WKICU, Warga Katolik Indonesia di California Utara

View Original

Finding God in Silence

Christmas is fast approaching, and the world buzzes into a frenzy once again. The lengthy list of Christmas presents for family and friends, the invitations to Christmas and New Year celebrations, the long-awaited holiday with the families, et cetera, preoccupy our time and demand our attention. In the midst of distraction of the senses and disquiet of the mind, we often forget to prepare our hearts in silence to remember the Lord’s incarnation and await expectantly for His second coming.

A noisy world, deprived of silence, breeds restless souls. The ceaseless assault on the senses and mind has removed tranquility from humanity. Men and women are no longer accustomed to silence – noise is welcomed, and numerous activities and idle conversations are created to fill the void. Cardinal Sarah sums this up eloquently in The Power of Silence: “Without silence, God disappears in the noise. And this noise becomes all the more obsessive because God is absent. Unless the world rediscovers silence, it is lost”;



God is gently knocking at our door, patiently inviting us to encounter and to remain in Him. It is almost impossible for us to listen to Him, unless we are quiet. After all, the word LISTEN and SILENT are spelled with the same letters.

Being silent sounds simple, but it is not easy. Fortunately, the Church’s history is filled with saints who have a deep personal relationship with God, and to these contemplatives we turn our attention to rediscover the treasures within our heritage. They live a life of God-centeredness and with the stillness of the heart, which prepares them for an encounter with the Divine. They have left their gems to guide us so that we can discover and walk along the path ourselves:

  • Following Jesus’s footsteps, the desert fathers and mothers withdrew into the desert, and the monks retreated into the monasteries, spending their lives in silence and solitude. We may not be called to lead a contemplative life, and yet, if circumstances allow, it is good to make time for an annual silent retreat. Just as we have a vacation with our family or friends, we set aside time vacationing with God – to disconnect from the world and reconnect with the Divine.



  • Many saints, including Mother Teresa, spend daily quiet time at the Eucharist, before the Tabernacle or the Blessed Sacrament, or at the foot of the Cross, by simply remaining in His loving presence, where Heart speaks to heart.



  • Church tradition has encouraged us to pray Lectio Divina by meditating and contemplating on the Scripture, and allowing the word of God to seep into our being.


  • St. Paul asks us to pray unceasingly, and breathing is the one thing we do unceasingly from our birth to our passing. We still our wandering mind with every conscious breath we take. And when breath becomes our prayer – be it through the Jesus Prayer or simply being aware of God’s presence – we continuously dwell in Him.

Let this Advent season be our response to God’s invitation to rest in Him. Let us rediscover Silence. For it is in stillness that God speaks to us – in the silence of our body and our mind, in the depth of our heart, and with the eyes and ears of our soul.

RS



Menemukan Tuhan dalam Keheningan

Natal semakin dekat, dan dunia kembali menjadi hiruk-pikuk. Panjangnya daftar kado natal untuk keluarga dan sahabat, undangan natal dan tahun baru perayaan, liburan yang ditunggu-tunggu bersama keluarga, dan hal lainnya sungguh menyita waktu dan menuntut perhatian kita. Di tengah gangguan indera dan keresahan pikiran, kita sering lupa mempersiapkan hati kita dalam keheningan untuk mengingat inkarnasi Tuhan dan menunggu dengan penuh harap untuk kedatangan-Nya yang kedua kali.

Dunia yang bising, tanpa kesunyian, melahirkan jiwa-jiwa yang gelisah. Serangan tanpa henti pada indera dan pikiran telah menghilangkan ketenangan dari manusia. Pria dan wanita tidak lagi terbiasa dengan keheningan – kebisingan disambut, dan banyak aktivitas serta percakapan kosong diciptakan untuk mengisi kekosongan. Kardinal Sarah merangkum ini dengan tepat sekali dalam The Power of Silence: “Tanpa keheningan, Tuhan menghilang dalam kebisingan. Dan kebisingan ini menjadi semakin obsesif karena Tuhan tidak ada. Kecuali dunia menemukan kembali keheningan, itu akan hilang”.

Rasa damai dalam hati datang dari Tuhan.. maka tuhan ditemukan dalam ketenangan

Tuhan dengan lembut mengetuk pintu kita, dengan sabar mengundang kita untuk bertemu dan tetap tinggal dalam Dia. Hampir tidak mungkin bagi kita untuk mendengarkan Dia, kecuali kita diam. Lagipula, kata LISTEN dan SILENT (Mendengar dan Diam) dieja dengan huruf yang sama. Berdiam diri terdengar sederhana, tetapi tidak mudah. Untungnya, sejarah Gereja sudah terisi dengan orang-orang kudus yang memiliki hubungan pribadi yang mendalam dengan Tuhan, dan kepada para kontemplatif ini kita palingkan perhatian kita untuk menemukan kembali harta karun dalam warisan kita. Mereka menjalani kehidupan yang berpusat pada Tuhan dan dengan keheningan hati, yang mempersiapkan mereka untuk bertemu dengan Yang Ilahi. Mereka telah meninggalkan permata mereka untuk membimbing kita sehingga kita dapat menemukan dan berjalan di sepanjang jalan itu sendiri:

  • Mengikuti jejak Yesus, para ayah dan ibu gurun menarik diri ke gurun, dan para biksu masuk ke biara, menghabiskan hidup mereka dalam kesunyian dan kesendirian. Kita boleh saja tidak terpanggil untuk menjalani kehidupan kontemplatif seperti mereka, namun jika keadaan memungkinkan, amat baik menyisihkan waktu untuk retret sunyi tahunan. Sama seperti kita berlibur dengan keluarga atau teman kita, kita menyisihkan waktu berlibur dengan Tuhan – untuk memutuskan hubungan dari dunia dan berhubungan kembali dengan keilahian Tuhan.

  • Banyak orang suci, termasuk Bunda Teresa, menghabiskan waktu teduh setiap hari di Ekaristi, di depan Tabernakel atau Sakramen Mahakudus, atau di kaki Salib, hanya dengan tetap berada di dalam kehadiranNya yang penuh kasih, di mana Hati berbicara ke hati.

  • Tradisi Gereja menganjurkan kita berdoa Lectio Divina dengan cara meditasi dan kontemplasi pada Kitab Suci, dan membiarkan firman Allah meresap ke dalam diri kita.

  • Santo Paulus meminta kita untuk berdoa tanpa henti, dan bernafas adalah satu-satunya hal yang kita lakukan tanpa henti dari lahir sampai kita mati. Dengan setiap tarikan napas sadar yang kita ambil, kita menenangkan pikiran kita. Dan ketika nafas menjadi doa kita – baik itu melalui Doa Yesus atau hanya dengan kesadaran kehadiran Allah – maka kita akan terus tinggal di dalam Dia.

Biarlah masa Adven ini menjadi tanggapan kita atas ajakan Tuhan untuk beristirahat di dalam Dia. Mari kita temukan kembali Kesunyian. Karena dalam keheningan Tuhan berbicara kepada kita – dalam keheningan tubuh dan pikiran kita, di dalam kedalaman hati kita, dan dengan mata dan telinga jiwa kita.

RS