Reparation, Restoration, and Elevation

Perbaikan, Pemulihan, dan Pengangkatan

Dalam kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus, diceritakan bagaimana Simon Petrus telah menyangkal Yesus sampai tiga kali, sebelum kemudian terdengar kokok ayam jantan yang menyadarkan sekaligus mengingatkannya kembali akan perkataan Yesus bahwa hal itu akan terjadi. (Mat 26:34)

Terjadinya penyangkalan itu terasa begitu menyentak hati dan menimbulkan sesal yang mendalam dalam diri Petrus, seorang murid yang begitu dekat dan dikasihi oleh Yesus. Seolah adalah sebuah kesalahan dan dosa yang begitu serius, berat, dan tidak terampuni. Seolah adalah sebuah akhir yang menyakitkan dari hubungan baik dan kedekatan yang terjalin begitu berarti dari seorang murid dengan sang guru yang dikasihinya. Seolah adalah sebuah kenyataan yang tidak perlu terjadi.
Ya,.. saya pun awalnya berpikir itu tidak perlu terjadi.

Tetapi saya pun beriman bahwa bagi Tuhan, tidak ada sesuatu pun yang sia-sia, termasuk peristiwa itu. Maka jadilah saya bertanya-tanya dan merenungkan dalam hati, mengapa Tuhan membiarkan penyangkalan itu terjadi. Terlebih lagi, apa yang Tuhan kehendaki dari peristiwa itu.

Dalam Mat 26:31-35 kita membaca bagaimana Simon Petrus dengan yakinnya berkata bahwa dia sesekali tidak akan pernah menyangkal Yesus meskipun dia harus mati bersamaNya. Bahwa meskipun iman semua orang lain goyah, imannya kepada Yesus tidak akan tergoyahkan. Sebuah pernyataan iman yang mungkin (bagi kita) terdengar begitu membesarkan hati, tetapi mungkin Yesus tidak ingin Petrus menonjolkan diri, merasa lebih hebat dan lebih kuat imannya daripada murid-murid yang lain ataupun orang lain. Yesus tidak ingin Petrus memiliki kesombongan rohani, Yesus tidak ingin Petrus menjadi lupa diri bahwa kemampuan manusia mempertahankan iman (seperti itu) hanya mungkin jika Roh Kudus bekerja bersamanya. Bukan keinginan dan kemampuan manusiawi semata.

Maka penyangkalan itu terjadi membawa makna akan perlunya penyertaan Roh Kudus dalam hidup pengikut Kristus, teristimewa dalam menghadapi masalah-masalah yang terasa berat. Itu terjadi agar kita, pengikut Kristus, selalu mengikutsertakan bahkan mengandalkan Roh Kudus. Penyangkalan itu terjadi sebagai pengingat abadi bahwa kita tidak sempurna, sang batu karang tidaklah sempurna, dan gereja tidaklah sempurna. Kesadaran yang membuahkan kerendahan hati untuk selalu mau bangkit dan memperbaiki diri agar tidak terjadi lagi penyangkalan-penyangkalan yang lain.

Dan penyangkalan itu sendiri ternyata bukanlah akhir buruk hubungan Petrus dengan gurunya. Petrus menyadari dan menyesali kesalahannya dan bertobat. Di sinilah terjadinya perbaikan (“reparation”) oleh kuasa Roh Kudus. Roh Kudus memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh diri Simon Petrus.

Tidak hanya berhenti pada penyesalan dan tobat, tetapi Simon Petrus juga bangkit, bersekutu dan membangun umat gereja pertama yang hakikatnya adalah gereja yang didirikan Tuhan Yesus sendiri. Di sinilah terjadinya pemulihan (“restoration”) oleh kuasa Roh Kudus.
Dan lihatlah bahwa Yesus memenuhi janjinya bahwa gereja yang didirikanNya akan bertahan sampai akhir jaman, sebagaimana tertulis dalam Mat 28: 20 “Dan ajarilah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman”). Amanat Suci ini adalah bukti bahwa Yesus mengangkat (“elevate”) martabat & peran Simon Petrus untuk melanjutkan karya keselamatan Yesus bagi semua orang yang percaya.

Bila kita bandingkan, semuanya ini sangat bertolak belakang dengan tragisnya nasib Yudas Iskariot yang justru malah mengakhiri hidupnya setelah juga berdosa terhadap Kristus (menjual, menyerahkan Yesus kepada pemuka agama dan ahli taurat). Ini sekali lagi menunjukkan bahwa tanpa rahmat dan penyertaan Roh Kudus yang menggiring kepada pertobatan hati, manusia tidak akan beroleh kekuatan dan keselamatan.

Kalau kita mau jujur, seperti Petrus - kita pun seringkali menyangkal Kristus dalam hidup sehari-hari. Dalam banyak hal, entah karena kepentingan pribadi atau alasan cari aman, kita menolak menjalankan atau menunjukkan iman kekatolikan kita terutama bila sedang bersama orang lain. Semakin jarang atau bahkan hanpir tidak pernah lagi kita melihat orang membuat tanda salib di luar gereja Katolik sendiri. Selain menyangkal Yesus, kita pun menyangkal orang-orang yang terdekat dengan kita, meskipun kita tidak pernah benar-benar menginginkan hal itu terjadi. Sama seperti Simon Petrus yang tidak pernah ingin menyangkal gurunya.
Kita bisa mensyukuri “reparation, restoration, dan elevation” yang dialami oleh Simon Petrus, dan kita pun bisa memohon agar rahmat itu terjadi juga pada kita, terutama saat kita terjatuh melawan godaan dan cobaan hidup.


Bila di awal tulisan kita seolah melihat penyangkalan Petrus sebagai sebuah kesalahan dan dosa yang begitu serius, berat, dan tidak terampuni; tampaknya sekarang itu bisa jadi statement yang keliru. Mengapa?. Karena ternyata sebelum Petrus menyangkal Yesus tiga kali, telah sebanyak tiga kali pula Simon Petrus menyatakan kasih dan cintanya kepada Tuhan Yesus. Dalam Yoh:21:15-17 Yesus bertanya kepada Petrus: Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?. Dan Tiap kali, Simon menjawab “Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau”.

Inilah pernyataan cinta kasih yang keluar dari hati yang terdalam dari seorang Simon Petrus, yang setelah Yesus mendengarnya kemudian berkenan memberikan amanat suci “Gembalakanlah domba-dombaku”. Kita melihat sekarang, bahwa ada tiga kali penyangkalan dan ada tiga kali pernyataan kasih. Simon Petrus menyangkal tiga kali tetapi tidak sebelum dia menyatakan kasihnya yang begitu tulus dan besar kepada Yesus gurunya.

Setiap penyangkalan itu telah disangkal pula oleh setiap pernyataan kasih dan amanat suci.
Apakah semua ini sebuah kebetulan belaka? Tentu saja tidak. Artinya Yesus telah mempersiapkan & mengantisipasi segala sesuatunya. Yesus tidak ingin Simon Petrus menjadi goyah imannya oleh karena penyangkalan itu. Terlebih pernyataan kasih telah didengar oleh Yesus dari Petrus sendiri, dan amanat suci (“Gembalakanlah domba-dombaku”) telah diberikan kepadanya.

Sungguh Kasih lebih besar daripada segalanya, dan mengalahkan segalanya. Sebab Allah sendiri adalah kasih. Semoga kita selalu mengutamakan kasih itu terhadap Tuhan dan sesama, sehingga seperti Petrus yang penyangkalannya diampuni serta mengalami “reparation, restoration, and elevation”, kitapun dimampukan oleh Roh Kudus untuk bangkit dalam setiap kejatuhan iman kita.

Amin.

Sumber: Terinspirasi dari Homili Misa Minggu 1 Mei 2022


English Translation

Reparation, Restoration, and Elevation.

In the story of the passion of our Lord Jesus Christ, it is told how Simon Peter had denied Jesus three times, before he heard the crowing of a rooster awakening and reminding him of Jesus' words that this would happen. (Mt 26:34)

The occurrence of this denial felt so heartbreaking and caused deep regret in Peter, a disciple who was so close and loved by Jesus. As if it is a serious and unforgiveable mistake and sin. As if it is a painful ending of the good relationship and the closeness that is so meaningful between a disciple and the teacher he loves. As if it is a fact that does not need to happen. Yes, at first, I don't think that needs to happen either.

But I also have faith that for God nothing is in vain, including that event. So I wondered and pondered in my heart, why God allowed this denial to happen. What's more, what God wants from that event.

In Matthew 26:31-35 we read how Simon Peter confidently said that he would never deny Jesus sometimes even if he had to die with Him. That even though if everyone else's faith was shaken, his faith in Jesus would not. A statement of faith that may (to us) sound so encouraging, but perhaps Jesus did not want Peter to stand out, feel greater and stronger in his faith than the other disciples or anyone else. Jesus didn't want Peter to have spiritual pride, Jesus didn't want Peter to forget that the human ability to maintain such faith is only possible with the permission of the Father. Not mere human desires and abilities.

So that denial takes place to mean the need for the inclusion of the Holy Spirit in the lives of Christ's followers, especially in dealing with difficult problems. It happens so that we, followers of Christ, always include and even rely on the Holy Spirit. The denial comes as a perpetual reminder that we are imperfect, the ‘Rock’ is not perfect, and the church is no different. Awareness that produces humility to always want to get up and improve yourself so that other denials don't happen again.

And the denial itself turned out to be not a bad end to Peter's relationship with his teacher. Peter realized and regretted his mistake and repented. This is where the repair ("reparation") by the power of the Holy Spirit. The Holy Spirit corrected what was wrong with Simon Peter.

Not only did he stop at repentance and repentance, but Simon Peter also rose, fellowshiped and built the first church people, which is essentially the church that the Lord Jesus himself founded. This is where the restoration ("restoration") by the power of the Holy Spirit.

And see that Jesus fulfilled his promise that the church he built would endure to the end of time, as it is written in Matthew 28:20 “And teach them to do all things that I have commanded you. And behold, I am with you always, even to the end of the age." This Holy Commission is proof that Jesus entrusted and raised ("elevate") the dignity of Simon Peter to continue the work of Jesus' salvation for all who believe.

If we compare, all of this is in stark contrast to the tragic fate of Judas Iscariot who actually ended his life after also sinning against Christ (selling, handing Jesus over to religious leaders and scribes). This once again shows that without the grace and inclusion of the Holy Spirit which leads to conversion of the heart, humans will not have the necessary strength and salvation.

If we are being honest, like Peter - we often deny Christ in our daily lives. In many cases, whether for personal reasons or for safety reasons, we refuse to practice or demonstrate our catholic faith especially in our interactions with other people. Rarely or almost never again do we see people making the sign of the cross outside the Catholic church itself.

In addition to denying Jesus, we also deny those closest to us, although we never want that to happen. Just as Simon Peter never meant to deny his teacher.

We can be grateful for the “reparation, restoration, and elevation” that was experienced by Simon Peter, and we can also ask for that grace to happen to us, especially when we fall against the temptations and trials of life.

When at the beginning of the writing we seem to see Peter's denial as a mistake and a sin that is so serious and unforgivable; now it seems that it could be a false statement.

Why?. Because apparently before Peter denied Jesus three times, something much important had proceeded where Simon Peter had expressed his love and affection for the Lord Jesus three times. In John:21:15-17 Jesus asked Peter: Simon, son of John, do you love me? And each time, Simon answered "Lord, you know that I love you". This is a very significant confession and proclamation. This is a statement of love that comes from the deepest heart of a Simon Peter, who after Jesus heard it then deigned to give the sacred message "Feed my sheep".

We see now, that there are three times of denial and three times of expression of love.

Simon Peter denied three times but not before he expressed his sincere and great love for his teacher Jesus. Every denial has been refuted by every declaration of love and sacred commission.

Is all this a mere coincidence? Of course not.

This means that Father and Jesus have prepared everything. The declaration of love that has been heard by Jesus, and the sacred commission (“Feed my sheep”) that has been given - are so fundamental, so that Peter’s faith did not have to shaken because of the denials. Here, we see how God loves his people and Jesus’ salvation mission (through Holy Spirit) continues.

Truly Love is greater than all, and conquers all, because God Himself is love. May we always put love for God and others first, so that like Peter, whose denial was forgiven and experienced “reparation, restoration, and elevation”, we too are enabled by the Holy Spirit to rise in every fall of our faith.

Amen.

(Writing inspired from the Sunday Mass Homily May 1st, 2022)

Previous
Previous

Kekuatan Sebuah Doa

Next
Next

Maria Yang Penuh Cinta