WKICU, Warga Katolik Indonesia di California Utara

View Original

CORPUS CHRISTI

Oleh Romo Hartono Budi, SJ. (Melayani WKICU 1994-2000)

Yesus berkata kepada murid-muridNya: “ Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Lukas 22:19). Kita mendengar kembali kata-kata Yesus itu ketika kita membaca Injil atau dalam perayaan Ekaristi. Orang Katolik membuka mata batin dan mata imannya memandangi kehadiran Tuhan yang nyata dan menerimaNya dalam komuni. Pada masa pandemi ini banyak dari kita menerimaNya juga dalam kerinduan dan kenangan yang hidup akan saat-saat bersama keluarga atau kenalan mengikuti perayaan Ekaristi di hari minggu atau di hari biasa. Corpus Christi atau Tubuh Kristus adalah kenangan dan perayaan momen kehadiran Tuhan yang nyata itu.

Perayaan Corpus Christi diusulkan santo Thomas Aquinas (1225-1274) kepada paus Urbanus VI (1195-1264) untuk memulai penghormatan khusus pada Ekaristi. Ekaristi dimulai Yesus sendiri dalam perjamuan terakhir yang kita kenangkan setiap hari Kamis Putih. Fokusnya adalah sukacita dan kasih dalam perayaan bersama Yesus sebelum sengsaranya. Dalam perayaan Ekaristi selanjutnya kebersamaan dengan Yesus ini diimani secara mendalam khususnya dalam SabdaNya dan komuni Tubuh Kristus. Kehadiran Tubuh dan Darah Kristus dengan jiwa dan rahmat ilahinya diterima dan disyukuri oleh para sahabat Yesus disepanjang masa. Teologi Katolik meneguhkan pengalaman iman umat yang menerima Tubuh Kristus sebagai kehadiran Kristus yang nyata itu, bukan hanya kehadiran rohani.

Setiap tahun, saat liburan keluarga, saya selalu merayakan Ekaristi bersama ibu, ayah dan adik. Ibu ambil peran membaca bacaan pertama dan mazmur; Ayah menentukan waktu dan menyiapkan tempat; adik merencanakan lagunya. Ketika ayah semakin sulit untuk berjalan karena sakitnya, ibu juga bertugas menerimakan anggur sesudah saya menyampaikan “Tubuh Kristus”. Saat ini Ekaristi keluarga demikian tinggal sebagai kenangan berharga karena kami semua sudah berpisah tempat tinggal: ayah dirawat di panti Wredha Marganingsih Pekalongan; adik ikut keluarga Salatiga dan ibu sudah berpulang kepada Tuhan. Corpus Christi tetap menyatukan kami. Ekaristi menghidupkan dan mengabadikan kesatuan kita dalam keluarga atau dalam persahabatan: “Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yohanes 6:54)

Iman akan kehadiran Tuhan yang nyata itu didasarkan pada misteri inkarnasi, Sabda Allah yang menjadi daging dalam diri Yesus putra Maria dari Nazaret dan Yosef. Kasih Allah yang Agung bersinar di wajah Yesus, membadan dalam sejarah dan utuh dalam pribadinya. Allah beserta kita dalam Yesus dari Nazaret yang bisa senyum, bisa terharu dan menangis, bisa lapar dan haus serta bisa berjuang agar setiap orang mempunyai kehidupan yang utuh dan penuh, jasmani serta rohani (Yohanes 10:10).

 “Senyumlah, walaupun hatimu sakit ataupun sedang hancur. Kalau engkau senyum, juga saat ketakutan atau dalam kesedihanmu, hari-hari gelap berawan akan bisa terlalui. Senyumlah, maka esok engkau akan melihat matahari bersinar dalam hidupmu”. Nyanyian terkenal Nat King Cole ini mau membangunkan daya-daya jiwa dan tubuh kita. “Biarlah wajahmu bersinar oleh kebahagiaan yang melebur setiap duka. Juga saat air matamu hampir jatuh, saat itu pula berupayalah tersenyum. Apa gunanya menangis saja. Dengan senyum, engkau akan sadar kembali betapa berharganya hidup ini”. Lagu Smile ini menyentuh jati diri kita sebagai manusia, dengan darah dan daging, dengan jiwa, hati dan perasaannya. Perayaan Corpus Christi mengingatkan kita akan keagungan realitas manusiawi sebagai citra Allah (Kejadian 1:26).

Masa pendemi ini juga mengingatkan saya akan lukisan altar Isenheim dari awal abad 16. Lukisan altar karya Nikolaus Hagenauer dan Matthias Grünewald ini menunjukan Tubuh Kristus yang pucat karena wabah penyakit kulit, dengan darah merah mengalir dari lambung kanan dan lubang-lubang pakunya. Santo Yohanes pembaptis dilukiskan berdiri tunjuk jari ke lambung kiri Yesus dengan kata-kata: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohanes 3:30)

Saat menerima Tubuh Kristus Kita menjawab: AMIN, yang berarti YA atau AKU PERCAYA. Apa adanya, tubuh, jiwa, hati dan perasaan manusia sudah menjadi ruang bagi Allah yang menjadi manusia. Itulah pula yang dirawat dan dikasihi Ibu Maria dan santo Yosef, seperti kita juga dirawat dan dikasihi ibu dan ayah kita. Santo Paulus menuliskannya: “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (1 Korintus 12:26-27)