Miracle on a Train
Dalam perjalanan kereta api dari sebuah kota di Jawa Tengah menuju Jakarta, seorang kakek duduk tenang menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Dia tampak begitu menikmati apa yang terlihat lewat jendela kereta; alam pedesaan, silih berganti dengan alam perkotaan, rumah-rumah penduduk dan aktivitas mereka, pepohonan, sawah dan keindahan perbukitan dan gunung-gunung yang tampak di kejauhan. Begitu menyenangkan melihat semuanya itu, membawa rasa takjub dan pelan-pelan memunculkan rasa syukur di dalam hatinya.
Dari tempat dudukku yang berseberangan, berhadap-hadapan dan hanya berjarak dua baris jauhnya, saya bisa melihat kakek itu sepertinya hendak mulai berdoa. Dia memejamkan mata, dan secara perlahan tangannya yang kiri diletakkan di dada, dan tangan kanannya membuat tanda salib: Atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Oh dia seorang Katolik, pikirku.
Saya mengalihkan pandangan keluar jendela di sebelah saya,.. memandang alam persawahan yang mulai menguning, terbentang seluas mata memandang.
Tidak terlalu keras, tetapi saya bisa mendengarnya dengan jelas. Suara seorang wanita, katanya: “Bapak berdoa kan bisa diam-diam, tidak perlu bikin tanda salib begitu. Kan ini kereta, orang tidak perlu melihat itu, mengganggu sekali”.
Kakek itu diam, tetapi karena wajahnya sedang menghadap ke seseorang duduk di hadapannya, maka saya mengerti bahwa wanita yang duduk di depannya lah itu, yang tadi bersuara.
Wah bakal ribut ini,..pikirku. Seketika suasana terasa awkward sekali, ..akankah kakek itu balas membela diri? ataukah sang ibu akan berkata-kata protes lagi ?.
Hening,.... Kakek itu tampak menundukkan kepalanya, menutup mata..dia tampak melanjutkan doanya, dan tak lama kemudian dia selesai.
Aku menunggu apa yang akan terjadi, tetapi nothing.
Good,..nothing’s bad happening, pikirku lega. Case closed. Sesederhana itu.
I was wrong.
Tangan kakek itu tampak mengambil sesuatu dari balik jaketnya, saku dalam di bagian dada. Oh my,..what is that? a gun? a knife? his wallet ..?. apakah dia akan menyakiti si ibu ?.
Oh saya hampir tidak mempercayai apa yang saya lihat… begitu familiar, begitu kecil tapi it is really something. Kakek itu hendak berdoa rosario !. Salib rosario itu diciumnya,.. Dia hendak memulai berdoa dengan membuat tanda salib…. Dan di saat itulah terdengar suara sang ibu, kali ini lebih keras dari yang tadi saya dengar, dan nadanya tidak segan-segan lagi.
“Pak !,.. bapak silakan jangan berdoa di sini, semua orang bisa melihat apa yang bapak lakukan, ini tempat umum. Jangan mengganggu semua penumpang di sini, silakan bapak pergi ke tempat lain kalau mau berdoa. Sudah tua dan sudah bau tanah, masih bertingkah seperti orang suci. Bukan sombong ya pak, saya ini juga Katolik, tapi tidak perlu seperti itu”.
Sang kakek saya lihat menutup mulutnya rapat-rapat, tapi saya tau dia kelihatan menahan emosi, karena pandangannya tertuju kepada si ibu itu.
Katanya kemudian, “Maaf ibu,..saya tidak bermaksud mengganggu siapa pun. Saya berdoa di tempat duduk saya sendiri sesuai tiket, dan saya tidak bisa pindah ke tempat duduk orang lain di kereta ini. Justru karena saya sudah tua ini,..saya perlu berdoa lebih banyak lagi untuk lebih dekat dengan Tuhan”.
Si ibu tiba-tiba berdiri sambil satu tangannya diletakkan di pinggang..”Pokoknya saya tidak mau bapak berdoa di depan saya…! Silakan perg....”
Belum selesai ucapan si ibu,.. anak remaja laki-laki yang sedari awal duduk persis di bangku depan saya tiba-tiba berteriak “Ibu ! jangan larang bapak itu berdoa. Dia orang Kudus !”.
Belum pernah saya melihat pancaran mata seseorang berubah begitu drastisnya. Sang ibu terbelalak matanya, mulutnya menganga, seperti orang bingung dia memandang sang anak, kemudian ganti berpaling ke sang kakek, kemudian ke sang anak, kembali ke sang kakek…..dia seperti orang kebingungan tapi tidak mengucapkan apa pun. Matanya seperti melihat hantu.
Aku juga ikutan bingung. Lho… lho… ternyata sang anak tahu sang kakek berasal dari Kudus ? dan ini amat mengejutkan ibunya?.
Belum sempat aku berpikir mencerna apa yang sedang terjadi,..tiba-tiba sang ibu menangis keras,..jatuh bersimpuh di depan sang kakek sambil menyentuh lututnya. Para penumpang yang lain menoleh dan seolah ingin tahu apa yg telah terjadi, beberapa penumpang berdiri untuk melihat lebih jelas siapa yang menangis. Tangis sang ibu semakin menjadi-jadi,.. Dia sesenggukan, kulihat bahunya berguncang menahan emosi yang begitu meluap.
Sang kakek berusaha menenangkan si ibu,.. “Sudahlah bu, duduklah kembali. Tidak ada yang perlu disesalkan”
Masih terisak-isak dan sapu tangannya menutup mulutnya,.. Dia berkata pelan tapi aku jelas mendengarnya..”bukan,...bukan,......anak.. .. anakku ini .. dia bisu sejak lahir. Tapi hari ini bisa bicara”.
Suara roda besi kereta api saling bersahutan, beradu dengan rel kereta,..tiap gesekannya seperti musik yang indah dalam waktu yang seolah berhenti. Guncangan dan goyangan kereta tak mampu menggerakkan bola mataku, pandanganku terpaku. Hanya terasa begitu banyak angin di tenggorokanku dan terasa dingin,.. tak sadar, entah sudah berapa lama aku menganga.
- - - -
Miracle itu sungguh mengguncang jiwanya, sehingga sang ibu merespon dengan sebuah pertobatan hati, karena kuasa Tuhan terjadi pada anaknya yang sudah 14 tahun bisu, tidak pernah bicara sejak lahir. Kejadian ini membuatnya sungguh percaya kepada Tuhan, dan kekatolikannya berubah 180 derajat sehingga sekarang dia tidak lagi malu mengakui dan mempraktekkan imannya Kristennya di depan umum. “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 10:32-33). Bapa mengijinkan mujizat ini terjadi untuk membawa sang ibu kepada pertobatan.
Sekarang, tulisan ini bukan tentang si ibu atau anaknya, bukan pula tentang si kakek yang bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya di kota Kudus. Melainkan, tentang apakah sebagai orang Katolik, anda dan saya sudah mempraktekkan kekatolikan kita, ataukah sebaliknya kita malu menjalankannya?.
Aku juga percaya kisah ini akan membawa perenungan dan pertobatan, maka aku menuliskannya dengan kesungguhan hati. Nothing is impossible for God. Sometimes we just have to ask, seek, and knock on the door. But things happen whenever God pleases, either we ask it or not, not according to us, but according to His will.
Ingatlah bahwa the greatest miracle from God the Father sudah terjadi 2,000 tahun lalu di Bethlehem. Santa Maria Perawan Tak Bernoda telah dipilih Allah untuk melahirkan Immanuel, Sang Juru Selamat bagi kita umatNya. Merry Christmas.
Bay Area, Dec 2020
(Tulisan ini terinspirasi dari ilustrasi yang disharingkan oleh Uskup Mgr Antonius Budianto Bunjamin, OSC dari keuskupan Bandung, dalam homili misa Natal 2020)