WKICU, Warga Katolik Indonesia di California Utara

View Original

Kisah Uang 150 Juta

Sebelum pulang kantor, sang suami menelpon istrinya, "Sayang, PUJI TUHAN bonus akhir tahun dari perusahaan sudah turun, Rp. 150 juta." Di ujung telpon, sang istri mengungkapkan rasa syukurnya, “Semoga berkah ya mas!"

Sejak beberapa bulan yang lalu mereka sudah merencanakan beli mobil sederhana untuk keluarga kecilnya. Dan uang yang akan didapat sebagai bonus itu mereka rasa cukup pas sesuai budget.

Namun dalam perjalanan pulang, sang suami ditelpon oleh ibunya di kampung, "Nak, kamu ada tabungan? Tadi ada orang datang ke rumah. Ternyata almarhum ayahmu punya hutang cukup besar, Rp. 50 juta." Tanpa pikir panjang, ia pun bilang ke ibunya, "Iya, Bu, Puji TUHAN ada." Dalam perjalanan pulang ia pun berpikir, "Nggak apa-apa lah, masih cukup untuk beli mobil yang 100 jutaan. Mungkin ini lebih baik."

Ia pun melanjutkan perjalanan. Belum tiba di rumah, hand phone nya kembali berdering. Seorang sahabat karibnya semasa SMA tiba-tiba menghubunginya sambil menangis. Sahabatnya itu, sambil terbata mengabarkan bahwa anaknya harus segera operasi minggu ini. Banyak biaya yang tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan dari pemerintah. Tagihan dari rumah sakit Rp. 80 juta.

Ia pun berpikir sejenak. Uang bonusnya tinggal 100 juta. Jika ini diberikan kepada sahabatnya, maka tahun ini ia gagal membeli mobil impiannya. Tapi nuraninya mengetuk, "Berikan padanya. Mungkin ini memang adalah jalan Allah untuk menolong sahabatmu. Mungkin ini memang rezekinya yang datang melalui perantaraan dirimu." Ia pun menuruti panggilan nuraninya.

Setibanya di rumah, ia menemui istrinya dengan wajah yang lesu. Sang istri bertanya, "Kenapa, mas? Ada masalah? Nggak seperti biasanya pulang kantor murung gini?" Sang suami mengambil napas panjang, "Tadi ibu di kampung telpon, butuh 50 juta untuk bayar utang almarhum bapak. Nggak lama, sahabat abang juga telpon, butuh 80 juta untuk operasi anaknya. Uang kita tinggal 20 juta. Maaf ya, tahun ini kita nggak jadi beli mobil dulu."

Sang istri pun tersenyum, "Aduh, mas, kirain ada masalah apaan. Mas, uang kita yang sebenarnya bukan yang 20 juta itu, tapi 150 juta. Uang yang kita infakkan kepada orang tua kita, kepada sahabat kita, itulah harta kita yang sesungguhnya. Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas. Sedangkan yang 20 juta di rekening itu, masih belum jelas, benaran harta kita atau akan menjadi milik orang lain."

Sang istri pun memegang tangan suaminya, "Mas, Puji Tuhan ini yang terbaik. Bisa jadi jika kita beli mobil saat ini, justru menjadi keburukan bagi kita. Bisa jadi musibah besar justru datang ketika mobil itu hadir saat ini. Maka mari berbaik sangka kepada Allah, karena kita hanya tahu yang kita inginkan, sementara Allah-lah yang lebih tahu apa yang kita butuhkan."

Anonymous (org. post by Yayasan Keluarga Bunda Suci/YKBS)