The Gifts Of The Holy Spirit
1 Corinthians 12:4-6 “There are different kinds of spiritual gifts but the same Spirit; there are different forms of service but the same Lord; there are different workings but the same God who produces all of them in everyone”
According to Catholic Tradition, how many are the gifts of the Holy Spirit that were to descend upon us at the Sacrament of Confirmation?
a. Three
b. The number is different from one another, depending how focus we are during the Sacrament of Confirmation.
c. Seven
d. Ten
e. Are there such a thing?
Answer: C
The seven gifts of the Holy Spirit are, according to Catholic Tradition, wisdom, understanding, counsel, fortitude, knowledge, piety, and fear of God. The standard interpretation has been the one that St.Thomas Aquinas worked out in the thirteenth century in his Summa Theologiae:
Wisdom is both the knowledge of and judgment about “divine things” and the ability to judge and direct human affairs according to divine truth (I/I.1.6; I/II.69.3; II/II.8.6; II/II.45.1–5).
Understanding is penetrating insight into the very heart of things, especially those higher truths that are necessary for our eternal salvation—in effect, the ability to “see” God (I/I.12.5; I/II.69.2; II/II.8.1–3).
Counsel allows a man to be directed by God in matters necessary for his salvation (II/II.52.1).
Fortitude denotes a firmness of mind in doing good and in avoiding evil, particularly when it is difficult or dangerous to do so, and the confidence to overcome all obstacles, even deadly ones, by virtue of the assurance of everlasting life (I/II.61.3; II/II.123.2; II/II.139.1).
Knowledge is the ability to judge correctly about matters of faith and right action, so as to never wander from the straight path of justice (II/II.9.3).
Piety is, principally, revering God with filial affection, paying worship and duty to God, paying due duty to all men on account of their relationship to God, and honoring the saints and not contradicting Scripture. The Latin word ‘pietas’ denotes the reverence that we give to our father and to our country; since God is the Father of all, the worship of God is also called piety (I/II.68.4; II/II.121.1).
Fear of God is, in this context, “filial” or chaste fear whereby we revere God and avoid separating ourselves from him—as opposed to “servile” fear, whereby we fear punishment (I/II.67.4; II/II.19.9).
These are heroic character traits that Jesus Christ alone possesses in their plenitude but that he freely shares with the members of his mystical body (i.e., his Church). These traits are infused into every Christian as a permanent endowment at his baptism, nurtured by the practice of the seven virtues, and sealed in the sacrament of confirmation. They are also known as the sanctifying gifts of the Spirit, because they serve the purpose of rendering their recipients docile to the promptings of the Holy Spirit in their lives, helping them to grow in holiness and making them fit for heaven.
These gifts, according to Aquinas, are “habits,” “instincts,” or “dispositions” provided by God as supernatural helps to man in the process of his “perfection.” They enable man to transcend the limitations of human reason and human nature and participate in the very life of God, as Christ promised (John 14:23). Aquinas insisted that they are necessary for man’s salvation, which he cannot achieve on his own. They serve to “perfect” the four cardinal or moral virtues (prudence, justice, fortitude, and temperance) and the three theological virtues (faith, hope, and charity). The virtue of charity is the key that unlocks the potential power of the seven gifts, which can (and will) lie dormant in the soul after baptism unless so acted upon.
Because “grace builds upon nature” (ST I/I.2.3), the seven gifts work synergistically with the seven virtues and also with the twelve fruits of the Spirit and the eight beatitudes. The emergence of the gifts is fostered by the practice of the virtues, which in turn are perfected by the exercise of the gifts. The proper exercise of the gifts, in turn, produces the fruits of the Spirit in the life of the Christian: love, joy, peace, patience, kindness, goodness, generosity, faithfulness, gentleness, modesty, self-control, and chastity (Gal. 5:22–23). The goal of this cooperation among virtues, gifts, and fruits is the attainment of the eight-fold state of beatitude described by Christ in the Sermon on the Mount (Matt. 5:3–10).
Source/Sumber: Catholic Answer
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/the-seven-gifts-of-the-holy-spirit
(Indonesian translation)
Karunia Roh Kudus
1 Korintus 12:4-6 “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang”
Menurut Tradisi Katolik, ada berapa karunia Roh Kudus yang kita terima saat Sakramen Krisma?
A. Tiga
B. Jumlahnya berbeda-beda satu sama lain, tergantung seberapa fokus kita saat Sakramen Krisma.
C. Tujuh
D. Sepuluh
E. Apakah benar ada hal seperti itu?
Jawaban: C
Tujuh karunia Roh Kudus, menurut Tradisi Katolik, adalah Kebijaksanaan, Pengertian, Nasihat, Ketabahan Hati, Pengetahuan, Kesalehan, dan Takut akan Tuhan. Interpretasi standar ini adalah yang dibuat oleh St. Thomas Aquinas pada abad ketiga belas dalam Summa Theologiae-nya:
Kebijaksanaan adalah pengetahuan dan penilaian tentang “hal-hal ilahi” dan kemampuan untuk menilai dan mengarahkan urusan manusia berdasarkan kebenaran ilahi (I/I.1.6; I/II.69.3; II/II.8.6;II/II.45.1 –5).
Pengertian adalah kemampuan untuk menembus wawasan ke hal yang paling dalam, terutama hal kebenaran yang diperlukan untuk keselamatan jiwa kita—efektifnya, kemampuan untuk “melihat” Tuhan (I/I.12.5; I/II.69.2; II/II. 8.1–3).
Nasihat memungkinkan seseorang untuk diarahkan oleh Tuhan dalam hal yang diperlukan untuk keselamatan jiwanya (II/II.52.1).
Ketabahan hati berarti keteguhan dalam berbuat baik dan menjauhi kejahatan, terutama ketika seseorang sulit atau membahayakan untuk berbuat baik, disertai keyakinan dan kemampuan untuk mengatasi segala rintangan, termasuk rintangan yang dapat mengambil jiwa seseorang, dengan tujuan kehidupan abadi II/II. 61.3; II/II.123.2; II/II.139.1).
Pengetahuan adalah kemampuan menilai secara benar dalam hal iman dan kebenaran, agar tidak menyimpang dari keadilan (II/II.9.3).
Kesalehan pada prinsipnya adalah menghormati Tuhan dalam kasih sayang anak terhadap Bapak, setia melakukan ibadah dan kewajiban kepada Tuhan, memberikan kewajiban kepada semua orang berdasarkan hubungan manusia dan Tuhan, dan menghormati orang-orang kudus dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Kata Latin ‘pietas’ menunjukkan rasa hormat yang kita berikan kepada ayah dan negara kita; karena Tuhan adalah Bapak segala bangsa, maka melakukan ibadah kepada Tuhan adalah kesalehan (I/II.68.4; II/II.121.1).
Takut akan Tuhan, dalam konteks ini, adalah rasa untuk “berbakti” atau rasa takut yang membuat kita menghormati Tuhan dan tidak memisahkan diri dari-Nya—berbeda dengan rasa takut karena hukuman (I/II.67.4; II/II.19.9 ).
Karunia-karunia ini, menurut Santo Aquinas, adalah “kebiasaan”, “naluri”, atau “watak” yang diciptakan Tuhan sebagai bantuan supernatural untuk manusia dalam proses “kesempurnaannya”. Hal-hal tersebut memampukan manusia untuk melampaui keterbatasan akal budi dan kodrat manusia serta berpartisipasi dalam kehidupan Allah, seperti yang dijanjikan Kristus (Yohanes 14:23). Santo Aquinas menegaskan bahwa hal-hal tersebut diperlukan untuk keselamatan manusia, yang tidak dapat dicapainya sendiri. Karunia ini berfungsi untuk “menyempurnakan” empat kebajikan pokok atau kardinal (kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan penguasaan diri) dan tiga kebajikan teologis (iman, harapan, dan kasih). Kasih adalah kunci yang membuka potensi kekuatan tujuh karunia, artinya menjadikan tujuh karunia pasif setelah Sakramen Baptis kecuali ada kasih.
Karena “kasih karunia terbentuk secara natural” (ST I/I.2.3), ketujuh karunia itu bekerja secara sinergis dengan tujuh kebajikan, juga dengan dua belas buah-buah Roh Kudus dan delapan Ucapan Bahagia. Munculnya karunia-karunia tersebut dipupuk oleh praktik kebajikan, disempurnakan dengan penerapan karunia tersebut. Penggunaan karunia yang benar, akan menghasilkan buah-buah Roh Kudus dalam kehidupan: kasih, sukacita, kedamaian, kesabaran, kemurahan, kebaikan, murah hati, kesetiaan, kelembutan, kesopanan, pengendalian diri, dan kesucian ( Gal.5:22–23). Tujuan dari kerja sama antara kebajikan, karunia, dan dua bleas buah ini adalah untuk mencapai delapan ucapan kebahagiaan yang dijelaskan oleh Kristus dalam Khotbah di atas Bukit (Mat. 5:3-10).