WKICU, Warga Katolik Indonesia di California Utara

View Original

Iman dan Kasih di Atas Sebuah Pulau

Sebuah kapal pesiar karam saat terjadi badai di laut, dan hanya dua orang pria di atasnya yang mampu berenang ke pulau terdekat yang kecil dan tandus seperti gurun. Kedua orang yang selamat itu, yang tidak tahu harus berbuat apa lagi, setuju bahwa mereka tidak punya jalan keluar selain hanya berdoa kepada Tuhan. Namun, untuk mengetahui doa siapa yang lebih kuat, mereka sepakat untuk membagi wilayah di antara mereka dan tetap tinggal di sisi pulau yang berlawanan.

Hal pertama yang mereka doakan adalah makanan. Keesokan paginya, pria pertama melihat ada sebuah pohon penuh dengan buah-buahan di sisi tanahnya dan dia langsung memakan buahnya. Sedangkan sebidang tanah milik pria lain tetap tandus, tak ada apa-apa. Setelah seminggu, pria pertama merasakan kesepian dan dia memutuskan berdoa untuk meminta seorang istri. Keesokan harinya, kapal lain karam, dan satu-satunya yang selamat adalah seorang wanita yang berenang ke sisi daratannya. Sementara, di sisi lain pulau, tidak terjadi apa-apa.

Lalu kemudian pria pertama tadi melanjutkan berdoa untuk sebuah rumah, pakaian, dan juga lebih banyak makanan. Dan keesokan harinya, seperti sulap, semua ini diberikan kepadanya. Namun sungguh berbeda dengan apa yang terjadi di sisi pulau bagian lain, keadaan masih sama….pria kedua tidak mempunyai apa-apa.

Berikutnya pria pertama yang permintaanya selalu terkabul ini berdoa untuk mendapatkan sebuah kapal, agar dia dan istrinya dapat pergi meninggalkan pulau itu. Dan kemudian di pagi hari tertambat sebuah kapal berlabuh di sisi pulau bagiannya. Pria itu naik kapal bersama istrinya dan memutuskan untuk meninggalkan pria kedua di pulau itu. Dia menganggap pria kedua itu tidak layak untuk menerima berkat Tuhan, karena tidak ada doanya yang terkabul. Pada saat kapal hendak berangkat, terdengar suara menggelegar dari atas langit, "Mengapa kau meninggalkan teman kamu di pulau itu?"

Dengan ketakutan pria pertama itu menjawab lirih, “Berkat-berkat aku adalah milikku sendiri, karena akulah yang mendoakan semua berkat itu.” Kemudian ia melanjutkan . "Dan doa-doa orang itu tidak terjawab, karena itu dia tidak pantas mendapatkan apa pun."

"Kamu salah!" Suara itu terdengar lebih keras. "Dia hanya memiliki satu doa, dan Aku telah menjawabnya. Dan jika bukan karena doa orang itu, kamu tidak akan menerima satu pun berkat daripada Ku."

"Apa yang dia doakan sehingga aku harus mengajaknya ikut serta bersama ku?" Kata pria itu.

"Dia berdoa agar semua doamu terkabul."

Untuk semua yang kita tahu dan renungkan, berkat-berkat kita bukanlah buah dari doa-doa kita sendiri, tetapi buah dari doa-doa orang lain untuk kita.


Iwan S. (Artikel ini diambil dari berbagai sumber dan diterjemahkan oleh Team E-Bulletin)