Acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Hendri SJ.
Acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Hendri SJ.
WKICU mengadakan acara Apresiasi dan Farewell Virtual untuk Romo Stefanus Hendrianto, SJ yang akan bertugas mengajar di Gregoriana Pontifical University di Roma. Untuk melihat rekaman acara tersebut, umat bisa klik video di bawah ini atau klik link ini ke WKICU YouTube Channel.
Catatan: Jika mau melihat video rekaman dari G-Drive WKICU Events: click link ini.
Kisah Petualangan Seorang Anak Dari Tanah Dayak Mengejar Impian Amerika
Hanya satu hal yang penting : hubungan kita dengan Tuhan. Semoga kalian dan keluargamu dapat menghayati keberadaan Tuhan dalam hidupmu sehari-hari.
Kisah Petualangan Seorang Anak Dari Tanah Dayak
Mengejar Impian Amerika
oleh Hok-Kan Lim
Desember, 2020
Castro Valley, California USA
Daftar Isi :
1.Kata pengantar: Kisah Petualangan …
2.Samarinda: 1934 – 1948
3.Bandung 1: 1948 – 1954
4.Jakarta, FKUI: 1954 – 1960
5.Bandung 2, FK-UNPAD: 1963 – 1966
6.San Francisco, UCSF: 1966 – 1972
7.Kuala Lumpur 1: 1972 – 1974
8.Pacifica: 1974 – 1980
9.Kuala Lumpur 2: 1977 – 1979
10.Yountville, Veterans Home: 1982 – 1998
11.Castro Valley: 1998 - kini
12.Meneropong kembali
1. Kata pengantar: Kisah petualangan seorang anak dari Tanah Dayak mengejar impian hidup layak di benua Amerika.
Ola kawan-kawan dan keluarga. Semoga cerita singkat ini menemukan kalian semua dalam keadaan sehat walafiat. Baru-baru ini saya jatuh sakit … dapat stroke ringan. Syukurlah dengan bantuan doa-doa kalian, serta berkat kemurahan hati YME, kesehatan saya berangsur-angsur pulih kembali. Saya sudah dapat mandi sendiri, dan bergerak dalam rumah dengan bantuan tongkat atau walker. Nafsu makan juga mulai kembali, dan fungsi badan lainnya baik. Selama di rumah sakit dan rebah dalam rumah sendiri, banyak kesempatan untuk meneropong sejarah hidup saya. Tuhan membolehkan saya 86 tahun lebih. Ada beberapa pelajaran yang ingin saya bagikan kepada kalian, Yang terpenting adalah : untuk menyadari akan keberadaan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Perkenankan saya menguraikan lebih terperinci.
2. Samarinda: 1934 - 48
80 tahun yang lalu, dalam ingatan saya, suatu hari saya rebah celentang dalam parit yang digali sekitar pinggiran sekolah... menonton beberapa pesawat tempur Dai Nippon menukik dan menghamburkan bom pada kota Samarinda. Inilah sebuah kota kecil di Kalimantan Timur. Tapi rupanya ada nilai strategis karena ada batu bara serta sumber listrik. Terdengar juga dentuman meriam di bukit sekitarnya, tanda perlawanan tentara Belanda. Tidak lama lagi pasukan darat Jepang memasuki kota. Sebagian besar penduduk kota mengungsi ke dalam hutan sekitarnya. Keluarga saya bergabung dengan beberapa keluarga lain; menyewa beberapa rumah bambu dari penduduk setempat. Kami belajar bercocok tanam dan beternak ayam dan kambing. Singkong adalah makanan utama. Pohonnya dipotong-potong sepanjang 10 cm, lalu dimasukkan dalam tanah. Tidak lama lagi akarnya dapat dimasak. Daun singkong juga enak, terutama daun mudanya. Dalam sungai di dekat perumahan banyak ikan. Anak-anak sungai mengandung air jernih. Dapat kita lihat pada dasarnya banyak udang dan ikan belut. Hampir tiap hari saya bermain dalam air: mendayung sampan, berenang, memancing, dan mandi di bawah air mancur. Malam hari rebah di lantai di atas rumput kering sambil menghitung bintang-bintang di langit. Paginya dibangunkan oleh kokokan ayam. Inilah salah satu masa terbaik bagi seorang anak kecil. Lebih-lebih lagi tidak adanya PR (Pekerjaan Rumah) dari sekolah. Setelah keamanan kembali dalam kota kami pulang kerumah masing-masing. Saya mulai lagi bermain dengan kawan-kawan sekampung: sepak bola, kasti, berenang. Saya masuk sekolah Jepang. Belajar kanji dan bernyanyi Kimigayo tiap pagi. Serta berteriak “ banzai, banzai, banzai “. Semua anak sekolah harus membantu menanam pohon jarak; bijinya menghasilkan minyak yang dapat membantu usaha perang sang saudara tua. Semua besi dan aluminum juga disita. Untunglah penjajahan Jepang tidak lama. Pasukan Sekutu tiba. Sekolah Belanda dibuka kembali. Sekarang namanya herstel school. Tiap 6 bulan naik kelas. Dan tibalah saat perpisahan.
3. Bandung 1: 1948 - 1954
Di Samarinda tidak ada sekolah menengah. Jadi saya harus ke Jawa. Ayah menyertai saya ke Balikpapan dengan kapal laut. Dari situ saya terbang sendiri ke Jakarta, kemudian ke Bandung dimana saya akan tinggal dengan sepupu saya yang baru berkeluarga. Saya tinggal di Jalan Windu, dan bersekolah naik sepeda ke Jalan Bahureksa (Christelijke Middelbare School), diteruskan Di SMAK - Jalan Dago. Masa sekolah menengah di Bandung adalah salah satu periode mengesankan bagi saya. Dunia luas terbuka. Saya belajar tentang angka-angka, bintang serta alam, sejarah manusia dan tanah di dunia. Akan bahasa dan agama. Terutama akan persahabatan dan kegembiraan masa remaja. Teman-teman sekelas sangat ramah. Kami sering kumpul-kumpul omong kosong, nonton bioskop di daerah Alun-alun, mundar-mandir di jalan Braga (Bragaderen), nongkrong di pondok sate atau lotek Kalipah-apoh dan berenang serta piknik ramai-ramai. Jangan lupa tiap beberapa bulan sekali tunggang-langgang jatuh cinta monyet. Saya lihat hampir semua film Tarzan, Zorro, Gene Autry. Nyanyian yang saya gemari adalah: White Christmas, South of the Border, Always in my Heart, Beyond the Reef. Down in the Valley. Di Daerah Alun-alun banyak kios buku. Saya sering mampir untuk menculik membaca komik. Juga ada beberapa toko buku yang menyewakan buku-buku silat dekat restoran Queen. Jadi saya sering nongkrong di Queen. Juga berkenalan dengan Winnetou dan Count of Monte Cristo dan banyak cerita koboi. Demikianlah masa sekolah menengah berlalu cepat. Tiba pula waktu perpisahan. Sebelumnya kami sekelas telah mengumpulkan kenang-kenangan dalam sebuah naskah ‘ IIB memoirs 1953 ‘ yang memuat tulisan semua kawan sekelas. Saya pindah ke Jakarta FKUI ; banyak teman ke lain kota , atau bersekolah di ITB.
4. Jakarta, FKUI : 1954-1960
Saya anak pertama keluarga kami yang bersekolah tinggi. Tidak ada tetua yang memberi petunjuk akan kehidupan mahasiswa. Maka saya terombang-ambing dalam kegaduhan hidup mahasiswa. Saya menjadi anggota PMKRI. St Bellarminus; juga giat dalam kepanduan Lo Pa Hong. Di Kongregasi Maria saya terpilih sebagai ketua, memimpin sekitar 250 kawan seiman. Dalam semua kegiatan ini saya berkenalan dengan seorang siswi fakultas psikologi. Sering bertemu pada rapat-rapat. Dia memacu scooter, sedang saya naik sepeda. Saya tawarkan untuk menjadi supirnya. Tidak tersangka saya lalu jadi supirnya seumur hidup. Sementara pelajaran di FKUI jadi terlantar. Di tahun 1957 saya dikeluarkan dari fakultas. Ini berhubung penggantian kurikulum. Biasanya kurikulum warisan Belanda adalah 7 tahun untuk menjadi dokter. Dengan petunjuk Universitas California San Francisco, kurikulum diubah menjadi 6 tahun. Tiap tahun harus naik tingkat. Tapi hanya ada tempat untuk 150 mahasiswa. Waktu itu tingkat I ada sekitar 800 siswa; jadi sekitar 650 dikeluarkan. Dan saya termasuk mayoritas Syukurlah dibuka arah pendidikan baru, untuk melatih pengajar-pengajar dalam bidang preklinik. Saya masuk jurusan parasitologi, di bawah pimpinan Prof. Lie Kian Joe, dan selesai sarjana tahun 1960. Lalu bekerja sebagai asisten di bagian parasitologi. Disinilah mulai pengalaman penyelidikan saya. Segala kesibukan dalam PMKRI dan Lo Pa Hong akhirnya membawa hasil baik : gadis idaman … Grace Khouw. Kami menikah 1962 di kapel sekolah Kanisius, jalan Menteng, dengan upacara dipimpin Romo W. Daniels, Bapak pengakuannya Grace. Kawan dari kepanduan membuat barisan kehormatan. Pesta resepsi di hotel Nirmala, dengan pemain piano ulung, Nick Mamahit serta bandnya untuk meriahkan. Kemudian kami tinggal di kampus FKUI, dalam rumah binatang yang berada di belakang kamar mayat. Gedung ini ada ceritanya sendiri. Waktu itu Prof mendapat grant dari US China Medical Board untuk mendirikan sebuah pusat penelitian parasitologi; pemerintah Indonesia membantu menyediakan gedung. Prof Lie membangun ruang kuliah dan laboratorium untuk 200 siswa; lalu fasilitas penelitian untuk asisten nya. Dibangun juga rumah binatang untuk hewan percobaan. Tapi gedung ini diubah menjadi 4 kamar dengan kamar mandi tersendiri, dapur bersama dan ruang tamu luas. Prof membolehkan asistennya tinggal di situ. Saya berdiam di situ 2 tahun; satu tahun sebelum menikah dan satu lagi bersama Grace. Ayke, anak pertama kami lahir di rumah sakit umum, di sebelah rumah. Saya berkenalan dengan anak sulung ini melalui rambutnya yang hitam menonjol perlahan-lahan. Lalu semuanya gelap …listrik mati. Rumah sakit perlu sedikit waktu untuk menghidupkan generator cadangan. Sementara itu sang bayi tidak sabar…ingin keluar. Maka dokternya minta saya pegang batteri (senter) waktu dia mengerjakan episiotomy. Selamat lahir Ayke. Ayke belajar merangkak di rumah itu. Lalu kami pindah ke jalan Buntu Tiangseng, di daerah kota, dimana kakak saya mempunyai rumah sederhana. Gaji saya kecil; Grace juga bekerja sebagai assisten Fakultas Psikologi. Jadi kami dapat 2 karung beras tiap bulannya. Tunjangan pemerintah. Tidaklah kelaparan. Tapi saya masih penasaran akan sekolah kedokteran. Maka saya menghadap Dekan FK UNPAD, Dr Hasan Sadikin. FK UNPAD baru dibuka dan memerlukan banyak pengajar. Saya menawarkan untuk membantu jurusan parasitologi, tapi setelah 2 tahun saya ingin diterima sebagai mahasiswa kedokteran. Dekan setuju dan tahun 1963 kami pindah ke Bandung.
5. Bandung 2, FK-UNPAD: 1963 -1966
Sebagai staf pengajar fakultas maka saya berhak untuk dapat perumahan. Sayangnya UNPAD tidak cukup perumahannya. Maka banyak staf pengajar tinggal di hotel termasuk makan. Tapi gaji ditahan sebagian besar, dan diberi uang saku (cukup untuk seminggu). Untunglah Grace juga bekerja di Fakultas Psikologi. Dia juga membuka klinik untuk anak-anak remaja . Lalu usaha membuat baju anak (konveksi) dengan seorang kawannya. Kami tinggal di hotel Jutimto dekat rumah sakit Borromeus. Robby lahir dirumah sakit itu. Raymond lahir di rumah bersalin Suster Liem di jalan Riau. Saya sibuk mengajar parasitologi. Kemudian menjadi siswa kedokteran. Setahun lagi saya akan selesai. Inikah rencana Yang Maha Esa? Saya menyadari kemampuan saya terbatas. Cita-cita dokter umum tidak serasi. Saya lihat banyak kawan yang bekerja keras mengumpulkan uang, bekerja di rumah sakit dan praktek di rumah. Saya tidak tertarik. Lebih cenderung ke jurusan penelitian ; seperti yang dicontohkan Prof. Lie. Tapi di Indonesia, untuk bekerja di bidang riset perlu biaya besar. Pemerintah RI belum berpikir ke arah itu. Di Eropa atau Amerika lebih banyak kemungkinan. Grace banyak membaca tentang Amerika. Maka kami memutuskan untuk hijrah keluar negeri. Kebetulan Amerika Serikat membuat undang-undang imigrasi baru di tahun 1965. Ditandatangani Presiden Johnson. Undang-undang baru itu membolehkan orang bukan berasal Eropa, untuk imigrasi ke Amerika. Maka kami mengajukan permohonan. Ini diterima tidak terlalu lama lagi. Tapi visa hanya dikeluarkan bila dapat memenuhi satu dari 3 syarat: 1. ada pekerjaan di Amerika, 2. adanya sponsor atau, 3. punya banyak dana sendiri. Kami tidak dapat memenuhi salah satu syarat itu. Harapan terbesar ialah adanya sponsor. Tapi dimana mendapatkannya? Tunggu terjadinya mujizat. Dan Tuhan memberkati kami dengan mukjizat. Kami telah pindah ke Jakarta; siap-siap untuk terbang keluar negeri. Sambil berdoa dan menunggu sponsor. Grace sedang membantu regu kepanduan di Sekolah Internasional. Disana dia bertemu beberapa orang biarawati Amerika dan menanyakan soal sponsor. Tapi mereka tidak dapat membantu. Tiba-tiba ada seorang ibu-ibu Amerika mendekati Grace. “Saya dengar kalian memerlukan sponsor? Bolehkah saya bantu”. Dia menelpon, lalu memberikan Grace sebuah alamat. “Segeralah menjumpai orang ini. Dia sering keluar kota, tapi hari ini ada dirumah”. Grace segera memacu scooternya ke Jalan Gunungsari. Ketemu seorang romo, Father Eugene Lynch dari ordo Montfort. Beliau ditugaskan mengepalai Catholic Charity di Jakarta. Father Lynch mendengarkan kisah Grace, lalu menelpon seorang temannya. “Datanglah ke kedutaan besar Amerika besok siang”. Maka saya dan Grace hadir di Jalan Merdeka Selatan. Tapi dimana Mr Vladimir Gold, yang katanya bersedia membantu. Father Lynch juga datang dan kami menanyakan bagian administrasi. “ Mr Gold sudah datang pagi-pagi dan sudah menanda-tangani semua surat-surat yang diperlukan. Staf kedutaan sekarang sedang mempersiapkan visa kalian”. Hari itu juga kami menerima visa. Sorenya saya ajak keluarga mengunjungi keluarga Gold di kebayoran Baru. Saya tanyakan mereka kenapa membantu kami yang tidak dikenalnya. Ternyata mereka imigran baru dari Hungary. Waktu baru tiba di Amerika banyak orang yang mebantu mereka; juga orang yang tidak dikenal. Inilah caranya untuk membayar kembali. Demikianlah kebaikan seseorang dapat menolong orang lain di kemudian hari. Satu persoalan lain ialah bagaimana membiayai hidup di Amerika nanti? Kami telah mengumpulkan dana untuk karcis kapal terbang dan uang hidup untuk setahun. Maka perlu cepat-cepat bekerja. Saya pelajari majalah-majalah kedokteran Amerika. Rupanya di bidang kesehatan masyarakat lebih banyak kemungkinan mendapatkan pekerjaan. Tapi syarat minimal adalah Master of Public Health. Maka saya melamar kebanyak sekolah public health. Saya diterima di Columbia University School of Public Health di New York City. Tapi saya tidak ingin datang di Amerika dengan visa siswa; nanti sukar mendapat ijin bekerja. Maka harapan tetap mendapatkan sponsor. Dengan memegang visa immigrant, maka saya menabahkan hati untuk melanjutkan petualangan ini.
6. San Francisco, UCSF: 1966 – 1972
Imigrasi ke Amerika, 1966 - …… Saya tiba di San Francisco 4 Oktober 1966, dan menginap di tempat Prof Lie, lalu meneruskan ke New York City. Disana saya menumpang di apartemen seorang kawan. Waktu menghadap dekan Columbia University School of Public Health, beliau mengatakan kursus itu telah mulai beberapa minggu yang lalu. Tidak dapat disusul, maka diminta kembali semester berikutnya. Berarti nganggur 5 bulan. Lalu saya tilpon Prof Lie. Apakah dapat bekerja dalam lab beliau selama beberapa bulan. Kebetulan dalam grant riset Prof masih ada sedikit uang lebih. Maka saya diterima sebagai lab assistant. Tugas sangat mudah. Tiap hari membantu membersihkan laboratorium dengan beratus-ratus aquarium siput air, mengumpulkan tinja binatang-binatang percobaan. Tugas-tugas ini hanya untuk sementara. Tapi kenyataannya saya bekerja di laboratorium itu sampai 13 tahun lebih. Saya sewa apartemen dekat kampus UCSF, di Ninth Avenue. Dua kamar tidur dengan ruang tamu dan dapur. Jadi perumahan ini jauh lebih baik daripada perumahan kami di Bandung. Gaji saya hanya $ 300,- sebulan, sewa apartement $ 155,- Susu 19 sen satu carton. Roti dan beras sangat murah. Dengan hidup hemat Grace dapat menyisihkan $ 100,- sebulannya. Apartment kami 2 blok dari Golden Gate Park. Waktu weekend saya ajak anak-anak dan Grace ke park. Kami rebah di bawah pohon rindang dan membiarkan anak-anak berlarian mengejar capung dan kupu-kupu. Inikah impian yang dikejar? Mungkin selanjutnya saya akan jadi lab assistant tapi Tuhan punya rencana lain. Saya dapat kabar bahwa UCSF ada graduate program bergabung dengan UC Berkeley. di bidang comparative pathology. Saya diterima, syukurlah UCSF mengizinkan saya bekerja penuh sambil mengikuti kuliah di Berkeley dan San Francisco. Jam kerja saya lunasi dengan bekerja weekend dan malam hari. Kadang-kadang masih teringat waktu pulang dari lab pada tengah malam. Berhenti sebentar pada HSW tingkat 16, melihat kota dan Golden Gate Park dibawah. Dan saya yakin anak-anak aman dalam asuhan ibunya. Juga yang menolong adalah student loan. Di Tahun 1970 saya berhasil mempertahankan tesis saya di hadapan 5 professor dan stafnya. Dan sekarang nama saya masuk dalam grantnya Prof Lie. Pangkat menjadi Assistant Research Parasitologist, gaji juga naik. Inikah tujuan yang diharapkan? Lalu ada godaan lain: International Center for Medical Research and Training. Inilah program yang dimulai pemerintah John Kennedy, untuk memperkenalkan ilmuwan Amerika dengan keadaan ilmu di negara-negara lain. Lima universitas di Amerika ditugaskan memimpin ICMRT untuk daerah masing-masing. UC-ICMRT bekerja sama dengan Institute for Medical Research di Kuala Lumpur. Tiap tahun dipilih 20 ahli-ahli dalam bidang kedokteran dan social dan dibiayai untuk 2 tahun. Staf lokal sekitar 80 orang dan saya ditawari untuk turut program ini. Satu langkah maju lagi. Di tahun 1972 kami sekeluarga pindah ke Kuala Lumpur.
7. Kuala Lumpur 1: 1972 – 1974
Saya menyewa rumah di Jalan Kuantan, dekat dengan IMR. Rumah ini ada mesin pendinginnya. Dua wanita Melayu bekerja, satu untuk membersihkan rumah, satu lagi untuk mencuci. Seorang pelayan Tionghoa mengurus dapur dan tukang kebun berasal India. Pekarangan rumah luas. Kami menanam beberapa pohon buah. Juga dibangun lapangan badminton untuk anak-anak. Mereka bersekolah Inggris, dan di antar-jemput dengan bus sekolahan. Saya beli mobil Rover untuk mengangkut keluarga ke toko toko dan kepasar. Grace berlaga sebagai nyonya besar. Dia sering berkumpul dengan ibu-ibu dari berbagai konsulat. Makan tengah hari dan minum teh sorenya. Menjadi anggauta Alliance Francaise dan les bahasa Canton. Juga mulai lagi main piano. Pekerjaan saya menyenangkan. Ini berhubungan dengan keong air, dalam rencana membantu pembasmian penyakit cacing schistosomiasis. Sering saya menjelajah hutan dan kali untuk mempelajari keadaan keong air. Suatu kekuatiran dalam peninjauan itu ialah lintah darat dan air. Mereka menggigit dan menghisap darah tanpa menimbulkan rasa sakit. Tiba-tiba darah merembes keluar pakaian. Menurut cerita staf pernah lintah-lintah kecil masuk kedalam alat kelamin dan perlu dibawa kerumah sakit. Maka sepulangnya dari hutan saya langsung mandi serta memeriksa seluruh badan. Dalam antusiasme penyelidikan, masih ada termasuk ketidak-puasan tentang pelajaran kedokteran. Tiap tahun saya melamar ke banyak fakultas kedokteran. Di Tahun 1974 saya diterima di Fakultas Kedokteran Monash University di Melbourne, Australia. Kami mulai bersiap untuk hidup “down under”. Tapi Tuhan mempunyai rencana lain. Lalu datang telegram dari Prof. John Wellington, associate dean dari UCSF. Beliaulah malaikat penjaga kami. Telegram itu mengabarkan bahwa saya diterima sebagai siswa kedokteran. Grace sangat senang akan kembali tinggal di California Bay Area.
8. Pacifica: 1974 – 1980
Saya mulai bersekolah lagi. Salah seorang siswa tertua di kelas. Mula-mula agak sulit untuk menyesuaikan diri dengan pelajaran kedokteran Amerika. Pendidikan dasar saya dari Indonesia. Tapi berkat petunjuk Yang Maha Esa akhirnya saya tamat juga jadi MD. Selama bekerja di klinik saya mulai sadar bahwa bakat kedokteran saya sangat terbatas. Saya tidak senang dengan pasien yang banya bicara. Maka setelah dapat MD saya pilih spesialis patologi. Saya ambil residency patologi di Kaiser Hospital San Francisco. Tapi Tuhan tidak mengijinkan jalan saya lancar. Sebelum selesai residency patologi, timbul lagi godaan lain. Waktu itu Resident Coordinator (pimpinan setempat) UCICMRT dipegang Prof Lie. Beliau ingin kembali ke rumahnya di San Francisco. Apakah saya bersedia menggantikan posisinya? Ini berarti kenaikan pangkat dan gajih dan kesempatan untuk meninjau tempat-tempat konperensi ilmiah. Maka setelah berunding dengan keluarga, saya putuskan untuk menerima tugas baru ini. Anak-anak sedang dalam masa genting di sekolah menengah. Kami tidak ingin mengganggu rutine mereka. Maka biarlah mereka tinggal di California dengan Grace dan saya kembali ke Kuala Lumpur.
9. Kuala Lumpur 2: 1977-1979
Demikianlah saya kembali ke Kuala Lumpur sebagai Resident Coordinator UC-ICMRT. Dalam golongan ini ada sekitar 20 orang ahli dari berbagai bidang. Ada dokter ahli penyakit dalam, penyakit kusta, virology; ada entomologist, geologist, sociologist, parasitologist. Mereka dibantu oleh staf setempat, kira-kira 80 orang. Tugas saya adalah untuk menyelenggarakan program ini supaya lancar. Saya sendiri ada acara penelitian penyakit cacing, meneruskan penyelidikan Prof. Lie. Saya menyewa apartment dekat IMR. Di Daerah itu banyak restoran dan bilik-bilik jajan. Juga ada bioskop, pasar dan pertokoan. Hari minggu saya pergi ke gereja Katedral, yang berada di dekat Chinatown; kemudian mampir makan bakmi atau babi panggang dan nonton film terbaru dari Shaw Brothers. Hidup berjalan lancar. Saya sering menelpon Grace dan anak-anak, serta menulis surat. Kegiatan riset saya adalah sekitar keong air, meneruskan usaha Prof Lie. Antara lain saya ikut dengan proyek bersama dengan ilmuwan-ilmuwan dan profesor dari Bangkok Institute of Tropical Medicine. Kami menyewa beberapa ladang di daerah Khon Kaen untuk mencoba apakah dapat mempergunakan prinsip antagonisme antara trematode untuk mengatasi schistosomiasis. Dalam ladang itu banyak schistosoma burung. Inilah jadi model kami. Setelah setahun maka kelompok kami menyatakan berhasil. Maka ingin kami melanjutkan penyelidikan ini ke daerah schistosomiasis manusia, misalnya di Mesir. Tapi perlu dana besar. NIH di Washington mempelajari usul riset kami dan menyatakan Setuju. Tapi tidak dapat memberi biaya, karena anggaran belanjanya sedang terbatas. Jadi “ approved, but not funded”. Inilah salah satu kekecewaan saya dalam karier penelitian.. Dan Tuhan memberi saya alasan lain untuk mengubah haluan. Timbul rasa ketidak-puasan. Saya perhatikan ada rekan-rekan yang pulang ke Amerika, akhirnya jadi supir taksi. Mencari nafkah di bidang riset bukan pekerjaan yang stabil. Sebaiknya bekerja di lapangan pelayanan. Maka saya pulang ke California dan menyelesaikan residency patologi. Selesai di tahun 1982, saya dapat pekerjaan sebagai pathology di Veterans Home Yountville, Napa county. Disitu saya bekerja 16 tahun sebagai Chief Pathology Service.
10. Yountville, Veterans Home of California: 1982 – 1998
Veterans Home of California adalah salah satu penaungan tertua khusus untuk veteran berasal California. Sudah berdiri selama 100 tahun lebih, dan dapat menampung 1200 penghuni. Rumah sakitnya ada sekitar 400 ranjang, dan menampung 5 tingkat pelayanan, termasuk Intensive Care Unit. Beberapa gedung lagi ditinggali veteran yang tidak sakit, termasuk suami-istri. Ruang makan besar, ada ruang berkumpul untuk 1000 orang (belakangan ini disewakan kepada kota Napa untuk pertunjukan-pertunjukkan besar), lapangan olahraga, kolam renang dan lapangan golf. Ada kapela untuk 50 orang, yang siap pakai bergantian oleh macam-macam agama. Laboratorium saya di kelola oleh 10 staf, dan melakukan tes klinik. Juga kami mengerjakan surgical pathology, cytology dan autopsy. Staf kedokteran kira-kira 25 orang; kebanyakan ahli penyakit dalam, tapi ada juga ahli bedah, dokter gigi, dan psikolog. Sebulan sekali saya mengadakan clinical pathological conference untuk membahas kasus penting. Rumah saya 10 menit dari Veterans Home dan saya biasanya pulang makan tengah hari. Yountville mempunyai penduduk sekitar 300 orang, di samping penghuni Veterans Home. Kota ini ditonjolkan sebagai kota wisata di daerah anggur. Banyak anggur berkualitas tinggi disalurkan di sini. Dan ada beberapa kursus untuk pemandu anggur. Grace mengambil salah satu kursus seperti itu. Dengan kesudahan yang hampir mencelakakan. Pada tiap pertemuan kursus itu diharuskan mencicipi 10 macam anggur. Semestinya hanya dikulum, lalu dikeluarkan kedalam tempat tersedia. Tapi Grace menelan semuanya. Maka tidak heran, bila dia pulang saya sudah mendengar suaranya dari jauh. Kursus ini hanya menghasilkan sertifikat. Dalam isengnya Grace mencoba macam-macam usaha: Amway, Mary Kay dan bekerja sebagai loan broker. Kami hidup nyaman. Anak-cucu juga sering menginap. Pagi-pagi menonton balon udara meluncur di atas rumah. Saya berkenalan dengan walikota, kepala kantor pos dan room setempat. Inikah Bab terakhir petualangan kami? Tuhan mempunyai rencana sendiri. Grace didiagnosa kanker kandungan di tahun 1998. Dia mengalami beberapa bedah, radiotherapy, chemotherapy, juga herbal therapy dan acupuncture. Saya memutuskan untuk pensiun dan menemani Grace. Saya temani Grace ke Fuda Hospital di Guangzhou 2 kali. Ini rumah sakit khusus yang melakukan cara pengobatan eksperimental. Dokter-dokter nya di latih di Amerika, Eropa dan Jepang. Mereka mempraktekan cara-cara terbaru dan juga traditional Chinese medicine. Tapi pasien tidak diberi makan. Ada cafetaria besar di tingkat bawah, dan banyak restoran di sekitarnya yang dapat menghantarkan hidangan kekamar. Keluarga di ijinkan tinggal dalam kamar pasien. Kami berada disini 2 kali, sebulan tiap kalinya. Dan ini menyebabkan kami hampir bankrupt. Hospital ini khusus untuk mencari uang dari penduduk daerah Asia. Dan mungkin usaha ini telah dapat memperpanjang usia Grace beberapa bulan.
11. Castro Valley: 1998 - kini
Kami kembali ke Castro Valley, dan Grace mulai hospice program. Syukurlah dia diberi kesempatan untuk menyatakan selamat tinggal dengan banyak kawan dan keluarga, melalui telepon dan Internet. Juga banyak kawan menengok di rumah. Sambil membawa makanan dan kami berfoya-foya. Ada teman yang main piano dan kami bernyanyi lagu-lagu zaman dahulu. Grace sangat bersemangat. Kami berterima kasih kepada banyak teman, juga romo-romo, termasuk pastor paroki. Demikianlah perjalanan pulang Grace agak lancar. Di Dalam terakhirnya Grace tidur nyenyak. Anak-cucu mendampingi. Baru pagi hari dia terbangun dan kami bersama mendoakannya. Grace meninggal 27 Februari 2006, setelah berkutat dengan kanker selama 8 tahun Dia sangat merindukan Tuhan dan sekarang kembali keharibaan Yang Maha Esa. Terima kasih Bapa.
12. Meneropong kembali
Demikianlah bab mengesankan dalam hidup kami tertutup. Sukar sekali menyesuaikan hidup tanpa Grace. Syukurlah Tuhan Maha Pengasih. Beliau memberi kekuatan dan semangat untuk kami sekeluarga melewati masa sulit ini. Saya curahkan kesedihan saya dalam sebuah buku “Learning to be happy with a partially filled glass” , yang selesai dalam 3 bulan dan dicetak tahun 2006. Kawan-kawan dan keluarga banyak memberi hiburan. Lalu ada macam-macam kegiatan dalam WKICU dan PSI. Dan saya dibolehkan meneruskan pelayanan untuk memuliakan nama Tuhan. Belum lama berselang saya dapat stroke ringan. Maka banyak waktu untuk meneropong jalan hidup saya. Tuhan membolehkan saya 86 tahun lebih, mencicipi kemuliaanNya. Semoga Beliau berkenan akan tingkah laku saya. Segala kegaduhan dan usaha mengumpulkan harta dunia meraih nama , bahkan memupuk hubungan baik dengan keluarga dan sahabat, pada akhirnya hanya memberi kepuasan sementara, dan kesia-siaan. Vanity … all is vanity, seperti dijelaskan Ecclesiastes. Hanya satu hal yang penting : hubungan kita dengan Tuhan. Semoga kalian dan keluargamu dapat menghayati keberadaan Tuhan dalam hidupmu sehari-hari. Semoga kita semua masih diberi waktu tersisa untuk memuliakan Nama Tuhan.
Dengan salam hangat dalam Kristus, serta doa-doa.
Hok Kan Lim , Ph.D, MD
Desember, 2020
Castro Valley, California
United States of America