir dan merayakan Natal bersama saya.
Tahun 2008, saya menyelesaikan studi doktoral saya dan mempertahan disertasi saya pada tanggal 14 November, yang merupakan peringatan Santo Yosef Pignateli, SJ, seorang Santo dari Serikat Yesus. Santo Yosef Pignatelli, adalah pemimpin Serikat Yesus selama masa Serikat Yesus di bubarkan oleh Paus dan para Imam Yesuit harus hidup di pembuangan. Saya juga yakin bahwa dia telah berdoa untuk saya jauh sebelum saya menyelsaikan program doktoral dan akan terus berdoa untuk saya dalam perjalanan hidup saya. Jadi di Natal tahun 2008, saya mendapatkan seorang teman baru dalam merayakan Natal yaitu Santo Yosef Pignatelli, SJ.
Selama tinggal di Seattle, saya pun mulai merenunggkan panggilan menjadi seorang Imam dan puncaknya. Mengapa saya akhirnya memutuskan masuk Serikat Yesus karena saya pun tersadar setelah melihat ke belakang persentuhan saya dengan para Romo Yesuit di Indonesia, baik mulai dari masa saya di Yogya dan kemudian pindah ke Jakarta. Di tambah lagi dengan dukungan para orang - orang Kudus Serikat Yesus yang telah saya kenal selama hidup saya.
Setelah masuk ke Novitatie Serikat Yesus dan menjalani proses formasi, saya terus merasakan kedekatan dengan para orang Kudus. Di Novitiate, tentu saya kembali merayakan Natal bersama Santo Fransiskus Xaverius yang merupakan Santo Pelindung Novitate. Setelah mengucapkan kaul pertama dan melanjutkan studi Filsafat di Chicago, saya semakin dekat dengan Santo Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus karena saya merasakan pengalaman yang sama dengan beliau. Santo Ignatius harus belajar bahasa Latin bersama para anak - anak, sementara saya harus belajar filsafat bersama para anak - anak undergraduate. Selama dua tahun tinggal di Chicago, saya pun merayakan Natal bersama Santo Ignatius.
Selama Tahun Orientasi Kerasulan di Santa Clara University, saya banyak mengalami kesulitan dan saya harus sering berdoa kepada orang - orang kudus lainnya meminta pertolongan seperti misalnya Santa Clara dari Asisi dan juga Santa Teresia Benedikta Salib, atau yang lebih dikenal dengan nama Santa Edith Stein. Selama Tahun Orientasi Pastoral di Boston, saya tinggal di komunitas Santo Petrus Faber, dan sebagai seorang pendiri Serikat Yesus, saya juga yakin bahwa dia banyak berdoa buat saya di tengah banyaknya kesulitan yang saya hadapi.
Melihat perjalanan hidup saya, banyak orang yang mungkin tidak percaya bahwa orang seperti saya bisa menjadi seorang Romo. Saya sendiri juga terkadang tidak percaya karena begitu banyaknya kesulitan yang saya harus hadapi dalam perjalanan hidup saya, khsusunya dalam masa formasi sebagai seorang Yesuit. Akan tetapi saya pikir saya punya banyak teman yang membantu, yaitu para orang - orang Kudus yang terus mendoakan saya. Melihat ke belakang, bahwa sebenarnya begitu banyak keajaiban - keajaiban Natal dalam hidup saya, khsusnya bagaimana para orang Kudus membantu saya dalam kehidupan saya.
Setelah tahbisan Imamat saya pada tahun 2019, saya kembali ke Indonesia dan merayakan misa syukur di berbagai tempat, dan salah satunya adalah Kapel Santo Bellarminus di Universitas Sanatha Dharma. Terlampir di bawah ini adalah homili saya pada misa syukur di Kapel Santo Bellarminus yang bisa sedikit menggambarkan perjalanan saya bersama orang Kudus.
(Homily Romo Stefanus Hendrianto, SJ pada misa syukur di Kapel Santo Robertus Bellarminus, Universitas Sanatha Dharma, 28 Juli, 2019)
Saudara - saudari yang terkasih dalam Kristus,
Hari ini adalah hari yang berbahagia sekali buat saya karena saya bisa merayakan misa di Kapel yang merupakan tempat awal panggilan saya. Lebih dari 25 tahun yang lalu saya menghabiskan hari - hari saya di Kapel Ini, khsususnya untuk merayakan misa hari Minggu dan hari - hari suci lainnya, mulai Paskah sampai Natal. Di Kapel ini saya pertama kali mendengar lagu Handel Messiah di perdengarkan pada hari Natal. Saya masih Ingat bagaimana penampilan koor mahasiswa Sanatha Dharma begitu memukau malam itu, sampai - sampai almarhum Romo Giles Gilarso, SJ yang memimpin misa Natal juga tercengang mendengar lagu - lagu Natal yang diperdengarkan malam itu. Di kapel ini lah saya pertama kali bertemu dengan para Romo Yesuit. Meskipun saya tidak mengenal dekat para Romo Yesuit tersebut, mereka meninggalkan kesan mendalam pada saya, yang di kemudian hari tanpa saya sadari mempengaruhi saya untuk menjadi Imam Yesuit.
Di Kapel Ini juga saya mengenal dua orang Santo dari Serikat Yesus, yaitu Santo Robertus Bellarminus dan Santo Bernardus Realino. Saya percaya kedua orang kudus dari Serikat Yesus ini telah mendoakan saya sejak saya mahasiswa miskin dan kere di Yogya dan mereka terus mendoakan saya dalam perjalanan hidup saya ke depan. Saya juga pecaya bahwa kedua orang Kudus ini telah mendoakan saya sehingga saya menjadi seorang Romo Yesuit.
Dalam bacaan Injil, Tuhan berkata kepada Abraham, jika kudapati lima puluh orang benar dalam Kota Sodom, maka aku akan mengampuni seluruh kota tersebut dan tidak membinasakannya. Tuhan dan Abraham mencoba tawar – menawar, sampai akhirnya Tuhan berkata sekiranya ku dapati 10 orang benar di sana, aku takkan memusnahkannya. Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita masing – masing bisa menemukan 10 orang saleh, kudus atau orang benar.
Mungkin sulit bagi kita untuk menemukan orang kudus dari teman – teman kita sendiri atau lingkungan sekitar kita. Akan tetapi sebenarnya ada kontradiksi dalam kehidupan ini. Kita merasa sulit untuk menemukan orang - orang kudus dalam kehidupan kita, akan tetapi kalau kita menemukan sesorang yang hidup saleh atau hidup suci, kita cenderung mentertawakan atau mencemoohkan orang tersebut. Sebagai contoh, ketika saya masih mahasiswa dulu saya tinggal di daerah Demangan Kidul, akan saya sering menghabiskan waktu di daerah Mrican, khususnya di tempat kost saudara sepupu saya yang tinggal di dekat kampus Sanatha Dharma ini. Di rumah kost tersebut ada seorang anak yang saleh dan rajin berdoa; teman ini rajin mengikuti misa harian di Kapel Santo Bellarminus. Ironisnya kita justru mentertawakan atau mencemoohkan teman yang rajin berdoa ini. Yang menarik adalah teman ini kemudian masuk Serikat Yesus dan saya bertemu lagi dengan dia sepuluh tahun kemudian ketika dia sudah hampir ditahbiskan dan saya sendiri baru sedang akan masuk Novisiat Serikat Yesus.
Kalau kita sadar bahwa menjadi orang kudus adalah panggilan kita semua, tentu kita tidak akan kesulitan mencari orang - orang Kudus di sekitar kita. Kita semua dipanggil untuk menjadi orang kudus dan perlu kita sadari bahwa kehidupan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo dan Suster, tapi juga untuk kalian semua.
Salah satu sarana yang bisa kita pergunakan untuk menjadi orang kudus telah diberikan oleh Gereja, yaitu melalui Sakramen pengampunan dosa. Orang Katolik yang rajin mengaku dosa dan menerima komuni bisa memulai proses panjang untuk menjadi orang kudus. Rahmat yang kita terima dari Sakramen pengakuan dosa bisa membuka mata kita untuk melihat bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang disi oleh para pendosa, orang - orang yang lemah dan mudah tergoda, orang - orang yang telah lari jauh dari Tuhan, dan orang - orang yang telah kehilangan arah dan tujuan. Akan tetapi Tuhan selalu menawarkan pengampunan yang tanpa batas. Melalui pengampunan Tuhan tersebut kita semua bisa menjadi orang kudus.
Leon Bloy, seorang pujangga dan penulis dari Perancis pernah menulis, "kesedihan utama, kegagalan utama, dan tragedy utama dalam kehidupan ini adalah tidak menjadi orang Kudus." Dalam hidupnya Bloy mempunyai dua orang anak murid yang dia kasihi yaitu Raïssa Oumançoff and Jacques Maritain. Ketika Itu Raissa dan Jacques adalah mahasiswa di Sorbone University di Paris, dan tempat mereka kuliah tidak lebih dari padang kering dan tandus dalam kehidupan rohani. Karena mereka merasa kering dalam hidupnya, mereka memutuskan untuk memberi tengat waktu satu tahun untuk menemukan arti kehidupan. Kalau mereka gagal menemukan makna kehidupan, maka mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Pada saat yang sama mereka mendengar dari teman - teman tentang sosok Leon Bloy, dan teman - teman mereka menganjurkan Raissa dan Jacques bertemu orang tua yang aneh ini. Mereka pun akhirnya bertemu langsung pada tahun 1905; di sosok Leon Bloy, Raissa dan Jacques menemukan sosok manusia yang belum pernah mereka temui. Bloy adalah sosok yang begitu haus dan lapar akan sang Maha Kuasa. Pada saat yang sama Bloy mendoakan agar kedua anak muda ini bisa menjadi orang Kudus. Sejarah mencatat bahwa Jacques Maritains dengan dukungan Raissa akhirnya berpengaruh besar terhadap gereja Katolik, khususnya Konsili Vatikan II.
Di Bacaan injil, hari ini Yesus berkata, mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapatkan, ketuklah maka pintu akan dibukakan. Ini adalah undangan bagi kita untuk berdoa agar kita bisa menjadi orang Kudus, dan juga kita perlu mendoakan orang - orang di sekitar kita untuk bisa menjadi orang Kudus. Sebagian dari kita mungkin sudah pernah mendengar cerita Santo Ignatius dari Loyola dan Santo Fransiskus Xavier. Ketika mereka masih mahasiwa di Universtas Paris, Fransiskus selalu memandang sebelah mata Ignatius yang lebih tua dan kelihatan ketinggalan jaman. Sementara Ignatius terus berusaha meyakinkan teman mudanya untuk mengikuti Latihan Rohani. Ignatius pun terus berdoa agar teman mudanya ini bisa menjadi orang kudus. Sampai pada akhirnya doa Ignatius terkabul dan Fransiskus Xaverius pun bersedia melakukan Latihan Rohani dan kemudian menjadi seorang misionaris yang menyebarkan agama Katolik ke berbagai penjuru muka bumi.
Mengapa saya saat ini bisa menjadi seorang Romo juga tidak lepas dari doa berbagai pihak, mulai dari Ibu saya sampai teman - teman saya, dan khususnya para Kudus di surga. Di tahun terakhir saya tinggal di Yogya, saya mulai kehilangan pegangan iman dan perlahan lahan meninggalkan Gereja. Ketika pindah ke Jakarta setelah saya lulus dari Fakultas Hukum UGM, saya bertemu dengan seorang teman SMA saya di Jakarta. Ketika itu kita bertemu di Mac Donald di Gadjah Mada Plaza. Saya pun ketika itu langsung memesan burger, sementara teman saya itu mengatakan dia tidak akan pesan apa - apa karena hari itu adalah hari Jumat, yang merupakan hari puasa dan pantang bagi umat Katolik. Saya sedikit merasa aneh bin salah tingkah karena tidak sadar bahwa hari itu adalah hari Jumat pada masa PraPaskah. Akan tetapi setelah itu saya terus menjalani kehidupan yang jauh dari Gereja. Sementara teman saya ini hanya bisa mendoakan orang seperti saya untuk bisa kembali ke jalan yang benar. Doa orang - orang di sekitar saya pun akhirnya terkabul ketika saya merasa terpanggil untuk kembali ke Gereja dan akhirnya memutuskan untuk masuk Serikat Yesus.
Saya baru di tahbiskan 50 hari yang lalu, jadi perjalanan saya masih panjang dan oleh karena itu saya meminta tolong agar kalian semua terus mendoakan saya untuk menjadi seorang Romo yang kudus. Akan tetapi sekali lagi panggilan untuk menjadi orang Kudus bukan hanya untuk para Romo. Oleh karena itu marilah kita semua agar berdoa untuk satu sama lain, agar diri kita sendiri, teman kita, saudara – saudara, anak masing masing agar bisa menjadi orang Kudus.
Acara Natal Online WKICU - 25 Desember 2020
Mari kita melihat bersama rekaman ‘Acara’ online setelah Misa Natal WKICU…
Tahun ini, 2020, hampir seluruh dunia merasakan yang tidak pernah dialami tahun-tahun sebelumnya, yang berdampak pula di Natal 2020.
Begitu pula dengan Natal WKICU, tidak ada ramah tamah di San Leanders maupun di St. Justin. Tetapi, dengan rahmat Tuhan kita yang selalu bermurah hati, kita dapat menyelenggarakan ‘acara’ online sederhana ini setelah Misa Natal pada tanggal 25 Desember 2020.
Untuk umat yang tidak ‘hadir’ saat acara ini ditayangkan, dapat menikmati rekaman nya. Mudah-mudahan ini menjadi sejarah tak terlupakan untuk kita semua, dan mari kita semua berdoa semoga kita dapat berkumpul kembali sebagai satu komunitas di Natal yang akan datang.
Untuk melihat rekaman acara tersebut, umat bisa klik video di bawah ini atau klik link ini.
Kado Natal
Tiap kali dalam masa menjelang Natal, ada sebuah kesadaran yang selalu muncul dalam batinku. Kado apa yang layak kubawa ke hadapan Yesus. Seperti juga malam ini, diam-diam kutanya “Yesus, hadiah apa yang layak kubawa untukmu ?”
Masa menjelang Natal selalu terasa istimewa, ada sebuah kesadaran yang selalu muncul dalam batinku. Kado apa yang bisa kubawa ke hadapan Yesus yang kelahiranNya selalu dirayakan setiap tahun oleh semua bangsa yang hidup di seluruh pelosok dunia ini. Kemudian tanyaku pula, apakah di Natal tahun ini Yesus menemukanku sebagai pribadi yang lebih baik dari tahun kemarin, sudah lebih religiuskah aku sekarang, lebih akrabkah hubunganku dengan Dia. Lagi, apa kira-kira yang Yesus ingin aku perbuat, apa yang harus kuperbaiki, apa saja kekurangan dan kesalahan yang harus kutinggalkan. Hatiku bertanya, bagaimana agar menyenangkan hati Yesus, yang adalah Tuhan. Hatiku bertanya “Yesus, apa yang layak kupersembahkan ?”. Aku tidak berpikir akan menerima kado apa di hari Natal, tetapi kado Natal seperti apa yang bisa kuberikan.
Seperti juga malam ini, diam-diam kutanya “Yesus, hadiah apa yang layak kubawa untukmu ?”.
Yesus, emas aku tak punya,
tabunganku pun engkau tahu tak seberapa.
Dan membantu orang lain, hampir aku tak pernah bisa karena waktuku habis untuk kerja.
Yesus, talentaku tak seberapa,
suaraku tak cukup bagus untuk menyanyi di gereja,
dan memainkan alat musik pun aku tak bisa.
Hening......,
hati ini tak lagi bersuara,
Yesus juga tak berkata-kata.
Oh …. sejurus kemudian aku ingat,...
Dulu sebelum Yesus lahir...
bukankah Allah Bapa ingin jalan jalan diluruskan bagiNya ?.
DiutusNya seorang Yohanes pembaptis yang berseru-seru dengan suaranya yang lantang. Diserukannya pertobatan tanpa henti tanpa bosan ke semua orang. Apa yang diserukan oleh seorang Yohanes Pembaptis, pasti hakikatnya adalah suara Allah Bapa. Seruan Yohanes Pembaptis pasti adalah seruan Roh Kudus. Dan apa yang diserukannya tidak lain dan tidak bukan, adalah pertobatan. Pertobatanlah yang diharapkan Tuhan.
And I can not be an exception, Tuhan mau aku bertobat.
Maka kupusatkan pikiranku kepada arti sebuah pertobatan.
Rasa-rasanya aku sudah sering bertobat lewat sakramen pengakuan dosa. Namun sepertinya, aku selalu mengulangi dosa-dosa yang itu itu saja. Lalu aku selalu menyesali dosa-dosa itu, mengaku dosa, dan berjanji tidak akan berbuat dosa lagi.
Tetapi kemudian aku akan jatuh lagi, dalam dosa dan kesalahan yang itu itu lagi.
Aku lalu menyadarinya, dan mengaku dosa lagi.
Selalu begitu, berulang-ulang seterusnya.
Mungkin di dunia ini bukan hanya aku saja yang mengalami seperti ini.
Tetapi,… “Why ?”. Tanyaku.
Mungkinkah aku struggling dengan imanku akan Kristus Yesus?. Apakah imanku lemah dan aku kurang percaya kepada Tuhan ?.
Bukan, bukan itu. Kita tahu bahwa iman kita akan Tuhan Yesus Kristus adalah iman yang sejati yang tidak akan goyah ‘sepanjang hayat masih di kandung badan’. Jadi, apa yang salah ?, di mana letak masalahnya ?.
Lama ku termenung,...
Dan ternyata.. kuncinya terletak pada hati kita yang tidak pernah betul-betul bertobat. Orang Londo bilang it is because we’ve never met the conditions of full repentance. Kita belum mengalami sebuah pertobatan hati yang mendalam, pertobatan yang sejati, the change of heart.
Apa itu a full repentance?
Repentance dalam bahasa Yunani (Greek) di perjanjian baru berarti ‘to change your mind’, to change the way you think. Kalau selama ini cara hidup saya tertuju untuk memenuhi kebutuhan hidupku dan memuaskan keinginanku sendiri, maka saya ubah. Saya akan hidup untuk memuliakan dan menyenangkan hati Yesus, Juru Selamatku. Ini adalah suatu keputusan, bukan soal emosi. It is a decision, not an emotion.
Jadi bisa saja seseorang memutuskan untuk bertobat tanpa melibatkan atau memperlihatkan perubahan emosinya (baik ke diri sendiri ataupun kepada orang lain). Tetapi pertobatan tidak mungkin terjadi tanpa ada perubahan kehendak (a change of your will).
Dan dalam bahasa Ibrani (Hebrew) di perjanjian lama berarti “to turn around”. Kalau selama ini saya menjauhi & membelakangi Allah, maka sekarang saya membalik arah, wajah dan hidupku 180 derajat kepada Allah yang maha pengasih. Bapa, inilah aku, katakanlah apa yang harus kuperbuat, apapun, dan aku akan melakukannya.
Gabungkanlah kedua arti pertobatan di atas, maka kita akan melihat gambaran yang sempurna akan sebuah pertobatan yang sejati. Iman hanya akan datang lewat pertobatan. Pertobatan membuahkan iman. Alkitab berkata “Bertobatlah dan percaya kepada Injil” kata Yesus dalam Mrk 1:12-15.
Kisah The Prodigal Son (Lukas 15) adalah contoh yang baik akan sebuah pertobatan yang sejati. Ada moment of truth ketika sang anak menyadari semua kesalahannya, menyesal, dan mengambil keputusan untuk kembali ke rumah Bapa. Pertobatan bukanlah perkara emosi, melainkan adalah perkara kehendak hati. Pertobatan bukan lahir dari sebuah emosi atau perasaan, tetapi lahir dari kehendak dan komitmen hati yang sungguh-sungguh mau berubah.
Kalau kita bisa menyentuh hati seseorang dan mengarahkan kehendak bebasnya untuk bertobat, maka pertobatan itu akan mengarah kepada sebuah pertobatan yang permanen, yang sejati. Itulah Full Repentance.
Banyak orang kristen yang ingin sungguh-sungguh berubah dan tidak ingin mengulangi dosa-dosa mereka, tetapi teramat sering niat dan perubahan hati itu tidak permanen, tidak bertahan lama. Misalkan setelah mendengarkan khotbah atau mengikuti acara rohani,.. banyak orang yang akan merasakan dorongan untuk bertobat, merasa iman dan harapannya diteguhkan, merasa diampuni dosanya, diringankan beban hidupnya, dan hubungannya dengan Tuhan diperbaiki. Mereka mendapatkan emotional experience dan merasa wonderful, excited untuk beberapa waktu, entah itu sehari, seminggu, bahkan bertahan sebulan atau lebih. Tetapi pada akhirnya, mereka pelan-pelan mulai kehilangan semuanya itu, mengapa ? karena sesungguhnya kehendak bebas mereka belum tersentuh. Ini persis seperti yang aku alami selama ini; seringkali jatuh dalam dosa-dosa yang sama. Jelas ini bukan a Full Repentance.
Maka seperti the Prodigal Son yang rindu rangkulan dan pengampunan ayahnya; aku juga rindu akan pengampunan dan penerimaan kembali seorang Bapa atas anakNya. Aku rindu untuk mengalami pertobatan hati yang bukan sekedar menentramkan perasaanku saja, tetapi juga mengubah jiwa dan ragaku secara utuh dan sepenuhnya didasarkan akan cinta yang tulus kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pertobatanku tidak boleh sebatas demi rasa damai & rasa nyaman yang sementara, namun haruslah pertobatan itu permanen dan sungguh pantas menjadi kado Natal terbaik yang bisa kupersembahkan untuk Yesus. Aku ingin lahir baru bagi Yesus, karena bukankah Yesus telah lebih dahulu rela lahir bagiku ?.
Selamat Natal 2020,
Mari dengan rendah hati kita masing-masing mempersembahkan kado Natal yang terbaik untuk Yesus. Semoga pertobatan kita berkenan bagiNya. Amin.
Bay Area, Desember 2020.
Miracle on a Train
But things happen whenever God pleases, either we ask it or not, not according to us, but according to His will.
Dalam perjalanan kereta api dari sebuah kota di Jawa Tengah menuju Jakarta, seorang kakek duduk tenang menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Dia tampak begitu menikmati apa yang terlihat lewat jendela kereta; alam pedesaan, silih berganti dengan alam perkotaan, rumah-rumah penduduk dan aktivitas mereka, pepohonan, sawah dan keindahan perbukitan dan gunung-gunung yang tampak di kejauhan. Begitu menyenangkan melihat semuanya itu, membawa rasa takjub dan pelan-pelan memunculkan rasa syukur di dalam hatinya.
Dari tempat dudukku yang berseberangan, berhadap-hadapan dan hanya berjarak dua baris jauhnya, saya bisa melihat kakek itu sepertinya hendak mulai berdoa. Dia memejamkan mata, dan secara perlahan tangannya yang kiri diletakkan di dada, dan tangan kanannya membuat tanda salib: Atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Oh dia seorang Katolik, pikirku.
Saya mengalihkan pandangan keluar jendela di sebelah saya,.. memandang alam persawahan yang mulai menguning, terbentang seluas mata memandang.
Tidak terlalu keras, tetapi saya bisa mendengarnya dengan jelas. Suara seorang wanita, katanya: “Bapak berdoa kan bisa diam-diam, tidak perlu bikin tanda salib begitu. Kan ini kereta, orang tidak perlu melihat itu, mengganggu sekali”.
Kakek itu diam, tetapi karena wajahnya sedang menghadap ke seseorang duduk di hadapannya, maka saya mengerti bahwa wanita yang duduk di depannya lah itu, yang tadi bersuara.
Wah bakal ribut ini,..pikirku. Seketika suasana terasa awkward sekali, ..akankah kakek itu balas membela diri? ataukah sang ibu akan berkata-kata protes lagi ?.
Hening,.... Kakek itu tampak menundukkan kepalanya, menutup mata..dia tampak melanjutkan doanya, dan tak lama kemudian dia selesai.
Aku menunggu apa yang akan terjadi, tetapi nothing.
Good,..nothing’s bad happening, pikirku lega. Case closed. Sesederhana itu.
I was wrong.
Tangan kakek itu tampak mengambil sesuatu dari balik jaketnya, saku dalam di bagian dada. Oh my,..what is that? a gun? a knife? his wallet ..?. apakah dia akan menyakiti si ibu ?.
Oh saya hampir tidak mempercayai apa yang saya lihat… begitu familiar, begitu kecil tapi it is really something. Kakek itu hendak berdoa rosario !. Salib rosario itu diciumnya,.. Dia hendak memulai berdoa dengan membuat tanda salib…. Dan di saat itulah terdengar suara sang ibu, kali ini lebih keras dari yang tadi saya dengar, dan nadanya tidak segan-segan lagi.
“Pak !,.. bapak silakan jangan berdoa di sini, semua orang bisa melihat apa yang bapak lakukan, ini tempat umum. Jangan mengganggu semua penumpang di sini, silakan bapak pergi ke tempat lain kalau mau berdoa. Sudah tua dan sudah bau tanah, masih bertingkah seperti orang suci. Bukan sombong ya pak, saya ini juga Katolik, tapi tidak perlu seperti itu”.
Sang kakek saya lihat menutup mulutnya rapat-rapat, tapi saya tau dia kelihatan menahan emosi, karena pandangannya tertuju kepada si ibu itu.
Katanya kemudian, “Maaf ibu,..saya tidak bermaksud mengganggu siapa pun. Saya berdoa di tempat duduk saya sendiri sesuai tiket, dan saya tidak bisa pindah ke tempat duduk orang lain di kereta ini. Justru karena saya sudah tua ini,..saya perlu berdoa lebih banyak lagi untuk lebih dekat dengan Tuhan”.
Si ibu tiba-tiba berdiri sambil satu tangannya diletakkan di pinggang..”Pokoknya saya tidak mau bapak berdoa di depan saya…! Silakan perg....”
Belum selesai ucapan si ibu,.. anak remaja laki-laki yang sedari awal duduk persis di bangku depan saya tiba-tiba berteriak “Ibu ! jangan larang bapak itu berdoa. Dia orang Kudus !”.
Belum pernah saya melihat pancaran mata seseorang berubah begitu drastisnya. Sang ibu terbelalak matanya, mulutnya menganga, seperti orang bingung dia memandang sang anak, kemudian ganti berpaling ke sang kakek, kemudian ke sang anak, kembali ke sang kakek…..dia seperti orang kebingungan tapi tidak mengucapkan apa pun. Matanya seperti melihat hantu.
Aku juga ikutan bingung. Lho… lho… ternyata sang anak tahu sang kakek berasal dari Kudus ? dan ini amat mengejutkan ibunya?.
Belum sempat aku berpikir mencerna apa yang sedang terjadi,..tiba-tiba sang ibu menangis keras,..jatuh bersimpuh di depan sang kakek sambil menyentuh lututnya. Para penumpang yang lain menoleh dan seolah ingin tahu apa yg telah terjadi, beberapa penumpang berdiri untuk melihat lebih jelas siapa yang menangis. Tangis sang ibu semakin menjadi-jadi,.. Dia sesenggukan, kulihat bahunya berguncang menahan emosi yang begitu meluap.
Sang kakek berusaha menenangkan si ibu,.. “Sudahlah bu, duduklah kembali. Tidak ada yang perlu disesalkan”
Masih terisak-isak dan sapu tangannya menutup mulutnya,.. Dia berkata pelan tapi aku jelas mendengarnya..”bukan,...bukan,......anak.. .. anakku ini .. dia bisu sejak lahir. Tapi hari ini bisa bicara”.
Suara roda besi kereta api saling bersahutan, beradu dengan rel kereta,..tiap gesekannya seperti musik yang indah dalam waktu yang seolah berhenti. Guncangan dan goyangan kereta tak mampu menggerakkan bola mataku, pandanganku terpaku. Hanya terasa begitu banyak angin di tenggorokanku dan terasa dingin,.. tak sadar, entah sudah berapa lama aku menganga.
- - - -
Miracle itu sungguh mengguncang jiwanya, sehingga sang ibu merespon dengan sebuah pertobatan hati, karena kuasa Tuhan terjadi pada anaknya yang sudah 14 tahun bisu, tidak pernah bicara sejak lahir. Kejadian ini membuatnya sungguh percaya kepada Tuhan, dan kekatolikannya berubah 180 derajat sehingga sekarang dia tidak lagi malu mengakui dan mempraktekkan imannya Kristennya di depan umum. “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 10:32-33). Bapa mengijinkan mujizat ini terjadi untuk membawa sang ibu kepada pertobatan.
Sekarang, tulisan ini bukan tentang si ibu atau anaknya, bukan pula tentang si kakek yang bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya di kota Kudus. Melainkan, tentang apakah sebagai orang Katolik, anda dan saya sudah mempraktekkan kekatolikan kita, ataukah sebaliknya kita malu menjalankannya?.
Aku juga percaya kisah ini akan membawa perenungan dan pertobatan, maka aku menuliskannya dengan kesungguhan hati. Nothing is impossible for God. Sometimes we just have to ask, seek, and knock on the door. But things happen whenever God pleases, either we ask it or not, not according to us, but according to His will.
Ingatlah bahwa the greatest miracle from God the Father sudah terjadi 2,000 tahun lalu di Bethlehem. Santa Maria Perawan Tak Bernoda telah dipilih Allah untuk melahirkan Immanuel, Sang Juru Selamat bagi kita umatNya. Merry Christmas.
Bay Area, Dec 2020
(Tulisan ini terinspirasi dari ilustrasi yang disharingkan oleh Uskup Mgr Antonius Budianto Bunjamin, OSC dari keuskupan Bandung, dalam homili misa Natal 2020)
Kasih Tuhan Sepanjang Masa; Kejarlah Keutamaan Dalam Hidup.
Selamat Natal 2020 dan Berkat Tuhan dalam Tahun 2021
(Surat Natal dari om Hok Kan)
Ola Kawan2 dan Keluarga,
Semoga surat ini menjumpai kalian sekeluarga dalam keadaan sehat walafiat.
Tahun 2020 banyak mengandung kejadian yang tidak menyenangkan. Media dan TV memuat kabar bohong dan palsu, yang kadang2 memuakkan. Pernyataan2 dan tingkah laku pembesar sering tidak sepantasnya. Dan ini berlaku dalam pandemi virus dan krisis ekonomi. Ditambah lagi ketegangan dengan China dan Russia, serta banyak daerah rusuh didunia. Menjelang pemilihan umum di Amerika Serikat keadaan menjadi semakin kacau dan demokrasi agak terancam.
Syukurlah Tuhan Maha Pengasih. Segala kegaduhan ini pada akhirnya hanya menghasilkan kekecewaan. Hanyalah satu hal yang penting: hubungan kita dengan Tuhan. Yang lainnya adalah kesiasiaan. Semoga masa Natal membawa kembali ketenangan dan Tahun Baru 2021 menyertai harapan dan perdamaian di dunia.
Segala daya-upaya mengumpulkan harta dunia, pengetahuan dan nama ; malah juga usaha memupuk hubungan baik dan cinta kasih dengen kawan dan keluarga, hanya memberi kepuasan sementara. Semuanya adalah sia- sia belaka.
Dalam beberapa bulan terakhir saya cukup waktu untuk meneropong petualangan saya dan keluarga. Kami keluarga imigran keturunan Tionghoa-Indonesia-Amerika dari tanah Dayak, yang memberanikan diri mengejar impian hidup layak di benua Amerika. Berkat karunia Tuhan keluarga kami selamat sampai sekarang.
Semoga kalian, teman dan keluarga yang terkasih, serta semua yang kalian cintai, juga masih diberi kesempatan untuk menyumbangkan jasa bagi kemuliaan Nama Tuhan.
Selamat Natal 2020 dan Berkat Tuhan dalam Tahun 2021
Dengan salam hangat serta doa dalam Kristus,