Tahukah Anda - Seri Liturgi
Di manakah lokasi Litugi Sabda dan Liturgi Ekaristi di mulai pada saat misa? Mari cari tahu bersama…..
1) Liturgi Sabda dalam Misa dimulai di:
a. Ambo
b. Altar
c. Depan Salib besar dengan corpus
d. Depan Kursi Imam
e. Depan Salib Pancang
f. Depan Sakristi
2) Liturgi Ekaristi dalam Misa dimulai di:
a. Ambo
b. Altar
c. Depan Salib besar dengan corpus
d. Depan Kursi Imam
e. Depan Salib Pancang
f. Depan Sakristi
Jawaban:
1) a. Ambo
2) b. Altar
Sumber: Presentasi ‘Pembekalan Liturgi’ oleh Romo Evodius, OSC
Tahukah Anda – Seri Liturgi
Sumber: Presentasi ‘Pembekalan Liturgi’ oleh Romo Evodius, OSC
1. Pusat atau bagian yang paling penting pada saat Perayaan Ekaristi adalah:
a. Ambo
b. Altar
c. Sakramen Mahakudus dalam Tabernakel
d. Salib besar dengan corpus
e. Kursi Imam
f. Salib Pancang
2. Ritus Pembuka dalam Misa dimulai di:
a. Ambo
b. Altar
c. Depan Salib besar dengan corpus
d. Depan Kursi Imam
e. Depan Salib Pancang
f. Depan Sakristi
Jawaban:
1. b.
2. d.
“Rutinitas Misa - Mengapa Kita Melakukan Rutinitas yang Sama?”
Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa umat Katolik di seluruh dunia melakukan rutinitas yang sama di setiap misa? Adakah juga yang tahu alasan atau tujuan dari rutinitas misa?
Nara Sumber: Romo Sam Nasada, OFM
Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa umat Katolik di seluruh dunia melakukan rutinitas yang sama di setiap misa? Adakah juga yang tahu alasan atau tujuan dari rutinitas misa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijelaskan secara sangat detail oleh Romo Sam Nasada, OFM pada acara OMK WKICU retreat yang bertema “Embracing the Eucharist.” Acara tersebut diadakan pada tanggal 15-17 September 2023 di Santa Teresita Youth Conference Center di Three Rivers, CA.
Romo Sam menjelaskan setiap elemen di dalam tiga misa selama retreat dengan menggunakan visi dari National Eucharistic Revival: “To inspire a movement of Catholics across the United States who are healed, converted, formed, and unified by an encounter with Jesus in the Eucharist - and who are then sent out on mission for the life of the world.”
Pertama-tama, Romo Sam menjelaskan arti dari kata Misa, yaitu ritual yang umat Katolik rayakan sebagai tanggapan terhadap perintah Yesus yang kita lakukan untuk mengenangNya. Salah satu cara untuk menggambarkan misa adalah dengan mengingat hari Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah atau Pekan Suci. Pekan suci adalah perayaan hidup dan pengorbanan Yesus Kristus untuk umat manusia. Karena itu, misa adalah kesempatan kita sebagai umat Katolik untuk menyembah dan bersyukur atas anugerah keselamatan kita di dalam Yesus Kristus.
Romo Sam juga menjelaskan bahwa di dalam Ekaristi, dunia ciptaan menemukan keagunganNya yang terbesar, dan kepenuhan sudah diwujudkan. Ia adalah pusat kehidupan alam semesta, pusat yang berkelimpahan cinta dan kehidupan yang tiada habisnya. Ekaristi juga menyatukan langit dan bumi, merangkul dan meresapi seluruh ciptaan. Maka dari itu, Ekaristi merupakan tindakan kasih kosmik karena dimanapun dirayakan, baik di altar sederhana di sebuah kampung atau di dalam gereja yang megah, Ekaristi selalu dirayakan di altar dunia.
Setelah kita mengerti arti Misa dan makna kata Ekaristi, marilah sekarang kita mencari tahu setiap elemen dan tujuannya sebagai berikut:
Elemen yang pertama - Pertemuan atau Upacara Perkenalan Misa
Tujuan: menyatukan kita menjadi satu tubuh, siap mendengarkan dan memecahkan roti bersama, karena Tuhan sendiri yang memanggil semua umat ke perayaan Ekaristi untuk hadir untuk menanggapi undanganNya.
Mengapa kita berlutut atau membungkuk pada saat memasuki gereja dan bangku gereja? Karena kita berlutut di hadapan kehadiran Kristus di tabernakel sebelum memasuki bangku gereja yang di adaptasi dari zaman abad pertengahan Eropa pada saat rakyat berlutut di hadapan raja dan orang yang berpangkat. Bagaimana kalau tabernakelnya tidak terletak di tempat kudus? Kita sepantasnya mengungkapkan rasa hormat terhadap altar, bahkan ada kebiasaan yang lebih kuno lagi yaitu membungkuk di depanNya sebelum memasuki bangku gereja.
Prosesi masuk misa bersama beberapa petugas liturgi - prosesi ini adalah tanda ziarah: kita datang, berjalan dari kehidupan biasa kita menuju tempat suci. Romo Sam juga menjelaskan kalau prosesi tidak dimulai pada saat lagu pembukaan dimainkan, melainkan dimulai pada saat kita bersiap-siap di rumah untuk menuju ke gereja.
Mengapa umat berdiri dan bernyanyi di awal misa? Berdiri adalah postur tradisional umat Kristiani saat berdoa yang mengungkapkan perhatian kita terhadap Firman Tuhan dan kesiapan kita untuk melaksanakannya. Kemudian, kita mulai dengan bernyanyi bersama untuk menyatukan pikiran dan suara kita dalam satu kata, ritme, dan melodi yang sama.
Tanda salib - untuk mengingatkan kita akan jati diri Kristiani yang telah kita tandai, tanda sebagai anak Tuhan dan murid Kristus.
Romo mencium altar - tanda penghormatan terhadap altar Kristus sebagai tempat pengorbanan misa, jenazah, dan darah Kristus yang disemayamkan.
Pengingatan akan Trinitas - Romo: “Rahmat Yesus Kristus, kasih Allah Bapa dan persekutuan Roh Kudus menyertaimu.” “Tuhan bersamamu.” Umat: “Dan bersama RohMu” (kutipan dari Laudato Si, paragraph 256). Kutipan kata-kata ini adalah inspirasi dari cara Santo Paulus menyapa orang-orang Kristen mula-mula dalam surat-suratnya. Bukan sekedar sapaan, tapi juga doa memohon rahmat, kasih sayang, dan persekutuan Tuhan kepada lawan bicara, tidak hanya di permukaan tetapi jauh di lubuk hati.
Ritus Pertobatan - kita diajak untuk mengingat dosa-dosa kita dan memohon kepada Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa kita, sehingga kita bisa bersih dan siap bertemu Tuhan.
Gloria - menyatukan suara dan hati kita dengan para wali dan malaikat di surga, agar langit dan bumi bertemu dan bersama-sama memuji Tuhan.
Di akhir misa bagian pertama, Romo mengajak umat untuk menyatukan pikiran dalam doa dengan undangan berdoa. Selalu ada jeda di saat ini untuk memberi setiap umat waktu mempertimbangkan niat doa, untuk mengatakan apa yang secara khusus ingin didoakan di dalam misa. Pada saat Romo mengatakan, “Marilah berdoa/Let us pray” dari doa Kolekta/Collect artinya adalah Romo mengoleksi semua intensi doa umat di satu doa dan mempersembahkannya kepada Tuhan.
Kata “Amin” yang umat sebutkan diambil dari kata Ibrani yang berarti “So be it (biarlah).”
Elemen yang kedua - Liturgi Sabda
Di dalam liturgi, kehadiran Yesus berada di dalam Kurban Misa: roti dan anggur dan pribadi pelayan, dalam sakramen-sakramen, dalam Sabda Tuhan, dan dalam gereja yang memohon dan bermazmur (kutipan dari Dokumen Konsili Vatikan II tentang liturgi Sacrosanctum Concilium).
Pada misa di hari Minggu, ada tiga bacaan (empat dengan Mazmur Tanggapan) yang diambil dari Kitab Suci. Bacaan-bacaan ini adalah cerita umat Tuhan. Praktik yang bagus adalah membaca semua bacaan ini di rumah sebelum datang ke gereja dan membagikan refleksinya kepada keluarga, teman dan lainnya, dan berpeganglah pada satu kata atau satu pesan yang paling menyentuh hati dan bawalah itu saat datang ke misa.
Bacaan pertama biasanya diambil dari kitab Perjanjian Lama. Tujuan dari bacaan pertama adalah untuk mengingat kembali asal mula perjanjian yang Allah buat dengan nenek moyang kita dalam iman. Bacaan pertama juga bisa diambil dari Kisah Para Rasul (biasanya pada masa Paskah) atau Kitab Wahyu. Bacaan pertama seringkali berhubungan dengan bacaan Injil dan akan memberikan latar belakang dan wawasan mengenai makna dari apa yang Yesus akan lakukan dalam Injil.
Mazmur Tanggapan - sebuah lagu dari himne yang diilhami Tuhan, diambil dari kitab Mazmur.
Bacaan kedua biasanya diambil dari Surat-Surat Paulus atau Surat-Surat apostolik lainnya kepada umat Ibrani, Surat Petrus dan Yohanes. Sedangkan bacaan Injil diambil dari salah satu empat Injil: kitab Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes.
Pada saat mendengarkan setiap bacaan, bukalah hati anda masing-masing untuk kata atau pesan yang menyentuh dengan cara yang istimewa. Ketika menanggapi syukur kepada Tuhan atau pujian kepada Tuhan Yesus Kristus setelah bacaan, anda sedang mengucap syukur atau memuji Tuhan walaupun anda tidak mengerti. Mengucapkan syukur terutama ditujukan kepada Tuhan sebagai pengakuan bahwa Tuhan hadir dan berbicara kepada anda melalui proklamasi Kitab Suci.
Mengapa kita berdiri pada saat Injil dibacakan? Dikarenakan kehadiran Kristus yang unik dalam pewartaan Injil, sudah lama menjadi kebiasaan untuk berdiri dengan penuh hormat dan hormat ketika mendengar kata-kata itu. Dan juga karena kita percaya bahwa Kristus hadir dalam FirmanNya karena Dia sendirilah yang berbicara ketika Kitab Suci dibacakan di gereja.
Salah satu peserta retreat bertanya, “Adakah alasannya mengapa struktur bacaan-bacaan berurut seperti yang dipraktikkan?” Romo Sam menjawab, “tidak ada alasan yang tertentu melainkan tradisi gereja Katolik.”
Homili adalah lebih dari sekedar khotbah atau ceramah tentang bagaimana kita harus hidup atau apa yang harus kita percayai. Homili adalah suatu tindakan ibadah yang berakar pada teks misa dan Kitab Suci, khususnya bacaan-bacaan yang baru saja diwartakan. Romo mengambil firman itu dan membawanya ke dalam situasi kehidupan kita saat ini. Janganlah berpikir, “Itu homili yang bagus,” melainkan, “Tuhan berbicara kepadaku hari ini.” Homili tidak dimaksudkan sebagai hiburan, ceramah, atau nasihat agama tetapi dimaksudkan untuk membuka dialog antara Tuhan dan anda untuk membangkitkan kerinduan akan Tuhan di dalam hati anda.
Syahadat Iman Nicea atau Syahadat Iman Para Rasul - pembacaan syahadat merupakan serangkaian kebenaran inti yang kita yakini sebagai umat Katolik dan pernyataan iman kita terhadap sabda yang telah kita dengar yang diproklamirkan dalam Kitab Suci dan homili. Syahadat Iman juga menghubungkan Liturgi Sabda dan Ekaristi sebagai jemaah yang mengenang kembali misteri iman yang akan kembali diwartakan dalam Doa Syukur Agung.
Doa Umat - tradisi yang lain di gereja Katolik adalah doa umat. Ini juga persembahanmu, persembahan doa dan niat. Ada empat kategori doa umat: gereja, bangsa dan pemimpinnya, orang-orang yang berkebutuhan khusus, dan kebutuhan lokal paroki kita.
Elemen yang ketiga - Liturgi Ekaristi
Persiapan altar - umat Kristen zaman dahulu masing-masing membawa roti dan anggur dari rumah mereka ke gereja untuk digunakan dalam misa dan untuk diberikan kepada pendeta dan orang miskin. Pada jaman sekarang, pikirkan tentang apa yang ingin anda persembahkan kepada Tuhan.
Romo Sam juga memakai analogi persiapan makan-makan pada acara Thanksgiving dan lainnya, untuk menghubungkan dengan kehidupan kita sehari-hari: 1) atur meja, 2) ucapkan rahmat, 3) bagikan makanan. Pada misa, tindakan ritual tersebut adalah 1) persembahan atau persiapan altar dan persembahan, 2) doa Syukur Agung, dan 3) upacara komuni.
Persembahan - Persembahan untuk paroki dan orang miskin diberikan dengan sumbangan uang. Sekeranjang berisi uang yang dikumpulkan itu kemudian dibawa kepada Romo untuk diberkati. Romo juga menerima roti dan anggur yang dibawakan oleh anggota jemaah, melambangkan bahwa mereka dipersembahkan oleh umat.
Ada yang bertanya, “Adakah syarat untuk jumlah sumbangan uang sewaktu misa?” Jawab Romo, “Tidak ada persyaratan. Semua tergantung dari kesadaran diri sendiri berapa jumlah uang yang layak dipersembahkan kepada Tuhan.”
Ada beberapa doa persiapan persembahan yang umat biasanya tidak dengar pada saat Romo mempersiapkan altar untuk Sakramen Ekaristi. Doa-doa ini berakar pada doa yang diucapkan Yesus sendiri pada perjamuan terakhir, doa Yahudi sebelum makan Paskah, memberkati dan bersyukur kepada Tuhan atas makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Berikut ini adalah doa-doa persiapan persembahan yang sesuai dengan Tata Perayaan Ekaristi (TPE):
Dengan semangkuk penuh hosti, “Terberkatilah Engkau, Tuhan Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu, kami menerima roti, yang kami persembahkan kepadaMu, hasil bumi dan usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti kehidupan.”
Dengan piala berisi anggur, “Terpujilah Engkau, Tuhan Allah semesta alam, sebab dari kemurahanMu, kami menerima anggur, yang kami persembahkan kepada-Mu, hasil pokok anggur dan usaha manusia, yang bagi kami akan menjadi minuman rohani.”
Romo Sam menambahkan bahwa kita juga mempraktikkan doa-doa ini pada saat kita berdoa sebelum makan yang berbunyi, “Bless us O Lord and these thy gifts…”
Menuangkan air ke dalam anggur - Alasan pertama adalah tradisi supaya anggurnya tidak terlalu kuat. Alasan kedua lebih bersifat teologis: air adalah simbol Kristus yang mencurahkan diriNya dan membagikan keilahianNya kepada kita dengan mengambil kemanusiaan kita.
Pencucian tangan - pada perjamuan Paskah, pemimpin perjamuan itu akan mencuci tangannya. Ini bukan sekadar membasuh kuman, tapi juga persiapan, penyucian jiwa, untuk mempersembahkan kurban suci misa.
Doa Syukur Agung - kita berseru kepada Tuhan untuk mengingat semua perbuatan penyelamatan yang luar biasa dalam sejarah kita dan untuk mengingat peristiwa sentral dalam sejarah kita, Yesus Kristus, dan khususnya peringatan yang Dia tinggalkan untuk kita pada malam sebelum Dia meninggal serta mengingat sengsara, kematian, dan kebangkitanNya. Setelah dengan rasa syukur mengingat semua tindakan penyelamatan luar biasa yang telah dilakukan Tuhan bagi kita di masa lalu, kita memohon kepada Tuhan untuk melanjutkan perbuatan Kristus di masa sekarang.
Ketika Romo berkata “Marilah kita mengarahkan hati kepada Tuhan,” itu merupakan pengingatan bahwa dalam misa kita mempersatukan diri kita dengan Kristus sebagai kurban. Kita ingat bahwa Tuhan tidak menginginkan kurban bakaran kita, melainkan hati kita yang menyesal dan rendah hati. Pada saat umat berseru, “Sudah kami arahkan,” itu adalah tanda bahwa umat siap untuk mempersiapkan hati kepada Tuhan. Pada saat umat berkata, “Sudah layak dan sepantasnya,” ini merupakan sebuah doa untuk mengingat betapa indahnya Tuhan kepada kita.
Ketika jemaat bernyanyi “Kudus…Kudus…” semua menyanyikannya bersama para malaikat dan persekutuan orang-orang kudus. Dengan nyanyian pujian ini, kita mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam bagian misa yang paling suci.
Epiklesis - panggilan kepada Roh Kudus untuk mengubah pemberian roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Hal ini terjadi ketika Romo mengulurkan tangan di atas roti dan anggur dan membuat tanda salib. Dengan kata-kata ini, kita juga diingatkan bahwa kita pun diambil, diberkati, dihancurkan, dan dibagikan untuk kehidupan dunia.
Sedangkan pada saat Romo berseru “Ini tubuhku dan Ini darahku” - ini adalah kata-kata institusi Ekaristi bukan Epiklesis.
Misteri Iman - proklamasi misteri iman adalah untuk mengingat perbuatan keselamatan yang luar biasa Tuhan kita: sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus.
Doksologi - doa kemuliaan kepada Tuhan dalam nama Kristus yang berbunyi, "Dengan Pengataran Dia, dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa. Amin.” Amin kita terhadap doa ini menyatakan persetujuan dan partisipasi kita dalam seluruh Doa Syukur Agung, atas konsekrasi diri kita sebagai kurban, dipersatukan dengan Kristus yang disebut sebagai Amin yang agung. Ceritanya adalah orang-orang Kristen mula-mulanya mengucapkan Amin ini dengan suara lantang, dengan segenap tenaga mereka, sehingga tembok-tembok gereja akan berguncang - seperti konser Taylor Swift, canda Romo Sam.
Bapa Kami - Mengapa Romo mengatakan “We DARE to say/Kami Berani berdoa” sebelum doa Bapa Kami? Ini untuk mengingatkan kita ketika Yesus menyebut dirinya Anak Allah dan para pemimpin Yahudi saat itu menuduhnya melakukan penistaan agama. Sudahkah kita menyadari jati diri kita sebagai anak Tuhan? Dengan kita berdoa Bapa Kami, kita juga mempersiapkan diri untuk makan dan minum di Perjamuan Tuhan dengan kata-kata yang diajarkan oleh Yesus: "Berilah kami rezeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami."
Tanda Perdamaian - Pada momen tanda perdamaian ini, kita mengakui bahwa meskipun kekerasan dan kekacauan terus berlanjut di luar, kita semua diberikan kedamaian di hati. Komuni adalah tanda dan sumber rekonsiliasi dan persatuan kita dengan Tuhan dan satu sama lain, kita membuat isyarat persatuan dan pengampunan dengan orang-orang di sekitar kita dan menawarkan mereka tanda perdamaian.
Pemecahan Roti - kita ingat lagi perkataan Yesus, “Inilah tubuhKu yang dipecah untukmu.” Selama ini, kita biasanya menyanyikan Anak Domba Allah. Di dalam perjamuan Paskah Yahudi, selalu ada daging yang telah disembelih. Darah Anak Domba akan digunakan untuk menandai pintu, sama seperti Musa diperintahkan untuk melakukannya agar para malaikat Tuhan dapat melewati pintu-pintu bangsa Israel agar terhindar dari kematian. Karena inilah, kita berdoa kepada Yesus, Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia agar mengasihani kami dan memberi kami kedamaian.
Komuni - Ketika Anda datang untuk komuni, ingatlah bahwa Anda menerima Ekaristi, bukan mengambilnya. Ketika kita menjawab dengan Amin, itu adalah sebuah penegasan bahwa kita percaya bahwa itu benar-benar Tubuh Kristus.
Doa setelah menerima komuni - Kini kita meluangkan waktu untuk berdoa dalam hati dalam hati, mengucap syukur, dan memuji Tuhan serta memohon semua yang dijanjikan sakramen ini. Salah satu cara untuk berdoa pada saat ini adalah dengan membayangkan diri Anda seperti Maria pada saat dia mengandung Yesus dan pergi mengunjungi sepupunya, Elisabet. Ketika Elisabet melihat Maria, bayi dalam kandungannya melonjak kegirangan. Pada saat itulah Maria menyanyikan lagu Magnificat, "Jiwaku mewartakan kebesaran Tuhan, hatiku bersukacita karena Allah penyelamatku, karena Ia telah memandang baik hambaNya yang hina ini." Kita bisa menyatukan doa kita dengan Maria, memuji Tuhan atas perbuatan besarNya kepada kita.
Ritus Penutup/Pengutusan - ini adalah misi dengan atau untuk diutus. Sama seperti ketika Maria mengunjungi Elisabet dan menyampaikan kabar baik kepadanya, kita pun kini harus membawa Yesus dan mewartakan kabar baik agar dunia dapat melompat kegirangan. Sama seperti Yesus menugaskan murid-muridnya untuk keluar dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, kita menundukkan kepala untuk menerima berkat dan penugasan.
Romo atau diakon kemudian membubarkan misa dengan mengatakan, “Pergilah dengan damai, memuliakan Tuhan dengan hidupmu.” Romo ingin melihat kita memuliakan Tuhan sepanjang waktu dan dalam segala aspek kehidupan kita, tidak hanya ketika kita berdoa atau membaca Alkitab atau berbicara tentang agama, tetapi juga ketika kita mencuci piring, mengerjakan pekerjaan rumah, dan sebagainya. St Irenaeus berkata, “kemuliaan Tuhan adalah pribadi manusia yang hidup seutuhnya.”
Ketika kita berseru “Syukur kepada Allah” di akhir misa, kita membawa Kristus ke dunia, kita membawa harapan di mana ada keputus asaan, kita membawa terang di mana ada kegelapan, kita membawa kegembiraan di mana ada kesedihan.
Apakah hal ini tampak menakutkan dan mustahil? Memang benar, namun keseluruhannya dirancang untuk membantu kita menyadari bahwa kita tidak sendirian. Kita melakukannya bersama Yesus, yang berjanji untuk menyertai kita dan gereja sampai akhir zaman. Kita telah menerima tubuhNya, maka kita kini menjelma menjadi tubuh mistikNya agar kita dapat hidup kekal dan dunia juga dapat hidup.
Semoga dengan penjelasan-penjelasan ini, kita semua umat Katolik khususnya di WKICU, bisa lebih mengerti dan menghargai setiap rutinitas yang kita jalani pada saat menghadiri misa. Amin!
Salam kasih Kristus!
**Disclaimers: semua materi dirangkum dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan izin dari Romo Sam. Kredit kepada Ingrid untuk kontribusi slides misa yang telah membantu penulisan artikel ini.
Tahukah Anda: Bulan Oktober = Bulan Maria
Original Text:
Question: Did Mary experience bodily death?
Answer:
Yes, it is the common teaching in the ordinary Magisterium of the Church and in its liturgical worship that Our Lady underwent bodily death. This is the unanimous teaching of all the Fathers of the Church in the context of their teaching on her Assumption. The fact that the Venerable Pius XII did not define that Our Lady died when he defined her bodily Assumption has been taken by many to mean that she did not die; but in the very bull of definition itself he brings forth the teaching of the Fathers that she died, was resurrected, and then assumed into heaven.
St. Thomas Aquinas held that Our Lady died as did everyone else. Bl. Duns Scotus did not deny that she died, but in his theology his followers found a rationale for holding that she did not. This is a theological opinion that is licit to hold but that is not the opinion expressed in the ordinary teaching of the popes and the Fathers and Doctors. Rather, the doctrine that Our Lady is everywhere seen as sharing in her Son’s lot indicates that she would have chosen to die (she did not have to die, since she was sinless) in order to conform herself to him who chose to die for the salvation of the world. This is by far the better attested and traditional teaching.
Source/Sumber: Catholic Answer
https://www.catholic.com/qa/did-mary-die
Indonesian Translation:
Pertanyaan: Apakah Bunda Maria mengalami kematian?
Jawaban:
Menurut ajaran Magisterium Gereja dan dalam ibadat liturgi bahwa Bunda Maria menjalani kematian jasmani. Ajaran ini disepakati oleh seluruh Bapa Gereja dalam konteks ajaran Bunda Maria di angkat ke Surga. Yang Mulia Pius XII tidak mendefinisikan Bunda Maria meninggal ketika ia mendefinisikan Pengangkatan tubuhnya, menjadikan banyak orang beranggapan Bunda Maria tidak mengalami kematian; namun dalam definisi itu sendiri, beliau menekankan ajaran para Bapa Gereja bahwa Bunda Maria mengalami kematian, dibangkitkan, dan kemudian diangkat ke surga.
Santo Thomas Aquinas berpendapat bahwa Bunda Maria mengalami kematian, sama halnya dengan kita semua. Beato Duns Scotus tidak menyangkal bahwa Bunda Maria juga mengalami kematian, namun dengan ajaran teologinya, membuat para pengikutnya berpendapat bahwa Bunda Maria tidak mengalami kematian. Pendapat teologis ini bisa diterima, tetapi bukan ajaran umum para Paus, Pimpinan Geraja dan Doktor Gereja. Sebaliknya, doktrin bahwa Bunda Maria ikut ambil bagian dalam sengsara Putranya menunjukkan bahwa ia memilih untuk mati (dia tidak harus mati, karena dia tidak berdosa) agar bisa bersama dengan Putranya yang memilih mati demi keselamatan umat manusia. Ini adalah pengajaran yang lebih baik dan tradisional.
The Gifts Of The Holy Spirit
Tahukah Anda ..
How many are the gifts of the Holy Spirit ?
1 Corinthians 12:4-6 “There are different kinds of spiritual gifts but the same Spirit; there are different forms of service but the same Lord; there are different workings but the same God who produces all of them in everyone”
According to Catholic Tradition, how many are the gifts of the Holy Spirit that were to descend upon us at the Sacrament of Confirmation?
a. Three
b. The number is different from one another, depending how focus we are during the Sacrament of Confirmation.
c. Seven
d. Ten
e. Are there such a thing?
Answer: C
The seven gifts of the Holy Spirit are, according to Catholic Tradition, wisdom, understanding, counsel, fortitude, knowledge, piety, and fear of God. The standard interpretation has been the one that St.Thomas Aquinas worked out in the thirteenth century in his Summa Theologiae:
Wisdom is both the knowledge of and judgment about “divine things” and the ability to judge and direct human affairs according to divine truth (I/I.1.6; I/II.69.3; II/II.8.6; II/II.45.1–5).
Understanding is penetrating insight into the very heart of things, especially those higher truths that are necessary for our eternal salvation—in effect, the ability to “see” God (I/I.12.5; I/II.69.2; II/II.8.1–3).
Counsel allows a man to be directed by God in matters necessary for his salvation (II/II.52.1).
Fortitude denotes a firmness of mind in doing good and in avoiding evil, particularly when it is difficult or dangerous to do so, and the confidence to overcome all obstacles, even deadly ones, by virtue of the assurance of everlasting life (I/II.61.3; II/II.123.2; II/II.139.1).
Knowledge is the ability to judge correctly about matters of faith and right action, so as to never wander from the straight path of justice (II/II.9.3).
Piety is, principally, revering God with filial affection, paying worship and duty to God, paying due duty to all men on account of their relationship to God, and honoring the saints and not contradicting Scripture. The Latin word ‘pietas’ denotes the reverence that we give to our father and to our country; since God is the Father of all, the worship of God is also called piety (I/II.68.4; II/II.121.1).
Fear of God is, in this context, “filial” or chaste fear whereby we revere God and avoid separating ourselves from him—as opposed to “servile” fear, whereby we fear punishment (I/II.67.4; II/II.19.9).
These are heroic character traits that Jesus Christ alone possesses in their plenitude but that he freely shares with the members of his mystical body (i.e., his Church). These traits are infused into every Christian as a permanent endowment at his baptism, nurtured by the practice of the seven virtues, and sealed in the sacrament of confirmation. They are also known as the sanctifying gifts of the Spirit, because they serve the purpose of rendering their recipients docile to the promptings of the Holy Spirit in their lives, helping them to grow in holiness and making them fit for heaven.
These gifts, according to Aquinas, are “habits,” “instincts,” or “dispositions” provided by God as supernatural helps to man in the process of his “perfection.” They enable man to transcend the limitations of human reason and human nature and participate in the very life of God, as Christ promised (John 14:23). Aquinas insisted that they are necessary for man’s salvation, which he cannot achieve on his own. They serve to “perfect” the four cardinal or moral virtues (prudence, justice, fortitude, and temperance) and the three theological virtues (faith, hope, and charity). The virtue of charity is the key that unlocks the potential power of the seven gifts, which can (and will) lie dormant in the soul after baptism unless so acted upon.
Because “grace builds upon nature” (ST I/I.2.3), the seven gifts work synergistically with the seven virtues and also with the twelve fruits of the Spirit and the eight beatitudes. The emergence of the gifts is fostered by the practice of the virtues, which in turn are perfected by the exercise of the gifts. The proper exercise of the gifts, in turn, produces the fruits of the Spirit in the life of the Christian: love, joy, peace, patience, kindness, goodness, generosity, faithfulness, gentleness, modesty, self-control, and chastity (Gal. 5:22–23). The goal of this cooperation among virtues, gifts, and fruits is the attainment of the eight-fold state of beatitude described by Christ in the Sermon on the Mount (Matt. 5:3–10).
Source/Sumber: Catholic Answer
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/the-seven-gifts-of-the-holy-spirit
(Indonesian translation)
Karunia Roh Kudus
1 Korintus 12:4-6 “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang”
Menurut Tradisi Katolik, ada berapa karunia Roh Kudus yang kita terima saat Sakramen Krisma?
A. Tiga
B. Jumlahnya berbeda-beda satu sama lain, tergantung seberapa fokus kita saat Sakramen Krisma.
C. Tujuh
D. Sepuluh
E. Apakah benar ada hal seperti itu?
Jawaban: C
Tujuh karunia Roh Kudus, menurut Tradisi Katolik, adalah Kebijaksanaan, Pengertian, Nasihat, Ketabahan Hati, Pengetahuan, Kesalehan, dan Takut akan Tuhan. Interpretasi standar ini adalah yang dibuat oleh St. Thomas Aquinas pada abad ketiga belas dalam Summa Theologiae-nya:
Kebijaksanaan adalah pengetahuan dan penilaian tentang “hal-hal ilahi” dan kemampuan untuk menilai dan mengarahkan urusan manusia berdasarkan kebenaran ilahi (I/I.1.6; I/II.69.3; II/II.8.6;II/II.45.1 –5).
Pengertian adalah kemampuan untuk menembus wawasan ke hal yang paling dalam, terutama hal kebenaran yang diperlukan untuk keselamatan jiwa kita—efektifnya, kemampuan untuk “melihat” Tuhan (I/I.12.5; I/II.69.2; II/II. 8.1–3).
Nasihat memungkinkan seseorang untuk diarahkan oleh Tuhan dalam hal yang diperlukan untuk keselamatan jiwanya (II/II.52.1).
Ketabahan hati berarti keteguhan dalam berbuat baik dan menjauhi kejahatan, terutama ketika seseorang sulit atau membahayakan untuk berbuat baik, disertai keyakinan dan kemampuan untuk mengatasi segala rintangan, termasuk rintangan yang dapat mengambil jiwa seseorang, dengan tujuan kehidupan abadi II/II. 61.3; II/II.123.2; II/II.139.1).
Pengetahuan adalah kemampuan menilai secara benar dalam hal iman dan kebenaran, agar tidak menyimpang dari keadilan (II/II.9.3).
Kesalehan pada prinsipnya adalah menghormati Tuhan dalam kasih sayang anak terhadap Bapak, setia melakukan ibadah dan kewajiban kepada Tuhan, memberikan kewajiban kepada semua orang berdasarkan hubungan manusia dan Tuhan, dan menghormati orang-orang kudus dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Kata Latin ‘pietas’ menunjukkan rasa hormat yang kita berikan kepada ayah dan negara kita; karena Tuhan adalah Bapak segala bangsa, maka melakukan ibadah kepada Tuhan adalah kesalehan (I/II.68.4; II/II.121.1).
Takut akan Tuhan, dalam konteks ini, adalah rasa untuk “berbakti” atau rasa takut yang membuat kita menghormati Tuhan dan tidak memisahkan diri dari-Nya—berbeda dengan rasa takut karena hukuman (I/II.67.4; II/II.19.9 ).
Karunia-karunia ini, menurut Santo Aquinas, adalah “kebiasaan”, “naluri”, atau “watak” yang diciptakan Tuhan sebagai bantuan supernatural untuk manusia dalam proses “kesempurnaannya”. Hal-hal tersebut memampukan manusia untuk melampaui keterbatasan akal budi dan kodrat manusia serta berpartisipasi dalam kehidupan Allah, seperti yang dijanjikan Kristus (Yohanes 14:23). Santo Aquinas menegaskan bahwa hal-hal tersebut diperlukan untuk keselamatan manusia, yang tidak dapat dicapainya sendiri. Karunia ini berfungsi untuk “menyempurnakan” empat kebajikan pokok atau kardinal (kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan penguasaan diri) dan tiga kebajikan teologis (iman, harapan, dan kasih). Kasih adalah kunci yang membuka potensi kekuatan tujuh karunia, artinya menjadikan tujuh karunia pasif setelah Sakramen Baptis kecuali ada kasih.
Karena “kasih karunia terbentuk secara natural” (ST I/I.2.3), ketujuh karunia itu bekerja secara sinergis dengan tujuh kebajikan, juga dengan dua belas buah-buah Roh Kudus dan delapan Ucapan Bahagia. Munculnya karunia-karunia tersebut dipupuk oleh praktik kebajikan, disempurnakan dengan penerapan karunia tersebut. Penggunaan karunia yang benar, akan menghasilkan buah-buah Roh Kudus dalam kehidupan: kasih, sukacita, kedamaian, kesabaran, kemurahan, kebaikan, murah hati, kesetiaan, kelembutan, kesopanan, pengendalian diri, dan kesucian ( Gal.5:22–23). Tujuan dari kerja sama antara kebajikan, karunia, dan dua bleas buah ini adalah untuk mencapai delapan ucapan kebahagiaan yang dijelaskan oleh Kristus dalam Khotbah di atas Bukit (Mat. 5:3-10).
Arti “Anak Allah” Seperti Tertulis Dalam Injil
You hear and read, and you may write this many times, but what does the biblical title “Son of God” mean as it was said of Jesus in the Gospels?
a. of similar substance with the Father
b. I am He
c. the glory of God is upon me
d. He is the literal Son of God
e. God is my father figure
Answer: D
As Jesus declared, “I and the Father are one” (John 10:30) and “Have I been with you so long, and yet you do not know me, Philip? He who has seen me has seen the Father; how can you say, ‘Show us the Father’ ?” (John 14:9). Even though, out of humility, Our Lord spoke of Himself as the “Son of Man”, His followers (see Simon Peter, Matthew 16:16) and even enemies (sarcastically, in the case of Caiaphas Mark 14:61) referred to Him as the “Son of God” (see also Psalm 2:7). “That the Father, not the Son, had revealed Christ’s identity as the Son of God shows how profound was the significance of Peter’s words even if Peter himself had not yet fully sounded their depth. By this revelation the Father had singled out Peter as the natural foundation for His Son’s society and Our Lord, as ever, follows His Father’s lead.
Faith in divinity of Chris must henceforth be a criterion of the true society of Christ” (A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Bernard Orchard, ed., Thomas Nelson and Sons, London, 1952, p.858, 881).
Source/Sumber: Inquizition - by Patrick Madrid
================================
Anda telah mendengar dan membaca, dan Anda mungkin telah menulis ini berkali-kali, tetapi apa arti “Anak Allah” seperti yang dikatakan tentang Yesus dalam Injil?
A. substansi yang serupa dengan Bapa
B. saya adalah Dia
C. kemuliaan Tuhan ada padaku
D. Dia adalah Anak Allah secara harfiah
e. Tuhan adalah sosok ayahku
Jawaban: D
Seperti yang Yesus nyatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30) dan “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: ‘Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami’ ?” (Yohanes 14:9).
Karena kerendahan hatiNya, Tuhan Yesus berbicara tentang diri-Nya sendiri sebagai “Anak Manusia”, tetapi para pengikut-Nya (lihat Simon Petrus, Matius 16:16) dan bahkan kelompok yang ‘memusuhi’ Nya (secara sinis, dalam kasus Kayafas Markus 14:61) mengacu pada Dia sebagai “Anak Allah” (lihat juga Mazmur 2:7). “Bahwa Bapa, bukan Putra, yang telah mengungkapkan identitas Kristus sebagai Putra Allah menunjukkan betapa dalamnya makna kata-kata Petrus bahkan saat Petrus sendiri belum sepenuhnya menyadari kedalaman makna tersebut. Melalui pewahyuan ini Allah Bapa telah memilih Petrus sebagai pondasi umat Putra-Nya, Tuhan Yesus, yang mengikuti kepemimpinan Allah Bapa-Nya.
Keyakinan akan keilahian Kristus harus menjadi kriteria umat Kristus sejati” (A Catholic commentary on Holy Scripture, Dom Bernard Orchard, ed., Thomas Nelson and Sons, London, 1952, p. 858, 881).
Source/Sumber: Inquizition - by Patrick Madrid
Tertianship
What is Tertianship?
a. Another name of Noah’s ark giant ship
b. The third US battleship in the second world war
c. The last stage of Jesuit Formation
d. The third book of Torah
e. The unpublished third letter of St Peter
Answer: c. The last stage of Jesuit Formation
The formation of a Jesuit is a journey that can last more than fifteen years and encompasses five key stages:
1. The Novitiate: ~ 2 years, learn about community, ministry, the Society of Jesus and Ignatian spirituality, and make a 30-day retreat. After those first two years, these men pronounce vows of poverty, chastity and obedience.
2. First Studies: ~ 3 years, studying philosophy and theology, while serving in community.
3. Regency: ~ 3 years, active ministry, like an internship.
4. Theology Studies: ~ 3 years, a final step towards priestly ordination. After receiving the Sacrament of Holy Orders, a Jesuit is sent on his first assignment as a priest.
5. Tertianship: Jesuit formation doesn’t stop after ordination. A Jesuit usually begin Tertianship three to five years after ordination. It is intended to be a time of renewal. A Jesuit revisits the foundational documents and history of the Society of Jesus. As he did as a novice, a Jesuit in tertianship once again makes the Spiritual Exercises of St. Ignatius Loyola. Known as the Long Retreat, the tertian prays in silence for 30 days. Tertianship is typically a nine-month program that includes spiritual training and apostolic ministry. After the tertianship, the Jesuit is called to pronounce a fourth and final vows to serve the Pope, the Church and the Society of Jesus.
Father Stefanus Hendrianto, SJ., is an Indonesian-born Jesuit priest and a member of the USA West Province of the Society of Jesus (Jesuit West). After his ordination in June 2019, Father Hendri was assigned by the Jesuit West to serve WKICU. Having served WKICU for over a year, Father Hendri received a new teaching assignment at the Gregorian University in Rome. After more than two years working in Rome, Father Hendri will start his Tertianship in Portland, Oregon, in October 2023, and the program will finish at the end of May 2024. Father Hendri is currently staying at Santa Clara University.
Source / Sumber: Jesuit Conference of Canada and the United States. https://beajesuit.org/jesuit-formation/
Apakah itu Tersiat?
A. Nama lain dari kapal raksasa bahtera Nuh
B. Kapal perang AS ketiga dalam perang dunia kedua
C. Tahap terakhir Formasi Jesuit
D. Kitab Taurat ketiga
e. Surat ketiga St Peter yang tidak diterbitkan
Jawaban: c. Tahap terakhir Formasi Jesuit
Pembentukan seorang Jesuit adalah sebuah perjalanan yang dapat berlangsung lebih dari lima belas tahun dan mencakup lima tahap kunci:
1. Novisiat: ~ 2 tahun, belajar tentang komunitas, pelayanan, Serikat Yesus dan spiritualitas Ignasian, dan melakukan retret 30 hari. Setelah dua tahun pertama itu, orang-orang ini mengucapkan kaul kemiskinan, kesucian, dan ketaatan.
2. Studi Pertama/Filsafat: ~ 3 tahun, belajar filsafat dan teologi, sambil mengabdi di komunitas
3. Tahun Orientasi Kerasulan: ~ 3 tahun, aktif dalam ‘panggilan’ melalui kerja nyata
4. Studi Teologi: ~ 3 tahun, langkah terakhir menuju penahbisan imam. Setelah menerima Sakramen Tahbisan, seorang Jesuit diutus untuk tugas pertamanya sebagai imam.
5. Program Tersiat: pembinaan Jesuit tidak berhenti setelah penahbisan. Seorang Jesuit biasanya memulai program Tersiat tiga sampai lima tahun setelah pentahbisan. Program ini dimaksudkan sebagai masa pembaharuan.
Seorang Jesuit meninjau kembali pedoman dasar dan sejarah Serikat Yesus. Seperti yang dilakukannya sebagai novis, dalam masa Tersiat, seorang Jesuit juga menjalani Latihan Rohani St. Ignatius Loyola yang dikenal sebagai Retret Panjang, berdoa dalam keheningan selama 30 hari. Tersiat biasanya merupakan program sembilan bulan yang mencakup latihan rohani dan pelayanan kerasulan.
Setelah program Tersiat, Jesuit dipanggil untuk mengucapkan kaul keempat dan terakhir untuk melayani Paus, Gereja dan Serikat Yesus.
Romo Stefanus Hendrianto, SJ adalah Romo Yesuit kelahiran Indonesia dan merupakan anggota Provinsi Serikat Yesus Amerika Serikat bagian barat (Jesuit West). Setelah ditahbiskan sebagai Imam pada bulan Juni 2019, Romo Hendri ditugaskan oleh Jesuit West untuk melayani WKICU. Setelah melayani WKICU lebih dari satu tahun, Romo Hendri mendapat penugasan baru untuk mengajar di Universitas Gregoriana di Roma. Setelah bertugas selama lebih dari dua tahun di Roma, beliau akan memulai program Tersiat nya di Portland, Oregon bulan Oktober 2023, dan program itu akan berakhir pada akhir bulan Mei 2024. Romo Hendri saat ini tinggal di kampus Universitas Santa Clara.
Tahukah Anda
“seseorang dibenarkan karena perbuatannya dan bukan hanya karena
imannya”
The biblical teaching that ‘a man is justified by his works and not by faith alone” appears in which New Testament epistle ?:
a. 1 Peter
b. Hebrews
c. Jude
d. James
e. 2 Timothy
Answer: d. James
(James 2:24) “See a person is justified by works and not by faith alone …….. (James 2:26) For as the body without a spirit is dead, so also faith without work is dead”
Source / Sumber: Inquizition by Patrick Madrid
Ajaran alkitab yang bunyinya “seseorang dibenarkan karena perbuatannya dan bukan hanya karena
imannya” tertulis dalam surat Perjanjian Baru yang mana ? :
A. Petrus Pertama
B. Ibrani
C. Yudas
D. Yakobus
E. Timotius Kedua
Jawaban: D. Yakobus
(Yakobus 2:24) “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman……(Yakobus 2:26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”