Sebuah Surat dari Romo Muda 

Saints Peter and Paul Church, San Francisco CA

Oleh: S. Hendrianto, SJ


Saya ditahbiskan pada tanggal 8 Juni, 2019 di Portland, Oregon dan setelah tahbisan saya mulai menjalani penugasan di California, khususnya saya ditugaskan untuk melayani Warga Katolik Indonesia di California Utara. Tulisan ini merupakan renungan singkat terhadap perjalanan saya mendampingi warga WKICU selama Sembilan bulan terakhir. Adapun tulisan ini tidak bermaksud untuk membanggakan diri ataupun menonjolkan diri sebagai seorang Romo muda yang serba tahu ataupun merasa benar sendiri. Saya juga menulis tulisan ini bukan untuk menunjukkan bahwa lebih suci dari yang lainnya. Adapun tulisan ini hanyalah untuk menjadi bahan perenungan untuk kita semua. Apa yang saya tuangkan dalam tulisan ini adalah berdasarkan apa yang saya  pelajari dari bangku sekolah Teologi dan mungkin realitas di lapangan sangat berbeda.

Pada minggu pertama saya mulai menjalankan tugas mendampingi WKICU, the Pew Research Center mempublikasikan survei yang menunjukkan bahwa 70 % orang Katolik di Amerika Serikat tidak percaya bahwa Yesus benar- benar hadir dalam wujud roti and anggur dalam Ekaristi Kudus. Bagi orang-orang tersebut, roti and anggur yang digunakan dalam Ekaristi Kudus hanyalah simbol semata. Saya mengangkat tema ini dalam khotbah saya yang pertama di St. Justin Church di Santa Clara. Ketika saya menanyakan ini kepada umat, apakah ada yang mendengar, ada yang secara bergurau mengatakan bahwa itu hanyalah fake news. Seingat saya ketika itu hanya lah seorang tante saja yang mengatakan bahwa dia mendengar berita itu. Saya sendiri tidak tahu apakah umat WKICU ikut-ikutan gerbong orang yang tidak percaya atau mungkin mereka cuek saja terhadap survei tersebut atau mereka adalah orang-orang yang benar percaya akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi Kudus. 

Dalam sembilan bulan terakhir saya pun mulai mengamati pola kerja warga WKICU dalam membantu para Romo mempersiapkan perayaan Ekaristi Kudus. Banyak hal yang membuat saya berpikir bahwa entah mereka sadari atau tidak, ada beberapa praktek yang secara terselubung ikut mendukung tergerus nya kepercayaan orang akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi Kudus. 

Pertama, saya harus berkali kali mengingatkan kepada sakristan atau pun petugas liturgi untuk mempersiapkan jumlah hosti yang kira-kira sesuai dengan jumlah umat yang datang. Tentu kita tidak bisa persis berapa jumlahnya, tapi paling tidak jumlah hosti tersebut bisa dikira-kira. Pada intinya agar jangan sampai jumlah hosti kekurangan banyak atau berlebihan banyak. Bisa diduga bahwa peringatan saya menimbulkan sejumlah reaksi dari umat. Semisal, ada yang berkata, “Romo yang lain saja tidak masalah, mengapa Romo Hendri menganggap ini ada masalah?” Atau ada yang mengatakan “Kalau kurang kan tidak masalah Romo, kan bisa ambil hosti di Tabernakel.” Dengan nada yang sama, ada juga yang berkata, “Kalau lebih kan tidak masalah Romo, hostinya bisa disimpan di Tabernakel.” 

Saya tidak menyalahkan mereka yang berkata seperti itu; saya percaya mereka punya niat baik dan mungkin juga mereka melakukan itu sebagai kebiasaan mereka yang sudah bertahun-tahun. Akan tetapi para umat juga perlu diingatkan akan teologi Ekaristi, ataupun Pedoman Umum Misale Romawi. Bahwasannya Ekaristi itu, secara teologis, adalah kurban suci; Yesus mengorbankan tubuh dan darahnya di kayu salib untuk kita semua, dan sekarang para Romo di atas altar melakukan pengorbanan dengan roti dan anggur, yang mana itu merupakan tubuh dan darah Yesus yang dikurbankan di atas altar. Jadi disini ada kesinambungan antara tradisi di perjanjian lama, yang mana yang dikurbankan adalah domba dan lembu, dan di perjanjian baru, Yesus mengorbankan tubuh dan darahnya di kayu salib dan sekarang kita meneruskan perintah Yesus dengan mengorbankan roti dan anggur yang merupakan tubuh dan darahNya. Jadi kalau yang dikurbankan di atas altar hanyalah satu hosti saja untuk dimakan sendiri oleh Romo, berarti para umat tidak menerima hasil kurban pada hari itu, melainkan mereka hanya menerima hasil kurban kemarin atau beberapa hari yang lalu atau bahkan minggu sebelumnya. 

  Di samping sebagai kurban kudus, Ekaristi kudus juga mempunyai makna lain, yaitu perjamuan suci. Jadi dalam perjamuan suci ini, makanan rohani yang disajikan adalah roti dan anggur yang merupakan tubuh dan darah Kristus. Oleh karena itu, kalau roti dan anggur yang dipersiapkan cuma satu atau sedikit, berarti hanya Romo atau segelintir orang saja yang menerima makanan rohani yang disajikan dalam pesta perjamuan suci pada hari itu. Sementara yang lain hanya menerima “left over,” karena hosti yang disimpan di Tabernakel adalah makanan rohani yang dipersiapkan dalam pesta satu hari sebelumnya atau pun satu minggu sebelumnya. 

Tentu bahwa hosti yang telah diberkati dan disimpan di Tabernakel tersebut adalah tubuh dan darah Kristus, dan kehadiran Yesus tidak hilang karena sudah disimpan disitu. Akan buah Ekaristi yang merupakan kurban suci dan perjamuan suci tidak dinikmati secara langsung oleh para umat yang hadir karena kurban dan makanan tersebut kadang tidak cukup atau hanya dinikmati oleh para Romo saja. Oleh karena itu menurut Pedoman Umum Misale Romawi, “ Sangat dianjurkan, agar umat, sebagaimana diwajibkan untuk imam sendiri, menyambut Tubuh Tuhan dari hosti-hosti yang dikuduskan dalam Misa yang sedang dirayakan. Pada kesempatan-kesempatan tertentu umat hendaknya juga menerima roti dan anggur kudus. Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa umat berpartisipasi dalam kurban yang sedang dirayakan.”

Selang beberapa lama, ada juga yang menanyakan kepada saya, apakah salah kalau kita menyimpang banyak hosti di dalam Tabernakel. Menyimpan hosti dalam tabernakel tentu bukan hal yang salah, akan tetapi hosti yang disimpan dalam tabernakel tersebut pada prinsipnya disimpan untuk dua hal yang utama: pertama, untuk adorasi Sakramen Maha Kudus, dan yang kedua adalah hosti untuk orang-orang sakit. Yang menjadi masalah adalah hosti sering ditumpuk-tumpuk di dalam Tabernacle sehingga siborium menjadi menggunung dan meluap-luap. Bahkan dalam satu Tabernakel bisa sampai dua tiga buah siborium untuk menampung hosti yang sudah menumpuk.  

Tabernakel juga menjadi poin penting yang agak terlupakan dalam kehidupan berjemaat. Ide Tabernakel berasal dari Tabernakel yang dibangun oleh Musa di Kitab Kejadian di Perjanjian Lama. Pada masa Musa, Tabernakel berbentuk kemah empat persegi Panjang, sehingga dikenal dengan istilah Kemah Suci. Tabernakel Musa dibagi dalam dua ruangan, Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Di jaman Musa, hanyalah para Imam yang bisa masuk ke dalam Ruangan Kudus dan hanya Imam Agung yang bisa masuk ke dalam Ruangan Maha Kudus. Tentu kita sudah tidak hidup di jaman Musa lagi, akan tetapi konsep tersebut telah diadaptasi ke dalam kehidupan gereja modern, bahwa Tabernakel merupakan tempat yang maha kudus, dan idealnya hanya para Romo atau Deakon yang bisa membuka dan mengambil tubuh Kristus dari dalam Tabernakel. 

Dalam pengamatan saya, bukan hanya di misa WKICU, tapi juga banyak misa di Amerika Serikat, banyak orang awam yang dengan gampang membuka Tabernakel dan kemudian mengambil tubuh Kristus dari Tabernakel sebelum komuni didistribusikan dan kemudian mengembalikan siborium tersebut ke Tabernakel setelah komuni selesai dibagikan. Jikalau kita percaya tabernakel adalah tempat Maha Kudus tempat dimana Tuhan Yesus hadir di situ, maka sudah selayaknya bahwa hanya Romo atau Deakon yang bisa membuka dan ataupun menutup serta mengambil siborium dari dalam Tabernakel. 

Ketika hal ini saya angkat secara halus ke beberapa orang pengurus WKICU, ada yang berkata kepada saya, “Loh bukan kah para orang awam tersebut sudah ditunjuk sebagai Eucharistic Minister?”  Disini kembali terjadi pemahaman yang keliru terhadap fungsi EM, bahwasannya EM itu adalah singkatan dari “Extra Ordinary Minister.” Jadi istilah “eucharistic minister” or sering juga disebut “extraordinary minister of the eucharist” adalah salah dan tidak seharusnya dipakai. Sejatinya, istilah “eucharistic minister” hanyalah diperuntukkan untuk para Uskup dan para Romo, karena hanya merekalah yang minister yang bisa mempersembahkan Sakramen Ekaristi atas nama Tuhan Yesus. 

Pedoman Umum Misale Romawi mengatakan bahwa, “Imam-imam lain yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi dapat membantu melayani komuni umat. Kalau imam-imam seperti itu tidak ada, padahal jumlah umat yang menyambut besar sekali, imam dapat memanggil “pelayan komuni tak-lazim” (ekstra ordinary minister) untuk membantu, yakni: akolit yang dilantik secara liturgis atau juga anggota jemaat yang sudah dilantik secara liturgis untuk tugas ini. Dalam keadaan darurat, imam dapat menugaskan anggota jemaat yang pantas hanya untuk kesempatan yang bersangkutan.” Dengan demikian idealnya pelayan komuni yang tidak lazim (ekstra ordinary minister – EM) tersebut perlu dilantik secara liturgis dan hanya dibutuhkan dalam keadaan- keadaan tertentu saja. 

Segala hal yang saya angkat di atas adalah tataran ideal, tentu saja banyak hal yang membuat umat WKICU mengalami keterbatasan sehingga tidak bisa memenuhi peraturan-peraturan yang ideal tersebut. Akan tetapi, menurut saya sudah sebaiknya jikalau WKICU mencoba untuk memenuhi standard yang telah digariskan oleh Gereja. Hal-hal ini saya angkat dalam tulisan karena saya berpendapat bahwa praktek kita dalam memperlakukan Ekaristi Kudus bisa secara tidak langsung ikut mendukung tergerusnya kepercayaan orang terhadap makna kehadiran Yesus dalam Ekaristi. 

Setelah saya melayani WKICU selama delapan bulan, dunia terhantam pandemic virus Corona. Salah satu imbas dari pandemi ini adalah banyak-nya orang Katolik yang  tidak bisa menerima komuni karena para Uskup menutup Gereja dan memberhentikan misa publik. Setelah sempat merenung dan berpikir panjang, mungkin ada hikmah yang kita dapatkan dari situasi ini. Sebelum saya masuk ke inti pemikiran, saya perlu meng-klarifikasi terlebih dahulu bahwa saya bersimpati kepada umat awam yang tidak bisa menerima Sakramen Ekaristi Kudus. Orang mungkin akan berkata bahwa saya bisa gampang saja bicara karena  sebagai seorang Romo, saya bisa terus mengadakan misa harian secara pribadi dan menerima Sakramen Ekaristi. Akan tetapi masalahnya adalah bukan siapa yang punya privilege atau tidak; yang ingin saya angkat adalah kerinduan akan Ekaristi bisa membantu kita mengapresiasi makna Ekaristi.  

Perlu diingat bahwa praktek untuk menerima Sakramen Ekaristi Kudus secara reguler baru dimulai tahun 1905 di bawah kepemimpinan Paus Pius X. Untuk menggalakan umat menerima komuni secara regular dan mengkaitkan kehadiran pada misa dengan penerimaan Ekaristi, Paus Pius XII mengubah kebijakan soal puasa sebelum menerima Komuni. Tahun 1953, Pius XII menetapkan bahwa persyaratan puasa sebelum menerima komuni mulai dari tengah malam sebelum menerima Ekaristi, akan tetapi umat tetap diperbolehkan minum air. Paus Pius XII juga melonggarkan peraturan puasa untuk orang-orang sakit, orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang bekerja keras menggunakan tenaga fisik dan para Romo yang memimpin beberapa misa pada hari yang sama. Di tahun 1957, Paus memutuskan untuk mengganti kebijakan puasa dari tengah malam menjadi puasa mulai tiga jam sebelum menerima komuni. Jadi peraturannya adalah puasa tiga jam dari makanan yang solid dan alkohol dan satu jam puasa dari minum air. 

Peraturan puasa yang dibuat pada masa tersebut adalah untuk membantu para umat mempersiapkan diri dalam perayaan Ekaristi. Semua peraturan ini dibuat dalam konteks bahwa kita harus benar-benar mempersiapkan hati kita sebelum menerima Tubuh dan darah Kristus. Dalam satu dekade terakhir, kelihatannya para umat tidak mementingkan lagi puasa sebelum menerima perayaan Ekaristi, sehingga menerima perayaan Ekaristi hanyalah kegiatan yang biasa saja. 

Suatu hari nanti ketika pandemi virus corona telah berakhir, saya harap para umat, khususnya umat WKICU bisa lebih menghargai Sakramen Ekaristi Kudus. Semoga masa-masa ini bisa kita pergunakan untuk merenungkan tentang makna sesungguhnya dari Sakramen Ekaristi Kudus dan kita bisa benar-benar mempersiapkan diri untuk menyambut Sakramen Ekaristi ketika saatnya tiba. 

 







Previous
Previous

Bagaimana Melawan Musuh Yang Tidak Terlihat?

Next
Next

Sepuluh Perintah Allah - Dari Kitab Suci sampai Tradisi