Selter Isoman PTPM

Effendi Kusuma Sunur, SJ

Ketika gelombang kedua covid-19 melanda Yogyakarta (Jogja) di akhir Juni 2021, kami semakin waspada namun belum membayangkan betapa dahsyat dampaknya bagi kami. Di awal bulan Juli 2021, ada usaha di kalangan para Yesuit untuk menanggapi gelombang pandemi kedua ini. Pater Provinsial Serikat Yesus (SJ) Provinsi Indonesia (Provindo) menuliskan surat kepada para Yesuit untuk menyikapi kondisi pandemi terkini saat itu, dan SJ Provindo menyiapkan sebuah selter resmi yang diusahakan oleh Studio Audio Visual (SAV-USD), sebuah karya Yesuit di Jogja.

 

isoman_steril.jpg

Pada awal bulan Juli itu pula, saya didatangi oleh petugas Satgas Covid-19 untuk meminta wisma PTPM (Pembina Tenaga Pengembangan Masyarakat) menjadi “semacam” sebuah selter isolasi mandiri (isoman) untuk berjaga-jaga. Saya menyambut pemintaan para petugas dengan menyiapkan 11 kamar dan 1 pastoran untuk menjadi tempat isoman di PTPM dan meminta mereka untuk mendampingi kami di PTPM dari segi medis. Namun karena tak kunjung ada pasien isoman yang masuk, saya memberanikan diri untuk menyebarkan berita terkait kehadiran selter ini kepada beberapa sahabat. Yang terjadi adalah saya dikontak oleh banyak orang yang membutuhkan selter isoman, namun saya tak bisa menerima mereka karena Satgas Covid setempat yang saya mintai bantuan medisnya ternyata sudah kewalahan untuk mengurusi begitu banyak masalah yang muncul dalam gelombang ke-2 pandemi di Jogja.

 

isoman_ambulans.jpg

Karena banyaknya permintaan, panggilan Tuhan untuk menyediakan selter semakin kuat dalam diri saya, dan saya mengupayakan apa yang diperlukan untuk membuka sebuah selter. Saya sadar bahwa saya tak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk membuka selter, maka saya mengontak seorang dosen UGM untuk meminta bantuannya. Darinya saya dikenalkan ke beberapa dokter dan para dokter tersebut membantu saya untuk mengeksekusi apa yang sudah ada di hati dan pikiran saya itu. Tanggal 11 Juli 2021 malam, saya membuat “Surat Pernyataan Pasien”, disetujui oleh para dokter setelah memberi revisi Surat tersebut, dan pada akhirnya tanggal 12 Juli 2021, masuklah pasien pertama ke selter PTPM.

 

Saya memulai selter itu dengan 2 tenaga relawan (termasuk saya) dan seorang dokter.

Pada awalnya, saya hanya mempunyai uang Rp. 5 juta, sebagian dari sisa dari sumbangan donatur tahun lalu saat pandemi masuk ke Indonesia. Ketika dosen-dosen UGM tahu bahwa saya membutuhkan bantuan, mereka juga langsung mengumpulkan donasi bagi selter itu. Ada juga yang mengusulkan agar saya menyebarkan “flyer” untuk meminta donasi. Saya mengikuti sarannya, dan sungguh luar biasa, ada banyak sekali orang yang merasa diketuk hatinya dan memberikan donasi dengan murah hati baik dalam bentuk uang, disinfektan, masker, dsb. Yang mengharukan adalah bahwa ada yang memberi dari kekurangan mereka.

 

Saya mengenang bahwa di minggu pertama, kami masuk keluar selter tanpa baju hazmad karena kami tak mempunyainya. Kami “terpaksa” masuk selter karena beberapa orang tua yang isoman tak mahir menggunakan sarana komunikasi sehingga kami perlu mengecek mereka secara langsung. Syukur kepada Allah, kami terus dilindungi Tuhan sehingga tidak jatuh sakit. Seminggu kemudian baru baju hazmad yang kami pesan dari seorang donatur di Jakarta tiba dan kami pun dengan hati gembira dan lega menggunakannya.

 Kami juga menyaksikan semangat dan solidaritas kemanusiaan di tengah kegelapan pandemi gelombang kedua. Bergabungnya beberapa mahasiswa sebagai relawan dan 3 orang dokter sebagai penasehat dan tenaga medis di selter merupakan asupan energi yang menghidupkan. Solidaritas kemanusiaan itu tak berhenti pada orang yang melayani semata, melainkan juga menyebar pada orang-orang yang dilayani di selter. Beberapa isomaners juga menunjukkan bela rasa mereka dengan mengusahakan makan siang atau malam untuk semua penghuni. Mereka tahu mereka dilayani secara sukarela oleh pelayan selter, dan mereka menunjukkan kemurahan hati mereka dengan berdonasi bagi selter entah itu dalam bentuk makanan ataupun uang.

isoman_penutupan.jpg

Selter PTPM resmi ditutup pada tanggal 1 September 2021 karena tak ada lagi orang yang masuk ke selter sejak minggu ketiga Agustus 2021. Gelombang kedua pandemi sudah berlalu, dan kami dengan rasa syukur mengenang anugerah panggilan dan perlindungan Tuhan, serta pelayanan kepada sesama yang membutuhkan. Motto saya ketika berjuang di selter itu, “Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan lilin kecil.” Ada banyak cerita bermakna dalam masa kegelapan itu, dan karena itu saya semakin yakin bahwa kasih Tuhan itu justru nampak nyata dalam kegelapan yang memantik solidaritas kemanusiaan kita bersama.

isoman_selesai.jpg

Sebagian dana yang tersisa dan belum terpakai dari donasi selter sudah dan akan dipakai untuk penanganan pandemi lebih lanjut. Saya telah membantu tiga paroki di Jogja untuk melakukan vaksinasi kepada masyarakat, dan dana selter tersisa akan saya serahkan kepada SJ Provindo untuk menolong semua orang yang membutuhkan pertolongan dalam masa pandemi ini.  

Dengan ini, saya juga mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas kemurahan hati para sahabat yang dengan caranya masing-masing menolong saya dan teman-teman di Jogja untuk mengabdi Allah dan melayani sesama.

 AMDG,

Effendi, SJ

 

Previous
Previous

Nothingness

Next
Next

Nahh tilang!