COVID-19 Survivor
Saudari/i ku kubagikan kilas balik kisahku terkena Covid-19 dan perjuangan mengatasinya. Semoga berguna.
Sabtu 21 Maret, aku demam karena sariawan di lidah. 5 buah. Perih. Terbiasa sakit ini sejak kecil. Sariawan pertanda ‘immune’ sedang lemah. Bisa karena kurang vitamin atau stress. Terus aku konsumsi NyQuil untuk malam. Biar bisa tidur dan disembuhkan oleh tidur. Aku tidur 18-20 jam sehari. Sariawan sembuh setelah 5 hari. Panas turun. Selama itu aku banyak makan bawang putih mentah (untuk ‘immune’) dan air kacang hijau. Resep tradisional yang sudah kujalani bertahun-tahun. Efek samping bawang putih mentah adalah menurunkan tensi. Padahal aku cenderung darah rendah.
Kamis 26 Maret jam 8.42 a.m, aku pingsan saat adorasi. Para Romo dan Frater panik membangunkan aku. Aku ‘passed out’. Dituntun ke dapur, dibuatkan teh manis hangat. Mungkin tekanan darah drop karena bawang putih. Trus sarapan. Seminggu istirahat total dengan minum Mucinex.
Seminggu berikutnya, Jumat 3 April, aku periksa ke ‘Health Center’. Terkonfirmasi positif Covid-19 dan Pneumonia. Gejala batuk berdahak, panas dan sesak. Aku nggak pernah keluar. Darimana datangnya virus ini. Mungkin terbawa salah satu Seminarian (teman asrama) saat belanja atau dari tamu. Atau dari paket barang. Mungkin saja. Aku tidak bisa dan tidak boleh menghakimi tanpa bukti. Karena ‘carrier’ kan tidak selalu orang sakit. Orang sehat atau paket barang bisa membawa virus. Apalagi New York pusatnya Covid-19 di Amerika. Puluhan ribu meninggal. Udara New York sudah tercemar virus ini. Ditambah ‘immune’ ku yang pas lemah. Klop.
Malamnya dibawa ke Rumah Sakit. Opname. Dikasih Oxygen, disuntik tiap pagi, dan 1 butir obat kecil, putih dan pahit (Chloroquine). Setelah 5 hari disuruh pulang karena Rumah Sakit penuh. Diminta ‘self quarantine’ 2 minggu di rumah. Kalau ada darurat disuruh telpon 911.
Virus ini memang mengerikan. Aku hidup sehat dgn doa, tidur, ‘study’ serta olahraga rutin dan makan sehat (salmon, lemon, strawberry, alpokat, segala sayuran dan buah). Aku kuat jalan kaki di Manhattan 5 jam. Basket 2 jam. Lari 1 jam. Eh tumbang juga 😊.
Bagaimana dengan teman serumah (2 Romo dan 7 Frater)? Jujur aku tidak tahu pasti. Kuduga mereka juga terkena. Tetapi karena ketahanan tubuh tiap orang berbeda, mereka tidak perlu test. Kalau separah aku baru bisa test. Antrinya lama karena New York pusat virus.
Saat ini aku membaik. Suhu tubuh normal. Tinggal batuk dan sesak nafas yang bikin kesakitan. Tanda lain adalah doyan makan. Makan sangat penting untuk memperkuat ‘immune’. Selain itu dokter sudah tidak memberi obat lagi. Karena obatnya berbahaya. Mematikan katanya. Saat parah makan 2 - 3 sendok sudah mual. Sekarang lahap. Bisa 6 kali sehari. Sepiring tiap kali makan.
Terima kasih kepada ibu-ibu di New York, Philadelphia, Delaware, Dallas, Atlanta, New Hampshire yang kirim makanan, air, alat kesehatan dan vitamin/supplement. Dan untuk Ika Surabaya yang melakukan ‘healing’.
Selain itu harus kreatif. Aneh-aneh sedikit nggak apa. Nyanyi, nulis, ‘dance’, nonton komedi, film, yoga, berjemur, apapun yang membuat gembira dan sehat. Tidak olahraga berat dulu. Nafas bisa berhenti mendadak. Yang penting hati riang. Meningkatkan kekebalan tubuh. Jaga kesehatan. ‘Social distancing’ penting. Virus menular lewat orang sakit, orang sehat, maupun barang-barang. Tapi hidup sehat dan bergembira adalah penangkal yang jitu karena itu meningkatkan daya tahan tubuh. Benteng terhadap virus apapun.
Salam sehat dan gembira!
Tuhan memberkati! 🙏🤗
Rm. Paulus Dwintarto, CM
New York - USA